BAB 19

1331 Words
Sebelum pergi menuju tempat David berada, aku ingin mengunjungi satu tempat dan bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak aku temui. Situasi sekarang sangat tidak aman untuknya, dan terlebih lagi dia sendiri sekarang. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. “Apa kau ingin bersembunyi dan melihatnya dari jauh? Temui saja Kim…” “Aku tidak bisa muncul di depannya dengan warna mata yang seperti ini, dia akan sangat ketakutan ketika melihatku,” “Bilang saja kau memakai kontak mata warna merah, dia tahu kau seorang selebriti… tidak akan ada masalah Kim. Aku akan ada disini saja mengawasi kalian,” Aku berbalik menghadap Jayden yang berdiri di belakangku lalu tersenyum lebar,”Apa  taringku mencuat keluar?” Jayden mengecup bibirku kilas sebagai respon. “Seriuslah…” protesku padanya. “Kau benar-benar sangat menggemaskan tersenyum seperti itu, aku tidak tahan untuk tidak menciummu,” Jayden tersenyum jahil. “Berarti hanya mataku yang bermasalah, aku hanya perlu mengatakan seperti yang kau katakan tadi jika dia menanyakan tentang mataku,” aku menarik napas dalam-dalam sebelum berjalan memasuki café tempatku dulu bekerja. Begitu aku membuka pintu, bau kopi dan kayu manis dari roti dan kue yang di panggang langsung menyerang indera penciumanku. Ingatan tentang tempat ini muncul satu persatu di dalam kepalaku. “Selamat datang.” Seseorang menyambut kedatanganku. Ekspresi wajahnya sedikit terkejut, lalu dia mengarahkanku pada meja yang ada di tengah. Aku masih melihat-lihat tempat ini yang tidak berubah sejak aku pergi. “Anu…” waitress yang berdiri disapingku terlihat gugup setelah dia menyerahkan menu padaku. “Apa kau Kimberly, seorang aktris dan model yang terkenal itu?” tanyanya dengan ragu. “Rupanya kau mengenaliku,” aku menyunggingkan senyumku. “Bo-bolehkah kau berfoto denganmu? Aku adalah fansmu!” ucapnya dengan antusias sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celemek yang dia pakai. “Tentu saja.” Aku segera tersenyum begitu kamera diarahkan padaku. “Apa kau sedang bermain-main? Ini masih jam kerja, kenapa...”  wajah orang itu terperangah dengan mulut yang setengah terbuka melihatku. Aku hanya tersenyum cerah sambil melambaikan tanganku padanya. “Anak ini benar-benar…” dia berjalan padaku dengan langkah yang lebar, aku segera berdiri dan bersiap menyambutnya. “Kenapa baru datang sekarang?! Aku benar-benar rindu padamu?!” Yumi melompat dan memeluk tubuhku dengan sangat erat. “Aku juga rindu padamu, Yumi. Senang melihatmu baik-baik saja selama ini,” aku balas memeluk Yumi dengan erat. “Bohong! Kau tidak pernah menemuiku lagi dalam beberapa bulan ini dan aku hanya bisa melihatmu di televisi. Aku merasa kesepian setelah dua temanku pergi meninggalkanku,” rengeknya dengan manja. “Kenapa kau bersikap tidak sopan seperti itu pada Kimberly?” tanya waitress yang tadi meminta foto denganku. “Memangnya kenapa? Aku dan dia sudah bersahabat sejak sebelum dia menjadi terkenal?! Cepat ambilkan menu yang paling enak untuknya, aku ingin mengobrol banyak dengan sahabatku.” Usirnya pada waitress yang lagi-lagi terkejut melihat kedekatanku dengan Yumi. Sepertinya dia adalah pegawai baru disini. “Bagaimana kabarmu? Kudengar kau sekarang berkencan dengan Jayden?” godanya sambil tersenyum dengan senang. “Kau juga tahu tentang gossip-gosipku, apa kau sekarang berubah menjadi stalkerku, hm?” godaku yang dibalas dengan pukulan ringan di lenganku. “Itu karena kau tidak pernah menghubungiku sama sekali, untuk apa kau punya ponsel jika tidak digunakan. Apa itu cuma pajangan untukmu?!” omelnya. “Maaf, aku jarang memegang ponselku, semua hal sudah diatur oleh managerku. Aku hanya tinggal mengikuti saja.” “Jadi kau benar-benar berkencan dengan Jayden?! Kau beruntung sekali, kau langsung terkenal dan juga mendapatkan pacar. Aku benar-benar iri padamu.” Aku hanya bisa tersenyum. Yumi tidak tahu alasan kenapa aku dengan cepat bisa terkenal. Tentu saja untuk kepentingan berburu. Dengan menjadi terkenal banyak orang yang datang padaku dengan sendirinya dan aku mendapatkan darah dengan gratis. “Omong-omong, kenapa matamu? Kau memakai kontak lensa? Kau sedang melakukan suatu pemotretan dengan mata seperti itu?” tanyanya bertubi-tubi. “Oh, iya… aku melakukan pemotretan pribadi. Aku terburu-buru datang kemari dan belum sempat melepasnya. Apa kau takut melihatku seperti ini?” “Tidak, tapi... kau terlihat berbeda. Apa kau sedang berpura-pura menjadi vampire? Warna merahnya sangat cocok denganmu, tampan lebih menawan dari biasanya,” selorohnya. “Menurutmu biasanya aku terlihat jelek?” “Tidak, bukan begitu… kau terlihat sangat berbeda dengan mata merah seperti itu. terlihat lebih… cantik. Tapi mata cokelatmu juga membuatmu terlihat berbeda. Pokoknya kau terlihat sangat berbeda sekarang.” Banyak hal yang sudah aku lewatkan ketika meninggalkan tempat ini, Yumi menceritakan semuanya dengan sukarela. Si boss yang ternyata sedang mengejar seorang wanita idamannya, beberapa pegawai baru dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Yumi selama ini menyukai Edwin. Dia merasa sedih dan bersalah ketika Edwin memutuskan untuk keluar bekerja dari cafe ini. “Itu bukan salahmu Yumi. Edwin mungkin menemukan tempat yang lebih baik lagi dari tempat ini, lalu dia memutuskan keluar dan bekerja di tempat lain. Itu bukan karena pernyataan cintamu padanya,” aku berusaha menghibur Yumi dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal. “Tapi kenapa dia harus keluar setelah satu hari pernyataan cintaku? Bukankah sudah jelas dia menolakku dan merasa tidak nyaman di dekatku dan memutuskan untuk keluar? Hahh… jika seperti ini lebih baik aku tidak mengatakan apapun padanya,” lirih Yumi. Seorang waitress datang dengan membawa secangkir teh bunga dan juga satu potong tart buah yang menjadi kesukaanku. “Kenapa kau menyajikan makanan seperti ini pada temanku?! Bukankah ada menu yang lebih baik dari ini Thessa?!” protes Yumi pada waitress itu. “Aku sudah mencari tahu apa yang menjadi kesukaan Kimberly, ternyata dia menyukai teh dan kue tart. Teh bunga dan tart buah kita yang paling enak di tempat ini!” balasnya pada Yumi. “Kau ini, jangan membuat malu di depan seorang selebriti!” “Tapi aku…” “Aku menyukainya. Menu ini mengingatkanku pada kenangan saat aku masih tinggal disini.” Aku menyesap teh bunga dengan perlahan. Waitress bernama Thessa itu menjulurkan lidahnya pada Yumi. Sepertinya hubungan mereka tidak begitu baik. Thessa kemudian pergi menuju tempat yang tidak begitu jauh dari mejaku, seolah ingin menguping apa yang aku bicarakan dengan Yumi. “Soal Edwin, kau tidak perlu khawatir Yumi. Aku berpapasan dengannya di jalan dan dia baik-baik saja, dia malah menyuruhku untuk menemuimu dan menyampaikan permintaan maafnya karena pergi meninggalkanmu. Dia tidak membencimu, ada hal lain yang harus dia lakukan di luarn kota.” Maaf aku berbohong padamu Yumi, ada hal-hal yang tidak bisa aku beritahu dan jelaskan padamu. Maafkan aku. “Dimana kau bertemu dengannya? Apa dia baik-baik-baik saja?” Yumi begitu perhatian pada Edwin, sayangnya dia bukan orang yang tepat untukmu Yumi. “Aku bertemu dengannya ketika sedang berjalan-jalan, tapi tidak sempat berbicara banyak karena dia tampak terburu-buru pergi.” “Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Kupikir dia menghindariku, aku selama ini tidak berani untuk menghubunginya lebih dulu karena tidak ingin hubunganku dengannya jadi lebih canggung.” “Yumi, kurasa… ini adalah pertemuan terakhir kita.” Ucapanku malah membuat Yumi terkejut. “Kenapa? Apa kau tidak ingin datang kemari lagi untuk menemuiku? Atau aku yang akan datang ke tempatmu saja! tidak apa-apa walau aku hanya melihatmu dari jauh. Aku tidak ingin persahabatan kita berakhir disini Kim?! Jelaskan padaku kenapa ini adalah pertemuan terakhir kita?!” Aku tidak mungkin memberitahu Yumi bahwa aku seorang vampire, dia tidak akan percaya. Kalaupun aku menunjukan semuanya mata dan taringku, dia akan sangat ketakutan. Masalahnya adalah orang-orang Elitish itu. Aku tidak tahu apa pada akhirnya mereka akan membiarkanku hidup atau mati. Mereka begitu yakin akan membuatku tidur abadi. “Kim?!” aku tersentak mendengar suara Yumi, dia terlihat marah. “Apa maksudmu dengan pertemuan terakhir?! Jelaskan itu padaku?!” Benar. Bagaimana aku menjelaskan padanya tentang semua ini. Suara ponselku tiba-tiba saja berbunyi dan nama Jayden tertera dillayar. Aku menoleh keluar untuk melihatnya dan dia memberi tanda agar aku mengangkat teleponnya. Dia memberitahu apa yang harus kukatakan pada Yumi melalui telepon, setelah itu aku mematikan telepon dan menatap lurus padanya. “Yumi, dengarkan aku.” Aku sedikit tidak yakin bagaimana mengatakan ini padanya karena ini sedikit jahat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD