bc

Morning Coffee

book_age18+
1.1K
FOLLOW
5.8K
READ
family
fated
friends to lovers
drama
sweet
bxg
betrayal
cheating
feminism
first love
like
intro-logo
Blurb

"Aku pernah melepaskan seseorang, tapi aku tidak menyesalinya. Untukmu, aku tidak akan melepaskanmu, tidak akan pernah."

"Kenapa?"

"Cause you're my morning coffee that i'm not gonna miss."

***

The story of Kenneth Wijaya and Violet Mitchell

Cover by Pinterest

Font by Canva

chap-preview
Free preview
1
“Lihat wanita dengan gaun biru itu, Kenneth. Violet Mitchell, namanya—Ayah kenal dengan ayahnya.” Kentzo—adik kembarnya menunjuk wanita yang ia maksud dan membuat Kenneth mengalihkan pandangannya pada wanita itu. “Sepertinya dia cocok denganmu, Brother.” Kentzo tersenyum jahil dan meminum minumannya dengan tenang seraya melirik kembarannya. Kenneth yang mengetahui maksud Kentzo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak percaya. Kenneth kembali menatap pasangan yang baru saja mengikrarkan janji pernikahan mereka, berdansa di tengah ballroom hotel diiringi pasangan-pasangan lain. “Daripada kau menangisi wanita yang sudah menjadi istri kakakmu itu, lebih baik kau mencari wanita lain.” Kentzo tidak ada habisnya menggoda kakaknya itu. “Stop, Kentzo.” Kentzo tertawa jahil dan meninggalkan kakak kembarnya ketika istrinya memanggilnya. Kenneth kembali memperhatikan kakak tertuanya yang ia yakin sedang berbahagia hari ini. Alexandria Neville—wanita yang ia cintai, pernah ia cintai—tersenyum pada pria itu dan akhirnya pria itu mengecup keningnya dengan lembut. Kau sudah merelakannya, Kenneth. Kenneth tidak peduli sekalipun ia sudah meyakinkan dirinya bahwa ia tidak lagi mencintai Alexandria, tetap saja ia tidak bisa untuk tidak mengatakan bahwa kecantikan Alexandria membiusnya. Sedari awal, ia tidak bisa mengalihkan pandangan selain kepada wanita itu. “Oops! Sorry!” Kenneth akan berbalik untuk menghampiri orangtuanya jika saja tidak ada wanita yang berjalan berlawanan arah darinya seraya memegang segelas minuman dan menumpahkannya ke jas yang dipakainya. Walaupun tidak banyak yang mengenai jasnya, tetap saja itu menguji kesabaran Kenneth. Kenneth menatap naas jasnya dan beralih untuk melihat siapa wanita itu. Ternyata, wanita bergaun biru yang ditunjuk oleh Kentzo tadi. “Maafkan aku. Aku tidak sengaja, sungguh!” Wanita itu mengusap-ngusap jas Kenneth seolah gerakannya bisa mengeringkan air di sana. Melihat wajah wanita yang sangat bersalah dan takut itu, Kenneth jadi tidak tega apalagi melihat minuman itu juga tumpah pada gaun wanita tersebut. “Tidak apa.” Kenneth menjawab tenang. Mendengar itu, wanita tadi semakin merasa bersalah. “Aku sungguh minta maaf. Cerobohnya aku.” Kenneth tersenyum tipis. “It’s okay.” “Tidak, aku sangat bersalah. Aku terlalu cero—” Kenneth memegang kedua bahu wanita itu, dan seketika membuat wanita itu terdiam. “Violet Mitchell, bukan?” “Iya, bagaimana kau tahu namaku?” Wanita itu berkata dengan gugup. “Kembaranku mengenalmu.” “Okay, Violet. Jasku baik-baik saja, kau tidak perlu meminta maaf ataupun merasa bersalah. Lagipula, look at your gown, Violet.” Kenneth berucap tenang dan membuat Violet yakin bahwa memang pria itu tidak masalah. Violet menatap gaunnya. “God, bodohnya aku!” rutuknya. “Are you okay?” tanya Kenneth melihat Violet yang melihat gaunnya dengan sedih. Violet menatapnya, setelah ia menghela napas. “Ya, aku tidak apa-apa.” Kenneth mengulurkan tangannya. “Kenneth Wijaya.” “Hai, Kenneth.” Hanya dari pertemuan kecil mereka itu, akan tercipta satu kisah cinta lagi. Dan, Kenneth tidak pernah menyangka itu. *** Kenneth sibuk menatap buku menu dan berusaha menemukan menu apa yang ia inginkan hari ini. Akhirnya, setelah menentukan pilihannya ia memberitahu pelayan di restoran kecil itu dan menunggu hingga pesanannya datang. Siang ini, ia berniat untuk makan siang di luar kantornya, karena ia merasa suntuk—entah untuk alasan apa. Dan tepat hari ini pula, dua minggu setelah pernikahan Alexandria dan Sean Wijaya—kakak tertuanya—dan, hari-hari Kenneth berjalan seperti biasa. Awalnya, ia mengira ia akan terpuruk setelah wanita yang ia cintai sudah menikah dengan lelaki pilihannya, namun dugaannya salah, tenyata ia masih bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa. Kenneth menghela napas. Ia hanya bisa bahagia melihat Alexandria juga berbahagia. Dan, memang ia merasa ba— “Maafkan aku!” —sialan! Kenneth terlonjak dari duduknya saat melihat makanan—yang sepertinya adalah pesanannya—terjatuh tepat di pangkuannya. Kenneth merasa sial hari ini. “Astaga, maafkan aku! Maaf!” seru wanita yang tadi mengantarkan makanan tadi. Kenneth mengalihkan pandangannya. “Violet?” “Kenneth?” Violet terlihat sangat terkejut saat teryata makanan yang ia antarkan adalah milik Kenneth Wijaya. Ia tidak mengira bahwa itu Kenneth, karena pria itu membelakanginya. Saat ia sudah berada di samping pria itu, tidak sengaja ia menginjak tali sepatunya. Dan...boom! “Astaga, Kenneth. Maafkan aku, sungguh!” Kenneth melihat Violet akan menangis saat itu juga. Entah Kenneth harus marah karena lagi-lagi Violet yang mengotori pakaiannya, atau ia harus tertawa karena selalu wanita itu yang ceroboh. Kenneth memilih opsi kedua. “Tidak apa, Violet. Calm down.” Kenneth menarik Violet untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya. Violet masih menujukkan tanda-tanda ingin menangis. “Sungguh, itu tidak apa. Aku bisa membersihkannya nanti.” Kenneth tersenyum miris melihat Violet—yang benar saja dugaannya—menangis. “Aku sangat ceroboh...” lirihnya. “Berhati-hatilah, Violet.” Violet mengangguk. “Aku bisa membantumu membersihkannya.” Tanpa menunggu persetujuan dari Kenneth, Violet sudah bangkit dan membawa Kenneth ke dalam toilet di restoran itu untuk membersihkan pakaiannya. Kenneth merasa kikuk ketika Violet membawanya  toilet wanita dan memasuki salah satu ilik di sana. “Hm, Violet...” gumam Kenneth ketika mereka berada di dalam bilik sempit itu. “Iya?” Violet tidak terlalu mengindahkan Kenneth dan berfokus pada pakaian Kenneth yang terdapat bekas makanan. Ia mengambil tisu, membasahinya, dan mulai membersihkannya. “Ini... toilet wanita.” Kenneth berusaha tenang walau sebenarnya, jantungnya berdegup kencang karena takut ada seseorang yang memergoki mereka. “Lalu?” Tangan Violet merambat ke sekitar paha atas Kenneth—karena noda itu terdapat di sana—dan berhasil membuat Kenneth menahan napas. Kenneth—masih—berusaha bersikap biasa saja ketika Violet berjongkok di antara kedua kakinya. “Violet, orang-orang akan memergoki kita.” Violet menengadahkan kepalanya untuk menatap Kenneth. “Tidak akan, kita hanya membersihkan pakaianmu.” “Iya, tapi bagaimana jika pemilik restoran ini marah karena menganggap kita berbuat tidak senonoh?” Violet tersenyum tipis. Ia membuang tisu-tisu bekas tadi, dan melihat hasil kerjanya. Tidak buruk, gumamnya. “Kenneth, sebenarnya...aku...pemiliknya.” Kenneth menatap Violet dengan wajah terkejut. Tapi ia tidak ingin terlalu kentara, jadi ia mengatakan, “Oh, syukurlah.” “Lihat! Nodanya tidak terlalu kentara, Kenneth. Tapi, jika kau mau, aku bisa membersihkannya dengan benar di rumah.” Kenneth—yang masih berusaha untuk bersikap biasa saja di hadapan Violet, walau sebenarnya tadi sangat canggung—menatap pakaiannya. Benar, nodanya tidak terlihat lagi. Namun, ia yakin akan ada bau tidak sedap jika ia masih memakai jasnya—yang sialnya, ikut terkena noda makanan itu—jadi, ia membuka jas hitamnya, di hadapan Violet. Kini, giliran Violet yang menahan napas dan menelan ludah dengan kasar. Masalahnya, bentuk tubuh Kenneth sangat tercetak jelas dibalik kemeja biru langitnya, dan...astaga, sejak kapan Violet merasakan hal ini? “Tidak perlu, aku bisa mencucinya sendiri.” Violet hanya mengangguk karena pikirannya masih terpaku pada tubuh Kenneth yang dibalut indah dengan kemejanya. “Violet?” Kenneth menggerak-gerakan telapak tangannya di hadapan wajah Violet. Violet seolah tersadar. “Iya?” “Kau masih mau di sini?” Kenneth membuka pintu toilet dan membuat Violet gegapan karena takut Kenneth memergokinya menatap tubuhnya tadi. “Tidak, tentu saja tidak.” Violet dan Kenneth berjalan beriringan keluar toilet tadi. Benar dugaan Kenneth, dua orang wanita yang kebetulan memakai toilet tadi menata mereka dengan tatapan—yang Kenneth tahu apa maksudnya. “Mereka melakukannya di sini?”  Kenneth bisa mendengar itu dengan jelas. Sial. *** “Terimakasih sudah datang, Kenneth. Aku harap kau tidak kapok untuk datang kemari lagi.” Violet tersenyum lembut yang dijawab anggukan oleh Kenneth. Sejujurnya, ia masih merasa bersalah karena kecerobohannya selalu membuat Kenneth terkena sial. “Aku akan datang lagi, Violet. Makanan di sini enak.” Iya, akhirnya Kenneth berhasil mencicipi menu yang dipesannya tanpa terkena sial lagi setelah Violet mengganti makanan yang tadi jatuh. “Terimakasih.” Violet tersenyum sekali lagi. *** TBC Ms. Addict

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bridesmaid on Duty

read
162.2K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

Bad Prince

read
509.5K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
400.5K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook