Chapter 2

1219 Words
Enam tahun kemudian ... Sore itu Jang Sajung tengah dalam perjalanan pulang. Saat berada di jalan yang cukup dekat dari rumah yang ditinggali keluarga kecilnya, Jang Sajung menghentikan langkahnya ketika melihat seorang bocah berusia tujuh tahunan berada tidak jauh dari tempatnya. Senyum Jang Sajung melebar, memperhatikan apa yang saat ini tengah dilakukan oleh Jang Siwoo—putra bungsunya. Dengan sebuah pedang kayu di tangannya, bocah itu terlihat sesekali memukuli pohon di tepi jalan. Jang Sanjung kembali melangkahkan kakinya mendekati Siwoo. Dan saat itu sang ayah baru bisa mendengarkan gerutuan si bungsu yang terdengar cukup kesal. Senyum Jang Sajung kembali melebar. Datang secara diam-diam, Jang Sajung berinisiatif mengejutkan si bungsu. Namun di luar dugaan karena tepat ketika Jang Sajung sudah berdiri di belakang Siwoo, bocah itu mengayunkan pedangnya ke samping dan memutar ke belakang yang kemudian mengenai perut sang ayah. Tak begitu sakit, namun cukup mengejutkan Jang Sajung. Siwoo yang juga kaget segera menoleh dan memekik, "Ayah!" Jang Sajung sempat tertegun, namun di detik berikutnya pria itu memegangi perutnya sembari merintih. "Akh!" Jang Sajung menjatuhkan kedua lututnya ke tanah sembari kesakitan memegangi perutnya dan tampak kesakitan. Siwoo yang panik segera menjatuhkan pedang kayu di tangannya dan beralih ke samping Jang Sajung. Menjatuhkan kedua lututnya ke tanah dan sedikit merendahkan kepalanya untuk bisa melihat wajah sang ayah. "Ayah baik-baik saja?" tegur Siwoo dengan raut wajah yang khawatir. "Tidak, perut ayah—" Jang Sajung berucap dengan terputus-putus, sengaja menggoda putranya karena pada kenyataannya dia baik-baik saja. "Aku akan memanggilkan tabib." Siwoo segera berdiri dan hendak pergi, namun saat itu Jang Sajung menarik tubuh mungil itu yang kemudian duduk di atas pangkuannya. "Kau ingin pergi ke mana?" "Memanggil tabib." "Untuk apa memanggil tabib?" "Ayah terluka." Jang Sajung tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum berucap, "ayah baik-baik saja." "Perut Ayah?" "Baik-baik saja." "Tapi tadi itu?" Siwoo terlihat bingung. Senyum Jang Sajung melebar hingga sebuah tawa ringan terdengar seiring dengan usakan singkat yang jatuh pada puncak kepala Siwoo. Jang Sajung kemudian bertanya, "apa yang kau lakukan di sini?" Siwoo menggeleng. "Yang tadi itu? Kenapa kau marah-marah?" "Ibu dan Kak Kyung Woo meninggalkan aku sendirian di rumah," jawab si kecil dengan wajah yang terlihat kesal. Sebelah alis Jang Sajung terangkat. "Ke mana ibu dan kakakmu pergi?" "Tidak tahu ... saat aku sampai di rumah, mereka sudah tidak ada." "Memangnya kau dari mana?" "Aku dari rumah Paman Shin." Jang Sajung tampak terkejut. "Kau menangkap ikan lagi?" Siwoo tertegun, menegaskan bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang tidak boleh diucapkan. Jang Sajung kemudian menarik Siwoo agar lebih dekat dengannya. Dengan nada yang menyelidik Jang Sajung berucap, "cepat jawab, kau menangkap ikan lagi bersama Paman Shin?" Siwoo menaruh jari telunjuknya yang tampak mungil di depan mulutnya sendiri. Si bocah berucap dengan nada berbisik, "jangan bilang pada ibu?" Jang Sajung turut memelankan suaranya, "kenapa?" "Ibu bisa mengurungku di kamar lagi jika mengetahui hal ini." "Biarkan saja ... itu hukuman untuk anak nakal seperti Jang Siwoo." Siwoo mendengus kesal sembari memukul pahanya sendiri. Suara bocah itu lantas mengeras. "Aku tidak nakal! Kak Kyung Woo yang jahat padaku!" Jang Sajung tersenyum lebar. "Memangnya apa yang dilakukan oleh kakakmu?" "Dia mendorongku ke sungai." "Sungguh?" Siwoo mengangguk dengan semangat. "Hey! Bocah! Berhenti mengadu," teguran suara ringan seorang anak laki-laki datang dari arah Jang Sajung datang sebelumnya. Jang Sajung dan Siwoo serempak menoleh ke sumber suara dan mendapati Putri Yowon datang bersama si sulung—Jang Kyung Woo yang tampak membawa keranjang di tangan kanannya. Jang Sajung kemudian menurunkan Siwoo dari pangkuannya dan berdiri, lalu memberikan teguran. "Kalian dari mana?" Putri Yowon menyahut, "membeli bahan makanan. Kenapa kalian ada di sini?" "Aku baru pulang dan menemukan anak ini di sini." Jang Sajung menjatuhkan pandangannya ke samping, namun tak mendapati Siwoo. Menoleh ke belakang, Jang Sajung menatap heran pada putra bungsunya yang kembali mengambil pedang kayu lalu kembali ke sisinya dengan menodongkan pedang kayu di tangannya itu ke arah Kyung Woo yang justru memberikan tatapan meremehkan. Putri Yowon sempat bertukar pandang dengan Jang Sajung sebelum menegur putra bungsunya dengan senyum yang mengembang di wajah cantiknya. "Siwoo, apa yang sedang kau lakukan?" Dengan tatapan kesal yang masih tertuju pada si sulung, si bungsu menjawab, "aku akan membalas dendam pada Kak Kyung Woo." Senyum meremehkan Kyung Woo melebar. Si sulung kemudian menantang, "coba saja jika kau bisa. Bahkan tanganmu belum sampai untuk menyentuh wajahku." Siwoo mendengus. Dan ketika bocah itu ingin menyerang kakaknya, saat itu sang ayah menahan puncak kepalanya. Mencengkram puncak kepala bocah itu dengan lembut dan membuat langkah yang sempat di ambil kembali mundur. "Tidak baik berkelahi dengan saudara sendiri." Siwoo lantas membela diri tanpa bisa bergerak ketika sang ayah masih menahan kepalanya. "Kak Kyung Woo yang memulainya, dia yang mendorongku ke sungai lebih dulu!" "Kalian ini ..." Jang Sajung tertawa tanpa suara. Sekilas mempertemukan pandangannya dengan Putri Yowon sebelum kembali pada si sulung. Jang Sajung kemudian menegur putra sulungnya, "Kyung Woo, benar kau mendorong adikmu ke sungai?" Kyung Woo menatap tanpa minat dan menjawab, "jangan berlebihan, aku tidak serius." "Tapi aku benar-benar jatuh ke sungai!" timpal si bungsu dan membuat Kyung Woo memberikan tatapan peringatan. Jang Sajung kembali menengahi, "Kyung Woo, kenapa kau mendorong adikmu ke sungai?" "Aku hanya membantunya. Dari pada bersusah payah menangkap ikan, jadi sekalian saja dia masuk ke sungai dan bergabung dengan para ikan itu." "Kakak!" Siwoo menghentakkan kakinya. Menatap marah. Putri Yowon kemudian ikut menyahut, "Siwoo, kau menangkap ikan lagi?" "Tidak," sahut Siwoo dengan nada yang memaksa. Kyung Woo menimpali, "dia selalu pergi bersama Paman Shin setiap kali Ayah menyuruh untuk berlatih pedang." "Kak Kyung Woo, aku tidak pernah melakukan hal itu. Jangan menuduh sembarangan." Siwoo bertindak seperti tak pernah melakukan tuduhan Kyung Woo. Karena ibunya melarangnya untuk mengikuti Paman Shin dan menangkap ikan di sungai. Kyung Woo kemudian berucap dengan nada mencibir, "benarkah ... lalu tadi siapa yang melarikan diri saat berlatih pedang dan malah membuntuti Paman Shin? Bukankah itu Jang Siwoo?" "Kakak ..." geram Siwoo, membuat kedua alis bocah itu saling bertautan. Siwoo kemudian menghampiri Kyung Woo dengan pedang kayu yang terangkat ke udara. Kyung Woo yang melihat hal itu tersenyum lebar dan kemudian melarikan diri dari kejaran si bungsu. Berlari ke arah rumah dan meninggalkan kedua orang tua mereka yang hanya tersenyum lebar melihat tingkah kedua putra mereka. "Kak Kyung Woo! Berhenti ..." "Kejar aku, kaki pendek ..." "Kembali!" Jang Sajung menghampiri Putri Yowon. Berdiri di samping wanita itu dan merangkul bahu sang Putri sembari merebut keranjang yang dibawanya. "Ayo," ucap Jang Sajung, membimbing Putri Yowon untuk menyusul kedua putra mereka yang sudah tak terlihat lagi namun dengan suara yang masih terdengar. Dalam langkah keduanya, Putri Yowon sekilas memandang Jang Sajung sebelum memberikan pertanyaan. "Bagaimana keadaan di istana?" Jang Sajung sekilas memandang lalu memberikan jawaban, "kau selalu menanyakan hal yang sama setiap hari." Putri Yowon memandang. "Jika tidak ingin menjawab, katakan saja." Jang Sajung tersenyum lebar. Memandang kembali Putri Yowon yang justru mengabaikannya. Jang Sajung kemudian berucap, "sekarang aku tahu sifat siapa yang diwarisi oleh Siwoo." Putri Yowon kembali memandang dengan tatapan sinis. "Apa maksudmu?" "Dia mudah sekali marah, sama seperti ibunya." Putri Yowon tak terima dan segera memukul d**a Jang Sajung. "Maksudmu aku pemarah?" Jang Sajung tersenyum lebar. "Haruskah aku menjelaskannya lagi?" Putri Yowon memalingkan wajahnya. Menurunkan tangan Jang Sajung dari bahunya dan mempercepat langkahnya. Meninggalkan Jang Sajung yang lantas tertawa tanpa suara dan kemudian menyusulnya. Dalam langkahnya pria itu bergumam, "lihat saja sendiri. Mereka berdua memang mirip."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD