Duel Sang Pewaris Dan Sang Ketua

1062 Words
Mansion Arash 10 tahun berlalu… Musim semi berganti dengan musim panas, berganti kembali ke gugur dan setelahnya dingin sebelum akhirnya kembali ke musim semi. Waktu berlalu, dilewati dengan banyak suasana dan kejadian, baik itu suka atau duka sekalipun. Koridor sepi itu terlihat seseorang berjalan dengan tatapan lurus ke depan, jas yang digunakannya pas di tubuh tegap dengan wajah bersih serta hidung mancung menghiasi. Ia berhenti di sebuah halaman terbuka dengan banyak orang yang sudah berdiri, sedang menonton dua orang pria saling berhadapan dengan bilah katana yang masih di dalam sarungnya. Tubuh tinggi dan rampingnya tidak membuatnya kepayahan menyempil di antara kerumunan para rekan sesama pengawal. Hingga akhirnya ia berdiri bersisihan dengan seorang rekan pengawal, yang mengalihkan tatapan hanya untuk menyeringai. “Yo!” sapanya. “Hum.” “Ck! Tetap dingin, mirip seperti Tuanmu, heh!” lanjutnya meledek. “Dia juga Tuanmu, baka Eizi, (Eizi bodoh)” balasnya mendesis, manatap tajam dengan coklat beningnya sebelum kembali menatap depan sana dan menyeringai saat decihan terdengar dari si rekan. Tidak ada obrolan lagi, karena setelahnya dua orang pengawal berseragam sama itu fokus kembali dengan duel antara seorang Oyabun dan Boccan, seorang pewaris yang sedang adu kekuatan sebelum pengangkatan. Manik coklat itu menatap depan sana, tepatnya sang Tuan dengan hati merapalkan kesalamatan meski wajah itu masih saja datar. Sedangkan di lapangan sana, sang Tuan muda dan Oyabun yang sedang melakukan penghormatan—oujigi sebelum memulai pertarungan. Sring! Suara desingan saat katana dilepas dari sarung terdengar mengerikan, menandakan bagaimana tajamnya pedang yang terbuat dari besi logam terbaik dan tak ayal mereka yang mendengarnya sampai bergidik.   Sang Tuan muda tampak memegang katana berukir naga itu dengan dua tangan menggenggam erat di pegangannya. Onyx tajamnya siap menemukan setiap perpidahan dan langkah kaki sang chichi (Ayah) tanpa berkedip. Sedangkan sang ayah sendiri tetap santai, dengan katana yang berkilau saat tertimpa sinar matahari, berdiri tanpa mengubah raut wajahnya. Seiring dengan keduanya yang mencoba mempelajari pergerakan, katana dengan ketajaman tak main-main itu sudah siap menebas ketika lawab mulai bergerak. Si Tuan muda memulai dengan berlari ke arah sang ayah, menebas kiri dengan gerakan bawah ke atas sang ayah yang menahannya dengan katana diposisikan horizontal. Tring! Dengan dimulai dentingan duel pun berlanjut. Katana saling beradu, dengan suara dentingan dan gesekan dari kedua benda tajam ini. Trang… Tuan muda yang kini tumbuh menjadi pria gagah itu bergerak luwes, semakin lincah setelah sekian lama berlatih mati-matian untuk melampau sang ayah. Ia menebas katana miliknya ketika melihat area pertahanan sang ayah lengah. Namun sayang, tebasannya dapat dipatahkan oleh sang ketua klan yang tetap gagah meski usianya sudah tidak lagi muda. Sang ayah berdiri tegak ketika berhasil mengahan tebasan dari bawah itu, ia tetap berdiri ketika sang putra berlari dengan katana diletakan dibawah dan menariknya hingga kini kembali menebas dengan gerakan sama. Hyaaa! Trang! Ia melawan dengan arah berbeda, mengangkat katana di atas kepala dan mengadu kekuatan dengan saling mendorong mata tajam katana. Tuan muda mengambil kesempatan melemahkan dorongan katananya, kemudian berputar dan bersiap menebas lengan sang ayah. Tapi sekali lagi terbaca, hingga akhirnya katana keduanya saling beradu kembali. Tring…. Sial! Umpatan dalam hati sudah banyak meluncur bebas, onyxnya menatap kiri-kanan ketika sang ayah membawa katana itu seakan menari. Ia sudah melihat yang seperti ini, tepatnya lima tahun lalu saat ia masih menjadi ramaja dan ia tidak akan terkecoh lagi. Lalu sang ketua klan (Oyabun) tampak menatap dengan menilai, berharap gerakanannya dapat mengelabui putranya untuk kesekian kali. Ia akui kali ini putranya sudah lebih banyak berubah, semenjak terakhir ia mengadakan duel untuk kembali menguni kekuatan. Ia baru aja akan kembali menggerakan katana, tapi putranya tidak sabar dengan kembali berlari dan menebas depan dan ia menahannya. Trang…. Dengan kecepatan lebih dari sebelumnya, Oyabun dan Tuan muda ini kembali saling menebas. Satu sama lain sama-sama kuat, belum ada yang terkena tebasan atau darah yang menghiasi katana yang diayunkan dengan gerakan mematikan itu. Suara dentingan menggema disana, tanpa ada satupun yang bersuara karena semua sibuk menatap dengan bola melotot dan decakan kagum kala melihat pergerakan keduanya. Tuan muda klan Arash ini menebas tidak henti kiri, kanan, kiri dan kanan ke arah sang ayah, membuat sang ayah terpaksa mundur teratur sambil menahan dan membalas tebasan dengan sekali maju kemudian mundur lagi. Trang…. Sedangkan para kobun (Anak buah) sang Oyabun menatap dengan decakan kabun ikut terdengar, saat menyaksikan duel singit antara ketua mereka dan calon ketua baru. Tidak ada bisa berkata-kata melihat ilmu pedang tingkat atas ini, bahkan seorang penengah tampak menikmati saat muridnya melawan seorang ketua klan Arash. Ia masih mengingat saat bocah laki-laki yang kini menjadi pemuda kuat itu bersusah payah melatih fisik, hanya untuk bisa memenuhi ekspektasi sang Oyabun atau ayah sang Tuan itu sendiri. Senyum bangganya terulas, kala melihat sang Tuan muda bergerak gesit menghindari bahkan tak segan menebaskan katana kepada sang Oyabun. Tatapannya juga melirik ke arah lain, tepatnya ke arah seorang pengawal berambut pendek yang menatap duel dengan datar, seorang bocah yang dulu diajari olehnya dengan khusus. Dia sudah besar, batinnya ketika melihat tubuh tinggi dan ramping di antara para kobun berbadan besar di sebelahnya. Pertarungan pedang ini menghabiskan banyak tenaga, tubuh yang awalnya bersih itu kini berhiaskan tebasan. Masing-masing dari lawan ini menerima luka sama, dengan lengan yang paling tampak jelas. Crash…. Darah mengalir dari lengan sang Tuan muda, tapi itu tidak mengapa karena ia kini berhasil berada di belakang sang ayah dengan mata tajam katana di leher, nyaris menempel dengan jarak 2 centimeter. Syuut! Para kobun dan sensei yang melihatnya menahan napas, sebelum akhirnya sang Oyabun menancapkan ujung mata katana ke tanah sebagai tanda jika ia menyarah. Jleb! Prok! Prok!      Suara tepuk tangan memenuhi halaman terbuka itu, dengan katana di leher yang perlahan ditarik oleh si empu dan mundur teratur saat sang ayah membalik menghadapnya. Ia menatap sang ayah dengan datar, sama sekali tidak meringis saat lengannya sudah mengalir darah segar hasil tebasan pria di hadapannya. “Acara pengangkatanmu akan dilaksanakan seminggu lagi,” ujar sang ayah dengan senyum segaris, bangga. Dan ucapan ini kembali disambut dengan tepuk tangan semakin meriah dari para kobun, mereka bersiul senang atas ketua baru mereka. Seruan memanggil namanya terdengar meriah, membuat si Tuan muda yang mendengarnya melihat sekitar dengan tatapan tajam khasnya. “Anggasta Kaichõ!” Kaichõ gelar ketua resmi, meskipun ia sudah menjadi ketua sejak usianya menginjak 17 tahun. Ia mengangkat padangnya, dengan seruan semakin menggama di lapangan sana. Ya, ia adalah Tuan muda Anggasta Shaquille Arash yang kini resmi menjadi kaichō di klannya. Bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD