BAB DUA: KONDISI FAI

1005 Words
"Ibu ... ibu!" Dokter Aldi, yang saat ini berjaga di unit gawat darurat, menoleh ketika mendengar suara samar dari brangkar di pojok ruangan. Brangkar ini adalah tempat di mana Fai masih memejamkan matanya. Ketika Kak Yumna dan Pak Asep membawa Fai ke sini, unit gawat darurat masih dalam suasana sepi. Sehingga Fai langsung mendapatkan perawatan pertama tanpa harus menunggu lebih lanjut. "Fai, kamu bisa mendengarku?" tanya dokter Aldi. Fai sebenarnya hanya terkena serangan shock saja. Untungnya tidak terlalu parah dan tidak mengganggu kinerja jantung. Meski serangan shock yang Fai alami bisa dibilang cukup kuat. Yang bahkan membuat Fai masih pingsan meski sudah lima jam berlalu. Dokter Yisma, salah satu dokter senior di rumah sakit, bahkan sudah dua kali ke unit gawat darurat untuk melihat perkembangan Fai. Untungnya, Fai sudah menunjukkan tanda-tanda sadar. Jika dia masih tetap sama bahkan setelah melewati lima jam pertama, dokter Aldi mungkin akan memberikan diagnosa bahwa Fai sedang koma. "Dokter Aldi, di mana ini?" tanya Fai ketika dia sudah bisa beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke matanya. Saat Fai membuka matanya, dia merasakan cahaya yang sangat terang menyerang matanya. Sehingga yang bisa dia lakukan hanya membuka matanya dengan perlahan sambil beradaptasi. Sekarang, semua di sekelilingnya sudah sangat jelas. Dia melihat dokter Aldi menatapnya dengan penuh rasa lega. Ada juga beberapa perawat yang sangat Fai kenal. Karena ini, Fai bisa menebak di mana dia berada saat ini. Lagi pula, dokter Aldi adalah dokter jaga di unit gawat darurat. Sehingga bahkan dengan melihat wajahnya, sudah bisa dipastikan tempatnya berada saat ini. "Apakah kamu merasa pusing?" tanya dokter Aldi. Dia benar-benar ingin memberikan pertanyaan cukup banyak kepada Fai. Hanya saja, pertanyaan yang baru saja diucapkannya tidak terjawab karena Fai menangis dengan tiba-tiba. "Fai, are you okay?" tanya dokter Aldi lagi. "Dok, aku harus pergi segera. Pesawat yang hilang kontak itu nyata. Sekarang, aku harus mencari informasinya lebih lanjut. Aku akan meminta izin sekarang," ucap Fai dengan tiba-tiba. Dia bahkan berniat untuk turun dari brangkar. Hanya saja, dokter Aldi dan beberapa perawat yang berada di sana menahan tubuhnya. "Kalian mengapa seperti ini? Aku harus mencari tahu tentang semuanya. Mamak ada di sana," teriak Fai dengan marah. Dia mencoba meronta ketika melihat orang-orang di sekitarnya tidak mendengarkannya. "Fai, tolong kerja samanya. Sebagai seorang calon dokter, kamu juga pasti tahu tentang kondisimu saat ini. Kamu bahkan sudah lima jam tidak sadarkan diri. Jika kamu benar-benar memaksakan diri sekarang, yang ada hanya akan semakin melukaimu. Kamu tidak akan mendapatkan apa pun. Dan mungkin malah akan menghalangi banyak hal," sentak dokter Aldi. Dokter tampan berusia kepala tiga itu menatap ke arah Fai dengan tegas. Ketika dia melihat Yumna datang dengan dibantu oleh security, dokter Aldi tahu bahwa kemungkinan besar Fai sudah mendengar kabar yang beredar saat ini. Dan melihat kondisi Fai sekarang, yang dokter Aldi bisa lakukan adalah menahannya sementara di sini. Setidaknya sampai inpus habis dan Fai sudah memiliki beberapa tenaga. "Jadi, pesawat itu benar-benar hilang kontak?" gumam Fai. Setelah melihat tanggapan keras dari dokter Aldi, Fai tahu bahwa pesawat itu mungkin tidak hanya hilang kontak. Mungkin bahkan sudah jatuh atau meledak seperti peristiwa terdahulu. Membayangkan apa yang terjadi, Fai benar-benar hanya bisa menangis. Dia terduduk dan tidak lagi memberontak seperti sebelumnya. Fai memikirkan adik-adiknya. Tanpa Mamak, tidak tahu apa yang akan terjadi dengan mereka. Dan lagi, Fai juga tidak bisa membawa mereka ke kota besar saat ini. Untuk makan dirinya sendiri saja Fai tidak mampu, apalagi membawa adik-adiknya ikut serta. Selain itu, adik-adiknya masih harus bersekolah. Jika mereka ikut ke Jakarta, banyak hal yang harus diurus. Fai tidak memiliki kemampuan ini, lebih tepatnya untuk saat ini. Sebagai koas, Fai tidak mendapatkan bayaran apa pun. Dia juga masih harus kerja part time sebagai guru les privat. Kadang Fai juga harus hidup dalam belas kasihan dokter senior lainnya untuk melanjutkan pendidikannya. Ini juga karena Fai adalah satu-satunya koas teladan di rumah sakit ini. Dia bisa dibilang sebagai anak kesayangan konsulen. "Setidaknya bertahan sampai inpus ini habis. Dan kamu juga harus makan siang dan minum obatmu. Yang lain sudah mencoba untuk mencari tahu. Gina juga sudah mendapat izin pergi ke sana mewakilimu sejak kabar itu datang. Dia pergi bersama dengan dokter Yisma. Saat kondisimu sudah membaik, akan ada yang mengantarmu ke sana. Atau kamu bisa menunggu saat aku selesai jaga, aku akan membawamu ke sana sendiri," ucap dokter Aldi dengan lembut. Fai menatap ke arah dokter Aldi dengan penuh terima kasih. Dokter duda yang memiliki satu anak berusia tiga tahun itu sangat baik padanya. Mungkin alasannya karena sang Anak sangat dekat dengan Fai. Terkadang, dokter Aldi akan membawa anak perempuannya itu jika sang Anak tidak ingin ditinggal. Dan menempatkannya di tempat penitipan anak yang berada di poli pediatri. Fai dan Gina sering datang ke sana jika sedang suntuk. Bermain dengan anak-anak membuat pikiran menjadi fresh. Ini adalah salah satu alasan mengapa Fai akrab dengan anak perempuan dari dokter Aldi. Bukan hanya dokter Aldi, tapi juga beberapa anak dari dokter senior yang dititipkan di sana. Kedekatan ini juga yang membuat dokter Yisma merasa bahwa Fai cocok sebagai dokter spesialis anak. "Baik. Maaf karena selalu merepotkan. Bisakah Fai melihat informasi yang sudah dikumpulkan? Fai sendiri tidak akan membuat keributan setelah melihatnya," pinta Fai. Fai perlahan mencoba memantapkan hati. Meski mungkin tidak bisa menerimanya dengan cepat, Fai masih berusaha sekuat tenaga. Lagi pula, kehilangan orang yang dicintai terutama sang Ibu benar-benar titik terpuruk paling parah bagi seorang anak. Terlebih kehilangan ini karena sebuah kecelakaan, yang mana mungkin akan sulit menemukan jasad utuh dari orang tersayang. Bahkan mungkin Fai hanya akan berpura-pura kuat. "Aku akan mengirimkannya nanti setelah kamu menghabiskan makan siangmu. Ini sudah waktunya makan siang. Aku akan menelepon bagian dapur untuk mengirimi bagianmu," janji dokter Aldi. Fai mengangguk dengan setuju. Sekarang ini bukan saatnya bagi dirinya ngotot dan egois. Lagi pula, dia masih membutuhkan bantuan dari semua orang di sini. Sebagai perantauan, Fai sebenarnya tidak memiliki saudara di sini. Jika keluarga besar dari sang Ayah tidak dihitung. Namun, Fai benar-benar tidak ingin menghitung mereka, bahkan tidak dalam mimpinya. Terlebih lagi, mereka ini tidak pernah mengakui dirinya dan saudaranya yang lain sejak awal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD