Bag 3

1439 Words
Alea mengalihkan pandangan ke arah Dino yang saat ini memasang smirk nya. 'Gotha!! Akhirnya lo tahu siapa gw gadis nakal!' ucap Dino di dalam hati sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Alea yang saat ini menelan saliva susah payah. 'Apakah ini akhir hidupku??' lirih Alea di dalam hati. Alea masih saja terdiam kaku setelah mengetahui siapa Dino sebenarnya. "Pi, ni cewek nuduh Dino sembarangan!" adu Dino pada sang Papi dengan memamerkan senyum liciknya yang membuat jantung Alea semakin berdebar kencang. 'Kayaknya beneran deh ini akhir hidupku! Pasti Pak Ardhito mecat aku habis ini karena udah gak sopan sama anaknya!' rutuk Alea di dalam hati. Ingin rasanya Alea menangis saat ini juga. Bahkan matanya saja sudah berkabut. 'Harus kemana lagi aku nyari kerja??' lirih Alea kembali mengasihani dirinya sendiri. "Apa maksud kamu, Dek?" "Dia bilang Dino penyusup di kantor ini, Pi! Dan Pi, stop panggil Dino dengan sebutan itu!" ancam Dino kembali ke arah sang Papi yang saat ini malah tertawa renyah. "Hahaha... Salah kamu sendiri tidak pernah mau ikut kalau di ajak ke kantor. Jangan salahkan Alea yang tidak mengenali kamu, Dek." "Pi!" protes Dino karena Ardhito masih saja memanggilnya dengan sebutan itu. "Memang kan itu nama panggilan kamu! Jadi tidak usah protes, Dek!" Dino menatap sang Papi sengit. "Jadi, Dek, beneran kamu yang nendang ini ember?" tanya Ardhito serius sambil menunjuk wadah kotak yang sudah bocor itu yang dibalas Dino memutar bola mata malas. "Dino kan udah bilang gak sengaja. Lagian juga Dino udah minta maaf kok. Cewek ini aja yang lebay!" hardik Dino kearah Alea yang hanya mampu menundukkan kepalanya takut. "Terus?" "Hah? Maksud Papi apa sih?" tanya Dino bingung dengan pertanyaan ambigu sang Papi. "Ya terus setelah kamu minta maaf apa yang selanjutnya kamu lakukan?" "Ya... Dino mau keatas siap-siap rapat lah, Pi!" balas Dino polos yang dibalas gelengan kepala sang Papi. "Pantas saja Alea bilang kamu tidak bertanggung jawab, Dek." Ucapan Ardhito, sontak membuat Alea menengadahkan kepalanya dan menatap Bos Besarnya itu bingung. Ardhito membalas tatapan Alea dengan senyum lembut khas kebapakan yang dimiliki pria tampan berkaca mata itu. Walaupun usia Ardhito sudah tak muda lagi, tapi auranya masih tetap terpancar karena sikapnya yang ramah dan selalu tersenyum pada siapapun. "Papi bela ni cewek?!" tanya Dino setengah berteriak. Apa-apaan sih Papinya ini??! "Tidak sopan berteriak pada orang tua, Dek!" tegur Ardhito sambil memelototi anaknya yang dibalas permintaan maaf dari pria muda itu namun wajahnya masih saja cemberut. "Habis Papi bela dia. Kan yang anaknya Papi Dino, bukan ni cewek!" "Kira-kira kalau Mami tahu Dedek tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang Dedek perbuat, apa yang akan dilakukan Mami?" tanya Ardhito. Seketika wajah Dino pias mendengar pertanyaan Ardhito. Dino sangat tahu jika sang Mami pasti akan menceramahinya dari mulai tata krama, bagaimana cara pria seharusnya bersikap dan bla-bla-bla... Dan ceramah sang Mami, akan bisa memakan waktu yang sangat lama. Dan Dino benar-benar tidak ingin hal itu terjadi! Ardhito tersenyum kecil karena anak bungsunya tak kunjung membalas pertanyaannya. ”Namanya berbuat kesalahan, bukan berarti Dedek sudah minta maaf terus masalahnya sudah selesai. Dedek harus bertanggung jawab menyelesaikannya. Itu baru benar." Alea memandang takjub Bos Besarnya ini. Rasa hormatnya terhadap sang Bos semakin bertambah. Ternyata memang benar adanya, jika Ardhito Danudirja memiliki hati Malaikat, seperti apa pemberitaan yang beredar selama ini. "I am Sorry, Pi," ucap Dino penuh penyesalan yang mampu membuat Alea kembali mengalihkan pandangan ke arah putra bungsu Ardhito Danudirja itu. Dino menatap gadis itu sekilas, lalu mengalihkan pandangan ke arah sang Papi yang sudah melebarkan senyumnya. "Good Boy. Jadi Dedek sudah tahu apa yang harus di lakukan?" Dino mengangguk pasrah lalu berjalan ke arah benda kotak wadah air itu yang tak sengaja ditendangnya tadi, lalu pria itu memungutnya. "Ini ember harus gw bawa ke mana?" tanya Dino datar pada Alea yang masih terpaku di tempatnya sampai tak sadar atas pertanyaan Dino. "Heh cewek cerewet!" ucap Dino kembali karena sepertinya pikiran gadis ini melayang entah ke mana. "Dino Rasendriya!" panggil sang Papi penuh nada peringatan. "Ck! Heh mbak! Hellow!!!" ucap Dino kembali sambil melambaikan sebelah tangannya ke arah wajah Alea yang sepertinya berhasil karena gadis itu kini mengerjapkan matanya linglung. "Namanya Alea, Dek." "Gw harus taro ni ember di mana?" tanya Dino kembali sambil mengangkat bucket yang sudah berada di tangannya itu tanpa menghiraukan ucapan sang Papi yang lagi-lagi menggelengkan kepalanya pasrah karena kelakuan sang anak bungsu. "E-e... I-itu..." ucap Alea gugup lalu mengalihkan pandangan ke arah Ardhito. Jujur saja Alea kan jadi tidak enak hati setelah tahu siapa Dino sebenarnya. "Kamu tunjukkan saja tempatnya di mana, Alea," ucap Ardhito lembut yang langsung dipatuhi Alea. "Le-lewat sini, Pak Dino." Alea berjalan canggung terlebih dahulu yang diikuti Dino di belakang gadis ini. Mereka berjalan ke arah tempat dimana peralatan kebersihan di gedung ini berada. Tidak ada satupun yang mengeluarkan suara karena sepertinya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Setelah sampai di ruangan kebersihan itu, Dino bertanya wadah baru yang langsung di tunjukkan Alea yang letaknya berada di rak paling atas. Tanpa banyak bicara lagi, Dino mengambil wadah baru lalu kembali berjalan ketempat dimana tragedi tendangannya terjadi. Kini giliran Alea yang mengikuti langkah pria itu. "Siniin alat pelnya," ucap Dino setelah mereka sampai digenangan air kotor bekas Alea tadi mengerjakan tugasnya karena melihat gadis itu sudah memegang alat pel bergagang dan siap untuk membersihkan genangan itu. "Eh... Engg... Itu biar saya aja, Pak, yang ngerjain," ucap Alea gugup karena memang pada awalnya Alea hanya meminta Dino meletakkan bucket yang sudah pecah ke belakang. Alea benar-benar tidak ada tujuan membuat Dino membersihkan sendiri genangan air kotor itu. "Jangan bawel! Mana alat pelnya!" sahut Dino galak. "Dek!" tegur Ardhito yang masih berada di tempat itu namun kali ini pria hampir lima puluh enam tahun itu sudah duduk di sofa yang memang di sediakan di lobby gedung itu. Dino mendengus kasar karena lagi-lagi kena tegur sang Papi karena gadis manis di depannya ini. "Lo sepertinya seneng gw kena omel Papi gw ya?!" tanya Dino berbisik yang langsung dibalas Alea gelengan kepala kencang. "Yaudah kasih aja gw alat pelnya!" desis Dino sambil menadahkan tangannya siap menerima benda yang berada di tangan Alea. Alea masih mencoba mempertahankan benda itu, namun Dino menatapnya tajam yang membuat Alea akhirnya pasrah dan dengan berat hati memberikan alat pel itu pada Dino. "Dek, Kalau begitu Papi ke atas lebih dulu ya," ucap Ardhito yang sudah beranjak dari duduknya. Ardhito melangkah ke arah Dino dan Alea berada, lalu menepuk bahu Alea lembut. "Kalau Dino berbuat macam-macam, kamu bilang saja ke saya ya, Alea." "Pi!" geram Dino yang mampu membuat tawa renyah Ardhito kembali muncul seiring langkah kaki pria itu meninggalkan Alea dan Dino berdua saja. "Ehm... P-Pak... Biar saya yang..." "Gw lagi tanggung jawab sama perbuatan gw! Jadi lebih baik lo minggir sekarang!" "Ta..." "Minggir dan tunggu di sana! " potong Dino sambil menunjuk ke arah sofa. Alea mengalihkan pandangan ke arah sofa dan Dino bergantian lalu menghela napas pasrah setelah melihat wajah garang Dino yang seolah tidak ingin di bantah. Alea mulai berjalan ke arah sofa dan memperhatikan Dino yang mulai membersihkan genangan air itu dengan wajah serius dan terlihat sekali Dino terbiasa mengerjakan pekerjaan itu. Alea tertegun beberapa saat melihat bagaimana seriusnya Dino bekerja. Bagaimana bisa orang kaya yang Alea fikir sombong ini bisa membersihkan lantai tanpa terlihat kesulitan. Wajah pria itu pun tak menampakkan rasa jijik karena harus memeras kain pel agar airnya turun ke dalam bucket baru yang tadi dibawa Dino. Alea tidak tahu saja jika setiap hari libur keluarga Danudirja membersihkan rumah mereka sendiri. Itu sudah peraturan dari Nyonya Danudirja Senior yang tidak ingin anak- anaknya menjadi sombong dan manja. Setelah beberapa saat, Dino selesai dari kegiatannya. Alea melihat hasil kerja Dino yang terlihat bersih tanpa cela. Dino menyandarkan alat pel itu di samping trolley yang digunakan Alea meletakkan bucket dan alat-alat lainnya untuk membersihkan area gedung ini. "Udah kan? Apa ada lagi yang perlu gw bantu?" tanya Dino datar sambil mengangkat sebelah alisnya. "Eng... U-udah gak ada lagi, Pak. Te-terima kasih," gugup Alea. "Sa-saya juga mau minta maaf sama Bapak, soalnya udah nuduh Bapak sembarangan," cicit Alea kembali. Dino menatap Alea intens, yang membuat Alea salah tingkah sendiri. "Setelah lo tahu siapa gw, lo jadi kelihatan kayak maling yang ketangkep sama polisi" sindir Dino. "Bukan gi..." "Udahlah." Dino melambaikan tangannya tak peduli, "Gak usah dijawab. Dan terima kasih karena lo udah taro ember sembarangan sampai waktu gw buat istirahat jadi berkurang!" sarkas Dino lalu pria itu melangkah pergi begitu saja meninggalkan Alea yang hanya mampu terpaku melihat punggung tegap anak bungsu Bos Besarnya yang semakin menjauh dari pandangan. "Sumpah gw ngantuk banget! Bodo amat deh kalau nanti gw ketiduran pas rapat! Syuting sialan!" gerutu Dino yang masih bisa di tangkap indera pendengaran Alea.  ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD