Tertidur Nyenyak

2167 Words
Letty sudah membeli makan siang sup daging lezat dengan sedikit bubuk cabe dan menyantapnya di tempat. Setelah merasa kenyang, Letty membeli beberapa buah di kios pinggir jalan, lalu bergegas pulang dengan naik taksi. Akan terasa segar banyak mengkonsumsi buah karena pagi hari pun Letty mual cukup parah hingga sulit makan. Letty merupakan cerminan single mom by choice karena mempertahankan janin dalam rahim yang sebenarnya tidak dikehendaki itu adalah hal yang luar biasa berat. Kebanyakan perempuan yang mengalami hal serupa akan stress, bahkan tega melenyapkan janin tersebut, sedangkan Letty yang pernah merasakan pahitnya hidup di panti asuhan pun tak ingin janin yang nantinya akan menjadi bayinya mengalami hal buruk. Sebisa mungkin, Letty akan menjaga dan merawat meski tidak ada rasa sama sekali pada lelaki yang m*****i dirinya, apalagi tidak saling kenal. “Tenang ya, Sayang. Aku akan berada bersamamu. Kita berdua pasti bisa melalui semua ini,” ujar Letty sambil mengusap perlahan perutnya yang belum buncit. Taksi membawa Letty ke rumah yang sudah disewa penuh oleh Dyenn. Sesampainya di sana, Letty segera memberikan uang kepada sopir taksi dan kemudian berjalan masuk ke dalam rumah. Perempuan itu tersenyum mengingat tadi saat Dyenn mengecup keningnya. Terasa ada sesuatu, meski Letty merasa tak mungkin dirinya bersama Dyenn. Letty merasa rendah diri dan tidak layak bersanding dengan lelaki sebaik Dyenn. Hal itu yang membuat Letty menolak apa yang diutarakan Dyenn yaitu ingin mempersunting dirinya. Mungkin orang-orang akan mencemooh Letty karena memiliki anak tanpa suami. Mungkin orang-orang juga akan mengatakan Letty naif dan bodoh karena menolak lamaran dari Dyenn. Namun orang-orang itu tidak akan tahu apa yang sebenarnya Letty rasakan sangatlah rumit. Bahkan untuk mengungkapkan hal itu pun Letty tak bisa. Setelah masuk ke dalam rumah, Letty menunggu perabotan yang Dyenn belikan tadi untuknya. Sebenarnya Letty dan Dyenn terlihat seperti pasangan yang baru saja menikah, sangat akrab dan bahagia. Keduanya sebenarnya memiliki perasaan meski besarnya rasa itu tak sama. Namun kondisi Letty saat ini seperti dinding penghalang yang tinggi. Tak mungkin Letty menerima Dyenn yang melamar setelah tahu kondisi saat ini, apakah hal itu hanya karena kasihan? Letty merasa Dyenn pantas mendapatkan yang jauh lebih baik dari dirinya. Di dalam rumah, Letty pun menyeduh minuman hangat dan melepaskan mantel tebal di tubuhnya. Letty pun duduk sambil memainkan ponselnya. Dia tidak tahu apa yang saat ini Dyenn kerjakan, tetapi sepertinya sangat penting karena Dyenn terburu-buru pergi. Letty hanya bisa berharap Dyenn mendapat kemudahan dalam setiap pekerjaan agar memiliki masa depan lebih baik. Letty juga berharap tidak bertemu dengan lelaki itu lagi, meski sebenarnya Letty ingin menemui lelaki itu. “Apakah aku harus menceritakan semua ini kepada lelaki itu? Aku masih ingat di mana apartemennya tinggal. Namun apakah lelaki itu akan percaya? Aku tidak yakin dia akan percaya. Aku hanya tidak ingin ada penolakan di sini,” gumam Letty yang mengusap-usap perutnya. Letty pernah merasakan di panti asuhan dan tidak dipilih oleh keluarga manapun saat teman-teman sebayanya dipilih oleh keluarga baru. Merasa tidak berarti dan tertolak adalah hal yang sangat menyakitkan meski Suster dan Bapa di panti asuhan selalu mengatakan kalau anak-anak yang berada di sana adalah anak-anak beruntung karena Tuhan mengasihi dan mengulurkan tangan kepada anak-anak yang tidak merasakan kasih sayang orang tua untuk tinggal bersama. Letty selalu merasa kalau hal itu hanyalah ucapan semata karena tidak pernah mengingat orang tuanya seperti apa. Suster di panti asuhan pernah mengatakan kalau Letty mengalami kecelakaan sebelum dibawa ke panti asuhan. Namun semua hal itu sama sekali tidak bisa Letty ingat. Hanya impian memiliki keluarga utuh yang saat ini juga sirna karena kejadian tidak diinginkan ini. Letty yang menunggu cukup lama pun akhirnya tertidur dengan posisi kepala bersandar di meja dan tangan sebagai pengganti bantal. Letty tertidur cukup nyenyak hingga tidak dengar ketika pengirim barang-barang datang dan menekan bel beberapa kali. Karena pintu tak kunjung dibuka dan pengiriman barang harus berjalan ke tempat lain, mereka pun inisiatif untuk membuka pintu gerbang yang ternyata tidak dikunci. Menurunkan semua barang-barang dari mobil pickup ke teras rumah Letty yang tidak luas. “Permisi! Permisi!” seru petugas pengantar barang sambil mengetuk pintu rumah Letty berkali-kali. Perempuan itu terlalu lelah seharian berjalan dan memilih-milih barang. Apalagi kondisi hamil pasti cepat lelah dan mudah mengantuk. Petugas pengantar barang menunggu cukup lama hingga akhirnya meninggalkan pesan di kertas yang diselipkan dari bawah pintu karena pintu rumah Letty dikunci dari dalam, sedangkan barang-barang sudah diletakkan di teras. Petugas pengantar barang kembali menutup pintu gerbang dan pergi meninggalkan rumah itu. Sore berganti malam dengan cepat. Kondisi rumah Letty masih gelap karena perempuan itu belum menyalakan beberapa lampu di beberapa ruangan jadi terlihat gelap. Hanya lampu dapur yang tetap menyala. Saat itu, Dyenn sudah sampai di rumah Letty. Setelah urusan selesai mengantarkan Mr. Kim dan Hana, Dyenn pun bergegas ke rumah Letty. Lelah di badan pun tidak jadi rasa bagi lelaki yang sudah sangat mencintai sosok Letty. Dia merasa bersalah tadi meninggalkan Letty terlebih dahulu untuk ke tempat Hana karena khawatir. Padahal Hana adalah calon Mr. Kim, harusnya Dyenn tak perlu khawatir karena Mr. Kim tetap akan menjaga Hana meski tidak suka. Mobil yang dikendarai Dyenn sudah sampai di depan rumah Letty dan diparkirkan di tepi jalan. Lelaki itu bergegas membuka bagasi dan membawa bahan-bahan makanan yang tadi siang dibeli di swalayan setelah membeli beberapa perabot rumah tangga. Tangan Dyenn terlihat penuh membawa beberapa bahan makanan, karena tadi sudah membeli kulkas juga, pasti akan lebih mudah. Dyenn mencoba menekan bel pintu gerbang. “Kenapa lampu depan belum menyala? Apa Letty lupa menyalakan lampu depan soalnya ini bukan lampu otomatis menyala,” gumam Dyenn sambil menunggu cukup lama di depan. Udara yang berembus makin dingin membuat Dyenn mencoba membuka gerbang, ternyata tidak dikunci dan kondisi semua perabot yang dibeli tadi sudah berada di depan teras kondisi pintu rumah juga tertutup. Dyenn takut ada sesuatu hal yang terjadi dengan Letty. Dia langsung meletakkan kantong belanjaan di teras dan mengetuk pintu rumah berulang-ulang kali dengan khawatir. “Letty! Letty, buka pintunya!” Pintu terkunci dari dalam dan belum ada jawaban dari Letty, Dyenn makin gelisah hingga nekat untuk mendobrak pintu rumah. Beberapa kali Dyenn mendobrak pintu dengan sekuat tenaga hingga pintu itu terbuka. “Letty? Letty? Kamu kenapa?” Dyenn langsung berlari masuk dan menemukan Letty di ruang tengah dengan posisi tertidur bersandar di meja. Dyenn menghela nafas lega melihat Letty ternyata tertidur. Hampir saja Dyenn panik karena perempuan yang dia cintai tidak ada respons sama sekali saat pintu diketuk dan bel gerbang dipencet berkali-kali. Dyenn pun menyalakan lampu di semua ruangan dalam rumah maupun teras dan depan gerbang. Rumah minimalis itu memang cocok untuk keluarga muda, andai saja Letty menerima lamaran Dyenn. Hanya saja memang Letty menolak dan Dyenn tidak mau memaksakan hal itu. Setelah semua lampu menyala, Dyenn pun menunggu Letty bangun sebelum menggotong barang-barang masuk ke dalam rumah karena takut Letty terganggu. Letty terlihat kelelahan dan tidur sangat pulas. Dyenn menatap tiada henti wajah Letty yang tidur dengan lelap. Beberapa menit kemudian, Letty pun terbangun. Saat membuka matanya, Dyenn sudah berada tepat di hadapan Letty. “Ah, Dyenn? Kenapa sudah ada di sini? Bukannya kamu kerja?” Letty terkejut dan bingung melihat Dyenn sudah ada di hadapannya. Letty juga mengusap kedua matanya berulang-ulang untuk memastikan ini bukan mimpi. “Kamu kelelahan, ya? Tidur sangat pulas sampai tidak dengar orang mengetuk pintu sampai mendobrak pintu. He he he ....” Dyenn tersenyum dan mengusap pipi Letty perlahan. “Mendobrak? Kamu ... oh, iya, tadi pintu depan memang aku kunci. Ya ampun, maaf Dyenn. Lalu bagaimana pintunya? Aduh, ini sudah jam berapa? Petugas pengiriman barang pasti kesulitan karena aku tidur cukup lama,” kata Letty yang bingung karena sudah malam. “Tak apa. Semua baik-baik saja. Tidak usah khawatir. Letty, aku tadi takut ada hal terjadi padamu, maka dari itu aku dobrak pintu. Tak apa, besok aku akan pesan pintu baru untuk rumah ini,” ujar Dyenn yang kemudian merengkuh tubuh Letty dalam pelukannya yang hangat. Ada rasa yang tak bisa diungkapkan dari Letty saat menerima perlakuan lembut Dyenn. Begitu pula Dyenn yang merasa sangat bahagia bisa bersama Letty. Bahkan segala rasa khawatir tadi langsung lenyap saat melihat Letty baik-baik saja dan hanya kelelahan, tertidur nyenyak. Pelukan kali ini begitu lama, Letty merasa sangat nyaman didekap Dyenn. Andai saat ini Letty tidak dalam kondisi hamil, mungkin akan kembali memikirkan lamaran Dyenn. “Dyenn ... apa kamu tidak lelah mondar-mandir begitu jauh?” “Tidak, asal kamu sehat dan bahagia, aku tidak akan lelah.” “Dyenn ... bisakah kamu melepaskan pelukan ini?” “Oh, ya. Maaf.” “Tak apa. Aku hanya takut terlalu nyaman dan tidak mau berpisah.” “Aku tidak akan ke mana-mana. Malam ini, aku akan tidur di sini. Kamu bisa mandi terlebih dahulu dan aku akan menata barang-barang yang berada di teras untuk dibawa masuk ke rumah,” jelas Dyenn sambil melepas pelukannya pada Letty. “Iya, Dyenn. Aku mandi dulu biar segar, ya? Terima kasih banyak. Aku sampai bingung harus mengucapkan seperti apa lagi.” “Cukup dengan bahagia dan sehat, aku sudah bersyukur bisa menemani kamu. Sana mandi ... aku akan membereskan barang-barang di depan.” Dyenn tersenyum dan kemudian berdiri untuk segera membereskan barang-barang yang ada di teras. Lelaki itu bersemangat menata semua barang-barang dengan baik. Apa yang Dyenn pikirkan hanya membahagiakan Letty. Letty segera mengambil pakaian ganti dan ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh. Perempuan itu merasa tak karuan dengan tingkah Dyenn. Perhatian yang luar biasa dan kondisi Letty yang sedang hamil membuat dirinya sensitif karena hormon meningkat. Kran air hangat diputar dan shower mulai mengucurkan air deras membasuh tubuh Letty. Letty mengusap perlahan dan menggunakan sabun berbusa di tubuhnya. Banyak hal yang ingin dia ungkapkan, tetapi belum bisa saat ini. “Dyenn ... kenapa kamu sebaik ini padaku? Aku ... entah apa yang aku rasakan saat ini, tetapi aku sangat nyaman bersamamu,” lirih Letty pada diri sendiri. Membayangkan Dyenn yang sangat baik pada dirinya dan memang sejak dahulu menyukai Letty. Apakah salah jika Letty tidak menerima lamaran Dyenn? Bukankah sebuah rasa memang kadang tak mudah diungkapkan bahkan sesuatu yang harusnya mudah menjadi rumit. Letty tidak mungkin menerima Dyenn dalam kondisi seperti ini. Meski rasanya ingin, tetap saja tidak bisa Letty bersama Dyenn karena calon bayi yang ada di dalam kandungannya adalah anak dari Mr. Kim. Di sisi lain, Hana berada di dalam kamar. Kepalanya masih pening dan perutnya masih mual dan sakit karena perbuatannya yang kekanak-kanakan. Hana merasa menyesal melakukan hal itu karena Dyenn pun pulang tanpa bisa perempuan itu berbicara. Hana menghela nafas dan meraih ponselnya. Sudah malam, Hana masih terpikir soal Dyenn. Apakah sikap Hana akan membuat Dyenn hilang feeling? Hana merasa tak enak hati dan mengirimkan pesan kepada Dyenn. Dyenn, selamat malam. Maaf kalau tadi aku merepotkan kamu. Aku ingin berbicara denganmu, tetapi tadi ada kedua orang tuaku jadi aku belum bisa mengajak bicara kamu. Maaf, ya. Aku cukup kacau hari ini. Kalau kamu bisa, aku ingin bertemu dan berbicara denganmu besok. Balas, ya. Setelah mengirimkan pesan, Hana harap-harap cemas menunggu balasan dari Dyenn. Di dalam kamar bernuansa merah muda itu, Hana duduk di kursi depan meja rias berharap Dyenn segera membalas pesan yang Hana kirim. Namun ternyata Dyenn masih sibuk menata perabotan di rumah Letty. Ponsel di letakkan di meja, sedangkan Dyenn masih menggotong barang-barang dsn menata. Mulai dari kulkas mini, televisi, meja televisi, kasur yang lebih empuk, dan almari. Setelah membawa masuk barang-barang tersebut dan menatanya di tempat yang sesuai, Dyenn pun menata bahan makanan yang dibeli ke dalam kulkas. Dyenn berkeringat cukup banyak karena lelah, tetapi tak pernah bibirnya mengeluh. Asal bisa melihat senyum manis dari Letty itu sudah lebih dari cukup bagi Dyenn. Dyenn pun menyeduh minuman hangat untuk dua gelas. Lalu duduk di ruang tengah yang sudah ada karpet cukup hangat untuk duduk sambil menunggu Letty selesai mandi. “Fiuh ... bau sekali kemeja ini. Aku belum bawa pakaian ganti, jadi bagaimana aku bisa mandi? Nanti aku akan beli di toko saja,” gumam Dyenn hendak beli pakaian untuk ganti karena malam ini Dyenn akan menginap di sana. Pintu rumah Letty rusak karena didobrak Dyenn tadi dan akan bahaya kalau perempuan tinggal sendirian di rumah dalam kondisi pintu rusak tidak bisa dikunci. Letty sudah selesai mandi dan mengenakan pakaian tidurnya. Saat keluar dari kamar mandi dan hendak ke kamar, Letty melewati ruang tengah sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dyenn menatap Letty tanpa berkedip. “Astaga bisa senam jantung kalau seperti ini. Setiap melihat Letty membuat jantungku berdegup kencang. Andai saja Letty menerima lamaranku. Pasti aku menjadi lelaki paling bahagia di dunia ini,” batin Dyenn yang tak bisa memungkiri kalau masih berharap lamarannya diterima. Malam itu, Dyenn dan Letty makan malam bersama dengan memesan lewat online. Tak lupa Dyenn juga membeli pakaian via online, tidak jadi ke toko langsung. Setelah itu, Dyenn mandi dan ganti pakaian. Mereka berdua pun makan malam bersama, lalu mengobrol sebentar dan akhirnya keduanya sudah mengantuk. Dyenn tidur di ruang tengah dengan kasur lama milik Letty, sedangkan Letty tidur di kamar dengan kasur baru yang Dyenn belikan. Dyenn sudah pesan pintu baru untuk mengganti serta orang yang akan memperbaiki pintu datang pagi pukul delapan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD