Stockholm Syndrome

1249 Words
“Iiihh...” desis Mina menutup matanya “Pecahan segini doang” gerutu Kale sambil melempar sisa pecahan itu ke dalam tong sampah. Mina bergerak, Namun Kale menahan bokongnya untuk jangan berbalik. Ia sedang memasang perban bersih yang telah di berikan cairan antiseptik “Mas.. aku gak betah tidur tengkurap!” protes Mina. Ia merasa dadanya sedikit sesak “Itu gara-gara buah d**a lo yang gede!” seringai lelaki itu. Padahal sesaat yang lalu ia bilang bukit kembar Mina tidak begitu besar, apa hanya karena mendapat sentuhannya beberapa kali sehingga dua benda kenyal di d**a Mina bertambah ukurannya? Mina kembali tengkurap, Ia mengulum senyum berarti usahanya berhasil. Kale tak mungkin mengajaknya berhubungan intim mengingat ia terluka di bagian yang krusial, biarlah ia harus menanggung rasa sakit ini pada tubuhnya namun janganlah hati dan pikirannya yang ikut terluka. Hal ini jauh lebih baik. Jika tubuhnya yang berdarah Mina masih bisa merawatnya dengan memakaikan obat merah tapi jika hati yang merana adakah obatnya kecuali rasa ikhlas menerima segalanya. “Mas mau ngapain?” tanya Mina saat Kale menarik kain spreinya. "Lo mau tidur kotor gini!" ketusnya. Lagi menarik namun ia kesulitan karena ada Mina di ranjang itu. "Sebentar gue panggil Olive dulu!" sebutnya. Kemudian dengan cepat ia menelpon wanita itu untuk masuk ke kamarnya. Tapi sebelum itu Kale berniat membangunkan Mina untuk pindah tempat. "Lo mending di kamar lo ajah dulu!" katanya sambil berusaha membangunkan Mina. Ia gak mau sampai Olive melihat seragamnya di pakai Mina apalagi jadi kotor begini. Padahal ia pernah bersumpah gak akan pernah mengijinkan siapapun menyentuh seragam itu seujung kukupun Kale merentangkan tangannya. "Tapi aku gak bisa jalan, Mas!" kata Mina berusaha menahan perih di pahanya. "Makanya lo gue gendong!" sahut Kale "Tapi nanti malah kena lukanya terus jadi tambah perih!" koment Mina. Ia akan memakai lukanya untuk membuat Kale iba padanya. Sayang Kale terlalu biasa melihat luka yang jauh lebih parah. "Luka lo udah gue kasih alkohol dan antiseptik, gak lama lagi juga bakalan sembuh!" katanya yakin. "Mas tahu dari mana? yang terluka'kan aku?!" oh salah besar... Mina tak akan mau semudah itu lukanya kering. Kalau perlu ia akan terus mengulur sampai Kale tak lagi mau mengurungnya disini. "Udah... Sekarang lo ikut gue ajah!" titah Kale. Mina tak bergerak membuat bola mata Kale melotot supaya Mina menurut. Akhirnya Mina bangun bertumpu pada kedua lututnya. Ia menyeret kakinya, mendekat kearah Kale. "Gimana caranya Mas gendong aku?!" selidik Mina. Gak mungkin'kan lelaki itu menggendongnya ala karung beras lagi. Yang ada tangan Kale akan menyentuh lukanya. Kale nampak berfikir, ia mengangkat tubuh tangan kanan Mina, untuk melingkar di leher kokohnya. "Mas...!" pekik Mina karena tangan Kale mencoba meraba pinggulnya sampai bagian bawah "Jangan banyak ngomong!" kritik Kale yang sudah memanggul Mina ala bridal. Kale melewati kamar mandinya. Berniat memencet pasword pintu rahasia itu. "Tutup mata lo!" pekik Kale tak ingin Mina mengetahui rahasianya. Mina menurut ia menutup matanya sambil menempelkan wajahnya di bahu Kale. Lelaki itu jadi bingung. Kedua tangannya sedang menggendong Mina. Bagaimana cara ia memencet tombol itu "Lo turun dulu,yah!" katanya pelan menurunkan Mina. Mina berdesis perih. Karena sungguh, saat ini ia tak mampu berdiri tegap. Kale mengerti tangan satunya melingkar di pinggul istrinya sebagai penahan agar wanita itu tidak jatuh. Sedang Mina masih menenggelamkan wajahnya di d**a Kale. Wangi parfum mahal tercium dari baju pria itu. Namun bukan itu yang membuat perasaannya nyaman. Tapi tangan Kale yang melingkar di pinggulnyalah yang membuat Mina seperkian detik merasa begitu di lindungi Mina tahu, perasaan ini seharusnya tak mungkin pernah hadir mengingat bagaimana kejinya prilaku lelaki itu padanya. Tapi tak bisa Mina pungkiri juga... Ialah satu-satunya lelaki yang menyentuhnya. Ada kalanya Mina bermimpi mengharapkan seorang pria ideal yang akan menjadi suaminya kelak. Dan Kale bukanlah pria yang gagal jika membicarakan pria ideal itu. Tinggi tubuhnya, bahunya yang lebar, mata elang bahkan senyum nakalnya adalah satu kelebihan yang Tuhan berikan pada-nya. Mina bahkan berani bertaruh...Tak akan ada satu manusiapun yang mampu menolak pesona pria gila itu. Mungkin Mina telah terpuruk dalam stockholm syndrome. Membuat ia kadang membayangkan jika semua yang Kale lakukan padanya bukanlah satu kesalahan. Yah... begitulah, terkadang manusia akan berfikir kearah yang jauh lebih menguntungkan untuknya disaat terdesak itu dilakukan agar tak melukai akal dan nurani manusia itu sendiri. Seperti Mina yang mencoba "memahami" perlakuan suaminya. Menganggap semua yang ia jalani adalah hal "biasa". Dan tidak sebaiknya ia yang hanya seorang anak yatim berharap kebahagiaan sejati. Toh... Kale menjaganya meski hanya seperti penjagaan terhadap barang. Kale sedikit merunduk, kembali meletakkan lengannya di bo-kong Mina untuk membopong wanita itu lagi. Mereka melewati lorong yang hanya disinari cahaya lampu kuning. Tanpa sadar membuat Mina mematok tatapannya ke wajah jantan Kale. Kedua tangannya semakin melingkar di leher suaminya. Bibirnya mengerucut spontan. Teringat dimana bibir sen-sual Kale mencecap bibirnya penuh hasrat. Ia berganti mengigit bibir bawahnya. Kenapa saat ini ia ingin saat itu terulang kembali. Apa kegiatan mereka semalam juga telah menjadi candu baginya? Tanpa terasa lorong gelap itu berganti menjadi ruangan luas dengan penyinaran yang terang. Ruangan itu adalah kamar Mina. Kale berniat mendudukkan Mina di ujung ranjang. Berusaha tidak menekan luka di paha Mina, ia meletakkan gadisnya begitu hati-hati seolah Mina adalah gelas kristal yang mudah pecah. Pelan Mina mengendurkan rangkulannya di leher Kale. Setelahnya ia menyimpan tangannya di atas pahanya. Sedikit mendongak mencari tahu apa yang akan Kale lakukan lagi padanya. Nyantanya lelaki itu terduduk diantara paha Mina. Tangannya membereskan rambut Mina yang menutupi bahu wanita itu. Mengembalikannya menjadi satu ke punggung Mina. Mina terdiam, ia semakin meremas tangannya karena Kale tanpa sikap angkuhnya terlihat begitu manis apalagi jika dipandang sedekat ini. Setelah selesai merapikan rambut Mina yang tergerai liar. Jemari panjangnya mengelus curuk leher Mina dengan gerakkan terinci Mina menutup matanya lekat. Antara geli dan berdebar menjadi satu rasa berkumpul di dalam da-danya. Kalepun sangat menyukai menyentuh kulit mulus Mina. Terasa kelembutan dari tubuh wanita itu. Namun juga mampu menafsirkan kekuatan dari dalam di kala Mina mengetatkan lehernya. Kale menyukainya. Entah, apa yang lelaki itu inginkan untuk masa depannya. Tapi mempunyai pasangan yang tegas sikap dan prinsip adalah hal yang sempat ia bayangkan jika berbicara istri idaman Beralih ke kerah seragamnya. Menyentuh kancing baju atas. Memutar biji kancing itu. Dan saat itu juga Mina telah membuka netranya, dan ikut menatap tangan Kale. "Ini baju gue!" kata Kale. Membuka kancing itu satu persatu. Pupil mata Mina bergetar, ia sadar... dirinya hanya memakai seragam itu untuk menutupi tubuh polosnya. Kontan Mina menahan tangan Kale. "Jangan, Mas!" larangnya sambil menggeleng. "Nanti noda bajunya gak ilang!" info Kale yang telah selesai membuka kancing baju itu sampai akhir. Kale melebarkan bajunya. Otomatis bukit kembar di da-da Mina terpajang di depan matanya. Tetapi lelaki itu mencoba tak acuh. Ia terus membebaskan baju itu dari tubuh Mina. Pelan mengeluarkan dari bahu kecil istrinya. Dari kanan dan berganti ke sebelah kiri. Setelah sampai di lengan Mina ia menariknya. Lalu memandang seragamnya yang kotor dan lecek. "Lo sih... Pake-pake baju gue sembarangan!" gerutu lelaki itu seakan tak memperdulikan Mina yang kini telanjang. "Ck...!" decak Mina malas. Ia hampir berdiri, berniat berjalan ke lemarinya sendiri. Gimanapun Mina merasa malu harus bu-gil di depan orang lain. Meski orang itu suaminya sendiri. "Eh, ngapain?!" selidik Kale. Tadi wanita itu bilang gak bisa berjalan bahkan untuk berdiri saja ia kesulitan. Mina tak menjawab, tapi ia mencoba memaksakan dirinya untuk bangun. Telapak tangan Kale langsung menahan bahu wanita itu. mengembalikan ke posisi semula. "aahhkk...!" Mina merasa sakit karena cengkraman tangan Kale di bahunya. Padahal lelaki itu hanya memakai sedikit kekuatannya. Mungkin jika ia memakai semua kemampuannya. Tulang di bahu Mina akan retak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD