TIGA

1264 Words
Follow dongs!!!! Gadis dengan rambut panjang, penampilan yang sederhana. Celana kain panjang dan juga kaos yang biasa digunakan ketika berada di rumah menempel pada tubuh Alya. Gadis itu selesai mencuci jas Devan yang tadi diperintahkan oleh majikannya itu. Dia duduk di belakang. Dia begitu kagum dengan rumah besar tersebut. Entah apakah pelayan di sana bergaji puluhan juta dalam satu bulan hingga pria itu mengatakan bahwa akan mempekerjakan Alya hanya dalam enam bulan saja. "Kamu ngapain di sana?" perempuan paruh baya itu membawa segelas minuman dan memberikan itu kepada Alya. "Minum dulu, ada mesin cuci. Kenapa dibiarin basah gitu? Nggak dikeringkan dulu?" Alya menyeringai dan menggeleng karena dia tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. "Tadi nyuci pakai apa?" "Pakai tangan, Bi," "Kenapa nggak pakai mesin?" "Hehe, abisnya saya nggak tahu gimana cara pakainya, Bi," Bibi Zu tersenyum melihat kepolosan gadis itu. Belum lama mereka berbincang untuk perkenalan. Laura pun datang dan menghampiri mereka berdua. "Perkenalkan, ini Laura. Dia bagian ngurusin penampilan majikan kamu nantinya. Mulai dari nyiapin kemeja dan sebagainya. Dia yang siapin, jadi kamu juga nanti dibantu sama dia," Laura, perempuan itu cantik. Penampilannya juga sangat jauh berbeda dari Alya. Modis, dan juga satupun tanpa ada jerawat yang merusak pemandangan Alya menatapi wajah perempuan itu. Dia menatap dari bawah sampai atas dan satupun tidak ada lecet di tubuh Laura. Tentu saja Alya begitu kagum terhadap perempuan yang ada dihadapannya. "Kamu kok ngelihatnya gitu banget?" "Kakak Laura cantik banget," Perempuan itu tersenyum ramah. "Ngomong-ngomong, kamu juga bakalan bisa berpenampilan seperti aku loh. Ohya kita belum kenalan," ujar Laura dan mengulurkan tangannya dan dibalas oleh Alya. "Alya Cantika," "Namanya bagus," puji Laura dan membuat Alya besar kepala. "Kenapa kamu bisa ada di sini?" "Ceritanya panjang pokoknya. Intinya nanti kakak bakalan tahu kalau aku ceritain dari awal. Karena aku di sini cuman enam bulan. Setelah itu bakalan balik lagi ke kampung," "Kamu masih kuliah?" "Masih. Tapi katanya aku bakalan dipindahin ke kampus lain nanti. Jadi aku nurut aja sekalian ringanin beban, kan," "Kamu memangnya ngapain aja di kampung?" "Bantuin urus kebun teh si kampret, belum lagi sapi-sapinya banyak banget," "Si kampret itu siapa?" dengan polosnya Laura bertanya demikian. Tentu saja yang dimaksud oleh Alya adalah Devan. Karena siapa lagi pria yang sudah membawanya kemari dengan alasan ingin menjadikan Alya sebagai pelayan. "Si kampret itu ya Pak Devan," kekeh Alya dengan keras. Bibi Zu berpamitan meninggalkan keduanya ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Karena perjalanan panjang tadi membuat Devan sangat kelelahan dan sedang tidur saat ini. Mereka berbincang panjang mengenai apa saja kegiatan yang akan dilakukan oleh Alya selama berada di sana. beberapa kali Alya terus sama memanggil Devan dengan sebutan kampret. "Ekhemm." Sosok pria yang baru saja menjadi sumber pembicaraan mereka berdua itu langsung muncul. "Setan muncul dari mana?" teriak Alya karena terkejut dengan kemunculan Devan yang keluar begitu saja. Laura berdiri dan hendak pergi dari mereka berdua karena dia begitu takut dengan Devan akibat ucapan Alya tadi yang bisa saja membuat dirinya dipecat dari sana. sudah beberapa tahun dia mengabdi di sana. justru hanya karena kehadiran Alya membuatnya dipecat dari pekerjaannya. Sungguh itu yang membuat Laura justru takut. Baru saja beberapa langkah Laura pergi, "Mau ke mana?" hadang Devan. "Ah, itu saya dipanggil sama Bibi Zu," dengan sebisa mungkin dia berusaha untuk menghindar. "Menghindar dari saya?" tanya Devan yang melihat gerak-gerik Laura. "Nggak, saya benar dipanggil kok," Devan tidak percaya dan justru menahan tangan Laura. "Besok kamu bawa ke salon. Kamu bersihkan bulu-bulu yang ada di tubuh dia. Sekalian kamu bersihin bulu keteknya barangkali lebat banget," Devan melirik ke arah Alya yang sedang memanyunkan bibirnya. "Suruh sekalian bersihin bulu bawahnya," "Dasar m***m," ledek Alya. Tetapi bukan hal biasa lagi bagi Devan. Laura sendiri tahu bahwa Devan adalah pria yang tidak munafik. Apa pun yang ada di kepalanya langsung dia keluarkan begitu saja tanpa peduli tempat untuk mengatakan hal itu. Devan benar-benar ngeri melihat bulu yang ada ditubuh Alya. "Apa dulu ibumu ngidam tapi nggak boleh makan monyet? Makanya sekarang kamu kayak gitu?" "Ngomong aja terus, Pak. Sampai mulut Anda berbusa," jawaban ketus Alya membuat Laura memejamkan matanya karena takut jika dia dikatakan tidak bisa mengajarkan Alya sopan santun. "Anak kampung," "Daripada bapak dari kota tapi nggak pernah diajarin sopan santun," "Peduli apa saya sama kamu. Kamu ngomong apa aja terserah, oke daripada saya berantem sama kamu. Lebih baik besok kamu bawa anak norak ini ke salon. Itu juga rambutnya kamu potong saja. Saya nggak suka," perintahnya kepada Laura. Alya mengelus rambut panjangnya dan menyayangkan jika dipotong. "Nggak mau," "Apa rambut kamu bakalan utuh dan justru buat gunting patah kalau dipotong sampai-sampai kamu sayang banget sama rambut kamu?" ledek Devan karena dia baru kali ini melihat rambut yang panjangnya sampai betis dan membuat Devan menganggap bahwa Alya merupakan jelmaan kuntilanak. "Enak aja kalau ngomong," "Kalau emang rambut. Minimal tuh disisir, udah jarang sisiran tapi masih percaya diri sayang sama tuh rambut," Devan berkacak pinggang dan meninggalkan kedua perempuan itu di sana. sedangkan dia ke dapur untuk mencari keberadaan Bibi Zu. Perempuan paruh baya itu sedang mengiris bawang putih. "Bibi, yang lainnya ke mana? Kenapa rumah sepi?" "Orang-orang yang ngurusin teman bakalan makan di luar karena ada hajatan tetangga, Devan. Jadi mereka izin," "Kenapa perginya cepat banget?" "Iya sekalian bantuin kan di sana," Devan tidak pernah sendirian melakukan hal apa pun. Bahkan di rumah sebesar itu dia berbaur dengan semua pelayannya untuk makan. Tapi kali ini dia akan makan bersama dengan gadis kampungan itu. "Bibi masak apa?" "Ayam sih sepertinya. Itu Bibi udah bersihin, mau di oven," Bibi menunjuk ayam yang ada di atas meja. "Kenapa bangunnya cepat banget?" "Gimana mau tidur. Suara monyet itu ketawa besar banget, Bi. Ngomong-ngomong suruh Laura cariin dia kampus. Gimanapun juga dia harus tetap kuliah," ucap Devan sambil meneguk air mineral yang diambil dari kulas tadi dan duduk di kursi dekat Bibi Zu. "Pelayan yang kamu maksud itu bukan pelayan siapin makan dan siapin semua keperluan kamu, kan?" "Bibi kayak nggak tahu aja," "Kamu tuh udah waktunya serius sama perempuan. Masa mau main-main terus," "Bibi kan tahu sendiri," "Nggak semua perempuan itu berkhianat, Devan. Kalau kamu jadikan Alya sebagai pemuas kamu, nanti kalau dia hamil gimana?" "Bibi ngomong tuh hati-hati dong. Ohya, nanti bakalan konsultasi ke dokter lah. Nunda kehamilan, siapa tahu dia dikasih obat ini itu, kan," "Devan, Bibi nggak mau komen lagi. Kamu tanggung jawablah nanti kalau dia hamil," Devan tak menanggapi. Justru dia akan membahas hal lain untuk mengalihkan pembicaraan. "Bibi tenang saja. Ohya, dia nggak bakalan langsung kusentuh malam ini kok, Bi. Karena dia harus perawatan. Jijik banget, Bi. Bibi tahu kan aku jijik banget sama perempuan yang banyak bulu tangannya, karena itu jadi trauma terbesar dalam hidup aku, Bi," "Sakit tahu apalagi kalau dicabut semua bulunya," "Bibi kan sekarang ada teknologi. Jadi ya nggak bakalan sakit," "Baiklah. Apapun yang bakalan kamu lakukan, tanggung jawab aja sama semuanya. Bibi nggak mau lihat kamu jadi pengecut, apalagi kalau cuman nyicipin. Tapi nggak mau tanggung jawab terhadap Alya. Bibi pengin kamu serius. Kamu juga udah punya pacar, kenapa nggak kamu nikahin?" "Bi Devan nggak pengin nikah. Devan nggak minat punya istri," "Kamu senangnya nyicipin doang gitu? Alya gimana?" "Dia di sini karena hutang orang tuanya, Bi. Jadi dia jaminan. Cuman enam bulan," "Semoga Alya hamil nanti," Devan mengerutkan dahinya. "Bibi do'anya ngeri banget sama Devan," "Abisnya kamu disuruh nikah malah penginnya main-main. " Ia hanya menyeringai tanpa menanggapi lagi. Sejujurnya Bibi Zu sudah tahu alasan itu akan selalu nomor satu bagi Devan. Tidak ingin menikah. Dan itulah yang membuat dirinya sampai detik ini masih bersantai. Walaupun memiliki kekasih, akan tetapi Devan tidak pernah serius untuk menjalani hubungan. Apalagi sampai ke pernikahan.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD