Terlalu Mengekang

2062 Words
Mr. Kim sudah berada dalam ruangan kantornya, lebih tepatnya di ruang CEO perusahaan MixStars. Lelaki itu duduk di kursi empuk belakang meja yang sudah penuh dengan tumpukan berkas yang harus ditandatangani olehnya. Mr. Kim menekan tombol di telepon kantornya. “Tolong bawakan secangkir latte, ya,” ucap Mr. Kim kepada pegawai yang bertugas membuat minuman untuk para pekerja kantor. Biasanya Dyenn yang membuat minuman sekaligus untuk Mr. Kim. Sambil menunggu minuman datang, Mr. Kim berdiri dan berjalan perlahan dekat kaca jendela ruangannya yang bisa menunjukkan keadaan di luar sana dari ketinggian. Lelaki berjas hitam dan dasi navy itu menghela nafas. “Kenapa panti asuhan itu terasa tidak asing, ya? Letty ... kenapa kamu begitu baik hingga mengorbankan masa muda untuk bekerja lebih banyak demi menyumbang secara finansial pada panti asuhan yang sudah menampungnya sejak kecil? Bukankah setelah dewasa, kamu berhak memilih hidupmu? Bukan seperti ini ... kenapa kamu lari dan tidak mau berbicara denganku? Saat aku memberi cek dengan jumlah cukup banyak, mengapa kamu tolak dan sobek begitu saja padahal kamu membutuhkan uang juga. Kenapa semua ini penuh teka-teki?” Mr. Kim berbicara pada dirinya sendiri dan meletakkan telapak tangan di kaca yang memantulkan bayangannya. Lelaki itu tak habis pikir soal Letty. Perempuan yang sudah bersamanya semalaman, meski Mr. Kim tidak ingat kejadian setelah masuk ke dalam apartemen. Namun hal itu sudah nyata dengan bukti bercak darah milik Letty yang menunjukkan keduanya baru pertama kali melakukan. Mr. Kim kembali mengingat wajah polos dan lugu dari Letty, meski tanpa senyum yang mekar di wajah gadis itu, Mr. Kim tahu kalau sebenarnya Letty perempuan yang hangat. Suara ketukan pintu itu membuat lamunan Mr. Kim terhenti. Lelaki itu membalikkan tubuhnya. “Ya, masuk!” Bodyguard berada di depan pintu, jadi Mr. Kim hanya sendirian di dalam ruangan jika Dyenn tidak masuk bekerja. Seorang lelaki masuk membawakan secangkir latte pesanan Mr. Kim Dan meletakkan di atas meja. “Permisi, Tuan Kim, ini latte pesanan Anda.” “Ya, terima kasih.” Lelaki itu pun berlalu pergi. Namun saat pintu hendak ditutup, Nyonya Besar Hae Soon masuk bersama pengawalnya. Mr. Kim terkejut melihat mamanya sudah pulang dari berlibur padahal ini belum jadwalnya pulang. “Mama?” “Kim, Mama sengaja pulang karena kemarin mendapatkan laporan kamu ke panti asuhan. Mungkin sangat mengejutkan melihat Mama di sini, tetapi ini yang harus Mama katakan soal sumbangan panti asuhan tidak Mama izinkan!” Nyonya Besar to the point mengatakan soal keberatan. “Ma, duduk dahulu. Kita bicarakan soal ini. Kim tidak meminta izin karena semua itu menggunakan uang pribadi Kim, bukan uang perusahaan.” Mr. Kim mendekati perempuan setengah yang selama ini mengasuh dirinya dan masih terlihat muda serta cantik. “Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Mama tidak suka kamu memberi donasi pada panti asuhan itu. Bukankah perusahaan kita sudah menjadi donatur diberbagai acara amal? Jangan berlebihan.” Nyonya Besar Hae Soon seolah menyembunyikan sesuatu yang tak bisa Mr. Kim ingat. Entah mengapa Mr. Kim merasakan ada yang mamanya sembunyikan hingga tidak memperbolehkan Mr. Kim donasi ke panti asuhan itu. “Ma, ini uang pribadi Kim dan apa yang Kim lakukan atas kesadaran. Cukup Mama dan Papa mengatur hidup Kim dengan perjodohan konyol, jangan kembali mengatur soal keuangan Kim.” Nyonya Besar Hae Soon pun kesal pada putranya yang keras kepala. Memang sifat Mr. Kim mirip sekali dengan papanya. Keras kepala, dingin, dan pendiam, tetapi kalau berbeda pendapat akan mengutarakan dan mempertahankan apa yang dia kehendaki untuk dilakukan. “Baiklah kalau itu yang kamu mau, Kim. Asal segera nikahi Hana. Paling tidak kalian harus bertunangan terlebih dahulu!” ancam Nyonya Besar Hae Soon. “Akan Kim pikirkan ulang soal itu,” jawab Mr. Kim dengan nada datar. Mengapa harus membahas soal pertunangan perjodohan ini? Bahkan Hana dan Mr. Kim tidak saling mencintai meski sudah mencoba saling mengenal satu dengan yang lainnya. Setelah mengatakan hal itu Nyonya Besar Hae Soon pun meninggalkan ruangan tempat bekerja putra tunggalnya. Mr. Kim masih berdiri dan terdiam. Dia bukan lelaki yang suka membantah kedua orang tuanya tetapi kali ini soal donasi panti memang benar-benar keinginan dirinya sendiri dan menggunakan uang pribadi yang dia miliki. Seharusnya hal seperti ini tidak membuat mamanya marah dan datang ke kantor. Mr. Kim makin heran kenapa seperti itu? Bahkan soal perjodohan dengan Hana, Mr. Kim mencoba diam dan mengikuti alur meski tahu ini semua tidak akan berjalan baik. Apalagi Mr. Kim tahu kalau Hana sepertinya menyukai Dyenn. Hal yang makin rumit saat ini terjadi di hidup Mr. Kim. Lelaki itu meraih cangkir berisi latte dan meminumnya perlahan. Lalu, dia duduk kembali di kursi dan mulai bekerja. Membuka file-file yang harus dipelajari terlebih dahulu sebelum dia tanda tangani. Mr. Kim memulai pekerjaan meski masih memikirkan soal Letty karena dia bukan lelaki yang kejam seperti yang dipikirkan oleh Letty. Hari itu, Mr. Kim tidak ingin pulang terlebih dahulu ke rumah. Dia memilih ke apartemen karena tahu mamanya pasti masih akan membahas hal ini di rumah. Mr. Kim memilih tidak ingin berdebat dan lebih baik menyendiri lebih dahulu. Mr. Kim bukan orang yang pembangkang, apalagi berani membantah kedua orang tuanya. Namun soal donasi dengan uang pribadi, sebenarnya bukan menjadi wewenang kedua orang tua Mr. Kim. Mr. Kim mengelola perusahaan ini pun menghasilkan uang yang banyak untuk kedua orang tuanya. Apa salah Mr. Kim yang ingin berbagi apalagi demi perempuan yang mendapat permasalahan karena dirinya. “Letty ... andai kamu mau bertemu denganku. Aku ingin meminta maaf dan mengetahui keadaanmu saat ini. Apakah kamu ketakutan? Apakah kamu salah paham?” gumam Mr. Kim yang masih merasa tak karu-karuan. Ternyata perasaan itu sampai pada Letty yang baru saja selesai membereskan rumah. Petugas yang mengganti pintu rumah sudah pulang dan Dyenn hendak mengajak Letty pergi ke pusat pembelanjaan untuk membeli pakaian. Letty sebenarnya menolak karena sudah terlalu banyak menerima kebaikan dari Dyenn, tetapi Dyenn memaksa karena hari ini lelaki itu juga hendak membeli pakaian juga. Dyenn belum rela untuk pulang dan meninggalkan Letty sendirian di rumah. “Dyenn, tidak mungkin kamu tidur di sini terus, kan? Apalagi kondisiku saat ini seperti ini.” Letty sudah duduk di kursi samping Dyenn yang menyetir mobil menuju ke pusat perbelanjaan. “Iya, Letty. Maaf kalau membuatmu tak nyaman. Kalau begitu, kita beli pakaian saja, lalu aku akan mengantarmu pulang setelah membeli stok makanan dan sabun serta lain sebagainya untuk kebutuhan sehari-hari agar kamu tidak kesulitan kalau aku tidak di sana, bagaimana?” “Iya, baiklah. Terima kasih banyak, Dyenn. Mulai besok aku akan cari pekerjaan agar bisa menghasilkan uang untuk diriku sendiri,” kata Letty yang ingin kembali menjadi perempuan mandiri. Menjadi perempuan hamil bukan berarti tidak produktif bekerja, kan? “Letty, apakah kamu mau melakukan usaha di rumah? Kita bisa memikirkan itu, jadi kamu tidak perlu repot-repot bekerja di luar.” “Ide bagus, Dyenn. Aku pernah ikut kursus merajut. Bagaimana kalau aku memulai bisnis serba rajut? Mungkin mulai dari syal rajut atau sweater.” Letty pun bersemangat dengan ide dari Dyenn. Dyenn tersenyum karena dia tidak ingin Letty kembali bekerja ikut orang dan kemungkinan bisa bertemu dengan lelaki yang sudah menghamili Letty. “Iya, kamu bisa coba membuat syal rajut. Nanti kita beli semua perlengkapannya, oke? Kamu bisa menjual via online jadi semua akan lebih mudah,” ucap Dyenn mendukung apa yang akan Letty jalani. Setidaknya dengan merajut juga menjadi hiburan tersendiri untuk Letty dan bisa dilakukan di rumah. Berjualan via online juga bagus prospek ke depan karena banyak toko online sukses di Korea Selatan. Apalagi trend masa kini, semakin mudah menjalankan usaha dari rumah. Dyenn senang melihat Letty antusias ingin menjalankan usaha dari rumah. Lelaki itu mendukung seratus persen hal tersebut. Dyenn melajukan mobilnya perlahan menuju ke toko jahit sebelum pergi ke pusat perbelanjaan. Dia melihat lewat petunjuk jalan maps di navigasi mobilnya. Lebih mudah mencari tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi dengan navigator. Setelah sampai di toko jahit itu, Dyenn pun mengajak Letty keluar dari mobil untuk memilih semua kebutuhan merajut. Letty senang sekali melihat benang rajut beraneka warna. Segera perempuan itu memilih aneka perlengkapan untuk merajut. Letty merasa kalau tidak ada salahnya untuk memulai pekerjaan dari rumah karena semakin hari pasti kandungannya semakin besar. Kalau tidak merintis dari sekarang, akan kesulitan bekerja kelak. Apalagi kalau bayinya sudah lahir. Letty tidak ingin terus menerus menggantungkan hidupnya pada Dyenn. “Dyenn, terima kasih idenya. Aku senang bisa menemukan hal yang aku sukai dan semoga menghasilkan.” Letty tersenyum menatap Dyenn. Ada pengharapan bagi Letty untuk masa depan. “Iya, sama-sama. Jangan mengkhawatirkan hal ini. Aku akan selalu mendukungmu dan bersamamu.” Setelah memilih semua perlengkapan merajut, mereka pun pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian. Kemungkinan Letty membutuhkan pakaian khusus ibu hamil dan Dyenn sudah memikirkan hal tersebut jauh hari sebelum kandungan Letty semakin membesar. Dyenn dan Letty saling bercanda dan memilih-milih pakaian satu dengan yang lainnya seakan sepasang kekasih. Mereka memang dekat sejak kecil dan hal yang mereka lakukan bukan hal yang aneh bagi Letty. Berbeda dengan yang Dyenn rasakan, begitu membahagiakan dan mendebarkan. Saat melihat dress yang mirip dengan dress pemberian Mr. Kim waktu itu, Letty merasa jantungnya berhenti berdetak. Terkejut dan teringat kejadian saat dia terbangun dalam kondisi polos tanpa busana dan dipeluk lelaki tak di kenal yang juga sama-sama tak berbusana. Kejadian sebulan yang lalu, mengubah hidup Letty. Bahkan saat ini Letty jadi menyusahkan Dyenn karena permasalahan ini. “Letty, ada apa?” tanya Dyenn yang bingung sahabatnya hanya terdiam menatap dress yang berada di dalam kaca dengan manekin. “Mmm ... tidak apa-apa, Dyenn. Aku hanya ... ingat sesuatu.” “Ingat apa?” “Tak apa, Dyenn. Ayo kita ke sana saja. Aku lihat ada perlengkapan bayi. Aku ingin lihat itu saja,” ujar Letty menarik tangan Dyenn agar bergegas pergi dari toko tersebut. Letty pun berpikir soal Mr. Kim. Kenapa lelaki itu sampai di kedai tempat dia bekerja? Apakah lelaki itu mencarinya atau hanya kebetulan semata? Lalu apakah Mr. Kim merasakan apa yang Letty rasakan? Semua perasaan yang membingungkan, hal yang benar-benar membuat makan tak nyaman, tidur tak tenang. Meski Letty ingin sekali menemui Mr. Kim dan mengatakan apa saja yang terjadi dalam dirinya, tetapi kembali dia takut ditolak dan dikira menjebak lelaki kaya raya itu. Letty tidak mau merasa sedih apalagi janin dalam kandungannya pasti merasakan juga apa yang dia rasakan. Oleh sebab itu, Letty berusaha sebaik mungkin untuk berpikir positif agar tidak bersedih. Padahal kenyataannya Mr. Kim justru ingin bertemu dengan Letty dan membicarakan hal itu. Di sisi lain, Suho marah-marah pada semua anak buahnya yang sudah lalai tempo lalu. Dia merasa tidak terima karena Mr. Kim baik-baik saja dan tidak tertimpa masalah. “Kalian dasar bodoh! Kenapa sampai saat ini Kim baik-baik saja?! Aku ingin dia mendapat masalah besar!” Suho pun membanting vas bunga yang ada di mejanya ke dinding. Suho marah besar karena beberapa kali berencana menjebak Mr. Kim-saingannya tetapi selalu meleset. Semua anak buah Suho menunduk, tidak berani berkata apa-apa. Mereka sangat takut karena Suho terkenal kejam dalam bertindak, bukan hanya dalam berkata-kata saja. “Kalau sampai rencana yang aku buat Minggu depan juga tidak berhasil, awas saja kalian! Aku hanya ingin Kim mendapatkan masalah! Aku benci kesuksesan dirinya! Aku tidak suka dia selalu lebih unggul dariku!” Suho masih emosi dan benar-benar tidak ingin melihat Mr. Kim selalu lebih segala-galanya dari dirinya. Suho seperti itu karena ayahnya pun mengajarkan hal buruk. Ayah Suho memiliki banyak musuh selama muda, lalu saat Suho dewasa dan mulai mengambil alih semua usaha keluarga, ayahnya Suho pun mulai berhenti bertingkah. Namun semua didikan selama muda itu sudah mendarah daging pada Suho. Lebih tepatnya ajaran buruk itu membuat Suho jadi bertingkah buruk juga. Selama ini, Suho juga mencari adiknya yang hilang dan belum diketemukan hingga saat ini. Semua upaya sudah dikerahkan, tetapi belum diketemukan. Meski Suho terlihat kejam dan jahat, dia tetap memedulikan keluarganya dan benar-benar berjuang demi yang terbaik untuk kedua orang tuanya. Suho sebenarnya menjadi orang pendendam dan pemarah karena melakukan apa yang dia contoh dari ayahnya. Masa muda ayah Suho memang buruk dan tidak bisa menjadi panutan. Membalas orang-orang yang jahat kepada mereka dan membenci orang-orang yang dianggap sebagai saingan bisnis maupun saingan kehidupan. Suho sudah terbiasa dengan kelakuan seperti itu dan semakin mendarah daging pada kehidupan sehari-hari Suho. Suho sebenarnya begitu membenci Mr. Kim karena persaingan bisnis yang ada. Setiap kali ada tawaran bisnis, Suho selalu gagal menjalankan dan beberapa klien sudah pindah ke MixStars perusahaan yang dikelola oleh Mr. Kim. Kebencian itu makin menumpuk apalagi Mr. Kim selalu dielu-elukan dalam bidang pekerjaan fashion.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD