Menampar Pelakor

717 Words
"Mas, kok?" Haifa yang pertama mundur ke belakang karena kaget. Bukankah Yudha sedang menghabiskan malam romantis bersama Sekar? Kenapa dia sekarang hadir di sini? Harusnya Haifa terlonjak bahagia karena Yudha hadir dan menghentikan tawa mengejek Meri dan Shila. Sayang, Yudha tidak sendiri. Bersamanya ada sosok perempuan semampai dengan kulit bak pualam dan dandanan nan seksi. Yudha hadir bersama Sekar. Kressss Kembali ada rasa sakit yang tidak bisa dilawan. Duh Gusti, padahal hamba sudah berusaha ikhlas, tapi mengapa melihat laki-laki yang kucintai sepenuh jiwa berdiri bersama perempuan lain, hamba lagi-lagi hancur dan terluka. Haifa mendesah sendu, perlahan menggeleng, berusaha memandang arah di mana tak seorang pun melihat air mata yang kembali menggenang di kelopak matanya. "Kamu sudah pulang, Yudha?" Meri menatap adik iparnya. Sejenak merasa Yudha mengganggunya karena menyuruh berhenti mencemooh Haifa. Tapi hanya sebentar. "Sekar?" Pekik Meri kegirangan. "Kamu ikut bersama Yudha?" Meri dan Sila bergantian memeluk perempuan yang kini matanya tajam menghujam ke arah Haifa. Sikap mereka sangat menyakitkan Haifa. "Itu siapa, Mbak Mer?" tanyanya ketus menunjuk ke arah Haifa. "Itu? wanita udik alias kampungan itu?" Meri balik bertanya setengah berbisik ke telinga Sekar, sayang Haifa masih bisa mendengarnya. Astaghfirullah. Begini kelakuan Meri yang sesungguhnya? "Kamu tanyakan pada Yudha. Siapa perempuan di hadapanmu." Haifa tersenyum kecut. "Kenapa kau tidak mengatakan aku ini istri Mas Yuda, Mbak? " Haifa maju ke depan. "Kamu tidak mau, karena tadi aku menolak membeli tas murahanmu dengan harga jutaan?" Meri mendelik. "Ternyata selalu ada harga yang harus kau dapatkan dalam sebuah ikatan, termasuk pada perempuan yang tidak tahu malu datang ke rumah laki-laki yang bukan siapa-siapa dirinya ." "Apa maksudmu?" Meri tampak membesi menahan marah. "Kamu menghadirkan perempuan itu karena kamu pikir, kehadirannya lebih menguntungkan secara materi. Dengar-dengar, kau menjanjikan Mbak Meri, wisata ke Singapura, Sekar?" tanya Haifa sinis, dia tahu banyak hal karena diam-diam sering membaca chat di gawai Yudha. Lancang memang. Haifa tersenyum pahit. Tak ada alasan dirinya menghargai pelakor di hadapannya. Sekar tampak salah tingkah. Tak menyangka perempuan yang kata Meri dan Shila begitu lemah, polos dan bodoh itu bermulut tajam. "Kami memang akan berlibur bersama ke Singapura, ada masalah buat Lo? Perempuan kampungan?" Wow. Kata-kata yang manis, selaras dengan akhlak dan moralnya yang b***t. Haifa merasakan dadanya bergetar. "Aku memang kampungan, tapi aku tidak murahan. Aku bukan perempuan jalang yang bisa dengan mudah dijadikan mainan laki-laki kurang iman." Haifa membalas, membuat wajah dan telinga Sekar memerah. "Sudah." Yudha yang dari tadi menyaksikan melerai pertengkaran yang terasa makin panas, sepanas hati dan telinganya yang dikatakan Haifa laki-laki kurang iman. "Mas, kamu tahu Ibu sakit keras. Untuk apa kamu bawa wanita ini kemari?" Tatapan Haifa menajam ke arah Yudha. "Aku..." "Bawa perempuan itu pergi Mbak Mer. Ayo Mas, kita temui Ibu." Haifa sengaja menarik tangan Yudha, masuk ke dalam rumah. "Kamu saja dulu temui Ibu." Yudha tampak tak enak meninggalkan Sekar. "Ikut, atau aku bongkar semua kelakuanmu di hadapan Ibu." Yudha tampak bingung, tapi tak urung mengekor Haifa masuk ke dalam rumah. "Mas Yudha," panggil Sekar terlihat kesal, ditinggal begitu saja. "Aku ikut." Yudha hampir saja mengangguk kalau saja Haifa tidak mendelik ke arah Sekar. "Tunggu di luar, tak ada ruang di rumah ini buat pelakor murahan sepertimu." Sekar menyurutkan langkah, wajahnya tampak kecut dan geram. Plak. Plak. Tanpa diduga Sekar menampar Haifa, membuat wanita berhijab itu tersurut ke belakang. "Aku tahu suamimu tidak mencintaimu juga kamu tidak diterima di rumah ini, jadi...jaga ucapanmu padaku." Haifa mengusap pipinya yang terasa sakit. Tapi lebih sakit hatinya saat melihat Meri dan Shila yang menyeringai puas lebih-lebih melihat Yudha yang hanya menonton. Haifa menelan ludah. Wajahnya kini menegak, dengan langkah tenang dia mendekati Sekar. Plak. Plak. Tanpa di duga Haifa balas menampar wajah pelakor lebih keras, membuat Sekar terhuyung ke belakang dengan pipi yang memerah. "Camkan kau pelakor, kalau kau mengira aku akan runtuh di hadapanmu, kamu salah besar. Sampai dunia berhenti berputar pun, kau tidak akan lebih mulia dari seorang istri sah seperti diriku. Sampah akan tetap menjadi sampah meskipun kau dibungkus dengan kain sutra bersulam emas." "Dan kau, Mas Yudha, kau pecundang." Haifa menatap murka pria di depannya. Suasana berubah menjadi tegang. "Berani kau memanggilku pecundang dan menampar calon istriku?" Yudha tampak geram. "Yudha, cukup. Bawa perempuan s****l itu dari hadapanku." "Ibu?" Semua mata terbelalak pada sosok perempuan ringkih yang tengah menatap dengan pandangan murka. Suasana mendadak tegang dan mencekam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD