Mari b******a **

1110 Words
Liam semakin terkejut saat Harriet berlutut di hadapannya–di hadapan batangnya yang masih berdiri tegak. “Madam?” Lick. Liam mengerang. “Madam, tunggu–” Harriet m******t ujung kejantanan pria itu sekali lagi, dan kemudian bersiap– “Harriet, sebentar!” Liam akan langsung keluar jika Harriet memasukkan penisnya ke dalam mulutnya sekarang. Ia menghembuskan napas dan kembali terengah-engah melihat tatapan Harriet yang telah tenggelam sepenuhnya dalam nafsu. Harriet melihat kejantanan Liam berdenyut dan ekspresi panik pria itu. Entah mengapa… pria itu terlihat begitu seksi saat ini. Tubuhnya yang setengah t*******g membelakangi cahaya rembulan, dengan lapisan tipis keringat yang membuatnya semakin mempesona. Tatapan Liam ke arahnya terlihat rumit dan Harriet kini mengerti mengapa pria itu suka sekali menggodanya. Beginikah rasanya menggoda seorang pria dan melihat reaksinya? Harriet menumpukan kedua tangannya di paha Liam dan mendekatkan wajahnya kembali ke kejantanan pria itu. “Seharusnya anda membawa saya, bukan meninggalkan saya.” Liam mengerjap. Tapi ia tidak sempat bereaksi banyak karena Harriet mulai mengulum kepala p***s Liam. “Oh, shi–” Liam mengerang menahan dirinya. Rahangnya terkatup erat dan terlihat jelas urat rahangnya menonjol. Harriet mengingat-ingat tips dari Amelia soal menyenangkan para pria. Ini adalah salah satu yang Amelia ajarkan padanya tanpa mengedipkan matanya. Harriet mengisap p***s Liam dengan lembut dan berhati-hati untuk tidak mengenainya dengan giginya. Namun, ukuran Liam sangat besar hingga rahang Harriet terasa sakit. Ia melirik ke atas, dimana Liam mendongak ke langit-langit dengan kedua tangan yang menutup wajahnya. Saat Harriet m******t ujung batang Liam di dalam mulutnya, ia bisa mendengar desahan dalam Liam menggema di ruangan ini. Harriet mengeluarkannya dari dalam mulutnya, dan Liam menghela napas tajam dengan begitu lega. “Madam–baiklah, aku mengerti, maafkan aku–” Liam tidak tahu bagaimana ia bisa menahan ejakulasinya sendiri. Baginya benar-benar keajaiban ia tidak keluar di dalam mulut istrinya yang hangat dan basah dan… lidahnya yang… “Bagaimana–bagaimana kau bisa–” Liam mengerutkan alisnya. “Ini adalah pertama kalinya?” Harriet berdiri, menatapnya tajam dan meraih kedua tangan Liam untuk menyentuh pinggangnya. “Saya belajar dengan tekun untuk melayani anda, Milord,” Harriet membuka atasan gaunnya dan roknya, lalu membuka korsetnya, membebaskan payudaranya tepat di hadapan Liam. “Sebagai gantinya,” Harriet merona dengan sebuah senyum tipis. “Anda harus menghamili saya…” bisiknya. Liam meraup tubuh Harriet dan mengangkatnya ke ranjang. Saat ia melemparkan tubuh mereka di atas ranjang yang empuk itu, ia dengan otomatis memposisikan sebuah bantal di bawah punggung Harriet dan sedikit mengangkat pinggangnya agar Liam bisa dengan mudah menikmati tubuh Harriet. Lekuk tubuh Harriet yang begitu menggoda terlihat begitu sempurna di mata Liam. Ia memulai dengan gigitan di tengkuk Harriet, lalu ke pundak, pinggulnya lalu kemudian… Ke lipatan bibir bawah Harriet yang seolah memohon untuk dilumat habis oleh Liam. "Hik!" Harriet mengejang ketika lidah Liam menyorobot klitorisnya dengan rakus dan menjulurkan lidahnya ke seluruh bagian dalamnya. Liam menahan kedua paha Harriet yang mengapit kepalanya karena serangannya. Napas Harriet semakin berat, mencengkeram rambut pirang suaminya di antara pahanya. Liam memahami apa yang dinginkan oleh istrinya. Harriet melebarkan kedua kakinya menerima sesuatu masuk ke dalam dirinya. Liam tidak menunggu lagi dan memasukkan kejantanannya ke lipatan v****a Harriet. “...Madam…” bisiknya merasakan betapa licin dan sempitnya dinding v****a wanita itu. Rasanya benar-benar lebih nikmat daripada apa yang pernah ia rasakan sebelumnya. Jauh, jauh lebih intens, saat bagian dalamnya bergerak di sekitar penisnya, membungkusnya dengan erat. Harriet merasakan Liam memenuhinya di dalam dirinya. Setiap gerakan Liam yang mengacak-acaknya di bawah sana, setiap inci bentuk kejantanan Liam dapat dirasakannya dengan jelas. Saat benda keras dan panas itu menerobos ke dalam dirinya, dan saat keluar meninggalkan ruang kosong yang terasa tidak nyaman, Harriet menginginkan lebih. “...Lagi… Milord, kumohon–” “Lagi?” Liam melihatnya dengan mata emas yang berkabut, mencium bibirnya singkat sambil terus menggoyangkan pinggangnya di bawah sana. Harriet mencengkeram sprei saat Liam merubah sedikit posisi pinggangnya menjadi sedikit miring. Kini seluruh p***s Liam menyentuh tempat yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya, dan Harriet terkesiap. “Ah?” “Lagi, Madam?” Liam m******t bibirnya sendiri dan membenamkan wajahnya ke belahan d**a Harriet. Pria itu menyesap aroma Harriet dan mulai mengigiti ujung payudaranya yang sintal. Pria itu lanjut menggigit leher Harriet, dan wanita itu memeluknya erat. Saat itulah Harriet merasakan Liam di dalam dirinya bertambah besar. Harriet melenguh panjang, ia kini menyadari betapa dirinya menginginkan Liam. Inilah yang ia inginkan, seluruh dunia Liam tertuju kepadanya, di saat ini, di tempat ini. “Mmhh!” Ia tidak bisa menahan suaranya ketika Liam mencium bibir rahimnya di dalam sana. Harriet tidak tahu lagi setiap tempat yang pria itu capai, karena ia semakin tidak bisa berpikir apapun selain kenikmatan ketika Liam menusuk bagian yang paling dalam. “Oh–” Mata Harriet terlihat goyah dan perlahan menjadi kabur. Tanpa isyarat lebih jauh, Liam terus menggerakan tubuhnya. Gerakan naik turun yang semakin cepat dan ganas. Slap, slap, slap. Suara hentakan e****s berpadu decitan ranjang serta erangan dan lenguhan di antara keduanya semakin membuat suasana menjadi panas. Harriet tidak mengeluh sedikitpun walaupun pinggulnya mulai terasa lemas. "Madam…" ucap Liam dengan nada yang dalam. Entah Harriet mendengarnya atau tidak, tapi Liam sudah tidak kuat menahannya. Dan ia tahu Harriet yang makin menyempit di bawah sana juga menunjukkan bahwa dirinya juga hampir mencapai puncak. "Sedikit lagi… Milord," balas Harriet dengan dengan bisikan manja di telinga Liam. Perkataan Harriet membuat Liam semakin menggila. Ia menghujam Harriet tanpa ampun dengan tempo sangat cepat. "Oh! Mh! Nghh!!" Harriet mengejang, hilang bersama dalam ekstasi. Di saat yang sama ia bisa merasakan kehangatan di dalam tubuhnya, menyebar di dalam perutnya dan melahirkan rasa kepuasan yang jauh lebih mendalam dari apa yang pernah ia rasakan. Harriet langsung menutup liang vaginanya ketika Liam mencabut keluar penisnya. Ia tidak ingin benih berharga itu menetes keluar. Liam membantunya berbaring ke posisi yang lebih nyaman dan memeluknya erat, menciumi wajahnya yang berkeringat tipis. Kemudian, Harriet yang lemas perlahan mencoba untuk membalas kecupan-kecupan suaminya. Pria itu tersenyum dengan kedua mata yang hampir tertutup kembali. Harriet mengelus kepala Liam, memijat lembut pelipisnya dan menyaksikan pria itu perlahan jatuh ke dalam tidur panjang. Harriet menatap Liam tanpa berkedip. Ia tak tahu bagaimana hidupnya nanti, dan akan lebih baik jika tidak memikirkannya sekarang. Harriet sudah berjanji untuk tidak akan menyesal meski Liam meninggalkannya besok. Ia takkan menyesal jika pria itu tiba-tiba menutup matanya dan tidak bangun lagi selamanya. Air mata Harriet meluncur jatuh ke bantal. Harriet menahan isaknya agar tidak menggangu suaminya yang mulai tertidur pulas. Saat ini, meski Harriet sudah tahu apa nama perasaan yang menghantui batinnya, ia tak mau mengakuinya. Karena jika ia mengakuinya, ia mungkin akan hancur dan takkan bisa bangkit kembali. “Liam…” . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD