Hampir Saja Ciuman

2072 Words
Pagi harinya di rumah kontrakan Letty sudah menyiapkan hidangan untuk sarapan dan sudah selesai mandi. Letty siapkan semua sendiri karena Dyenn tidur lelap. Entah mengapa perempuan itu merasa sangat bersemangat hari ini. Beda dengan kemarin-kemarin yang merasa mual dan lemas setiap pagi. Apakah ini efek obat dari dokter kemarin? Entahlah. “Dyenn ... bangun Dyenn .... ayo tata meja untuk sarapan,” ucap Letty dengan lembut sambil menggoyangkan bahu sahabatnya untuk segera bangun. “Ah? Iya, Letty. Maaf, aku baru bangun,” jawab Dyenn yang segera membuka mata saat dengar Letty menyebutkan namanya. Dyenn membuka mata dan segera bangun. Dia melihat Letty sudah segar seperti orang yang baru saja mendapatkan lotere. Dyenn juga mencium aroma lezat dari dapur. “Letty, kamu sudah masak dan mandi?” “Iya. He he he ... kamu tidur lelap sekali sampai aku tidak tega untuk membangunkan kamu. Sekarang ayo mandi dulu dan siapkan meja untuk kita sarapan bersama.” “Kamu tidak mual? Pusing? Atau semacamnya?” selidik Dyenn merasa heran hari ini Letty terlihat lebih berseri-seri. “Tidak sama sekali. Aku baik-baik saja.” “Baiklah, aku siapkan meja dulu dan kemudian mandi.” Dyenn pun berdiri dan menggulung kasur yang tadi digunakan untuk tidur. Kasur yang dahulu dipakai Letty untuk tidur. Setelah menggulung kasur dan meletakkan di kamar Letty, Dyenn pun menata meja terlebih dahulu di ruang tengah tempat dia tidur semalaman. Setelah selesai menata meja dengan karpet hangat di bawahnya, Dyenn pun bergegas mandi karena sudah lapar juga mencium aroma masakan lezat yang Letty buat. Letty tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Dyenn. Dia merasa seperti saat masih kecil di panti asuhan. Dyenn paling rajin mandi awal karena ingin segera makan. Setelah Dyenn selesai mandi, lelaki itu ke ruang tengah untuk menyantap makanan yang sudah disajikan oleh Letty. “Wah, enak sekali aromanya. Kamu sudah tidak mual, Letty?” ujar Dyenn yang kemudian duduk di samping Letty. “Kalau aromanya enak, hirup saja jangan makan, ya? He he he .... sudah membaik, mungkin cocok obat dari klinik kemarin,” kata Letty bercanda. “Nah, begitu, semangat. Aku senang melihat kamu berseri-seri seperti ini. Terima kasih sarapannya,” ucap Dyenn sambil tersenyum dan menarik turunkan satu alisnya. “Iya, iya. Kenapa? Jangan genit, ya!” “Apa? Aku tidak genit. Hanya senang saja bangun tidur sudah disiapkan makanan oleh is ....” “Is apa? Jangan berkhayal!” Letty pun tertawa karena tahu Dyenn akan mengatakan apa. “Ha ha ha ... berkhayal pun tak boleh? Dasar. Baiklah sekarang makan saja. Sebentar lagi petugas yang akan mengganti pintu datang pukul delapan,” kata Dyenn mengalihkan pembicaraan karena malu hampir saja mengucapkan kata ‘istri’ padahal belum ada ikatan apa-apa di antara mereka. “Iya, selamat makan, Dyenn.” Letty tersenyum sangat manis. Hari ini dirinya berseri-seri apalagi sudah tidak merasa mual seperti kemarin. Hal yang terjadi pada Letty pagi ini sangat berbeda jauh dengan Mr. Kim. Rumah kediaman Mr. Kim jadi heboh karena lelaki tampan dan menawan itu mual-mual sejak bangun tidur tadi pukul lima. Tidak hanya itu, wajah Mr. Kim pucat seperti kekurangan darah. Dokter sudah dipanggil untuk memberikan obat dan memeriksa Mr. Kim. Pelayan takut kalau bosnya kerancuan makanan karena mual-mual terus. Dokter merasa heran karena memeriksa kondisi Mr. Kim dalam keadaan baik-baik saja. Mual, pusing, lemas, dan wajah pucat itu justru terlihat seperti efek orang hamil. Namun tidak mungkin lelaki hamil, bukan? Ikatan batin yang terjadi antara Mr. Kim dan Letty sejak kemarin pun mengubah segalanya. Mr. Kim yang merasa bersalah sampai datang ke panti asuhan dan bersedia menjadi donatur untuk membantu apa yang Letty inginkan tanpa sepengetahuan perempuan itu pun membuat semua hal yang Letty rasakan saat hamil berpindah ke Mr. Kim seperti yang Letty inginkan. Heran saja hal seperti itu secara ajaib bisa terjadi. Membuat orang-orang di sekitar Mr. Kim jadi bingung dan kerepotan. Tadi malam Mr. Kim sudah mulai aneh dengan menolak menu makan malam yang tersedia dan meminta sup daging seperti yang Letty inginkan. Lalu lagi ini kondisi makin parah karena Mr. Kim mual-mual dan lemas serta kepala pening ala perempuan hamil yang mengalami morning sick. Mr. Kim sampai tak habis pikir kenapa bisa tubuhnya diluar kendali dan terus mual. “Tuan, apakah ada salah makan atau minum obat?” tanya bodyguard Mr. Kim yang khawatir. “Tidak ada. Siapkan mobil saja. Kita ke panti asuhan terlebih dahulu.” Mr. Kim masih mual dan belum bisa sarapan. Rasanya sangat tersiksa. Tubuh gagah itu pun mendadak lemas dan tak berdaya pagi itu. Mr. Kim sudah meminum obat untuk mengurangi rasa mual, tetapi perutnya masih terasa mual tak karuan. Baru kali ini Mr. Kim merasakan mual, pening, dan rasanya tidak ingin melakukan apa-apa hari ini, tetapi logika berkata kalau tetap harus menjalani hari ini dengan rutinitas yang padat apalagi Dyenn sedang cuti jadi tidak mungkin Mr. Kim libur. “Ah, kenapa bisa seperti ini? Apakah aku harus menghubungi Dyenn? Tapi dia sedang sibuk, kemarin pun soal Hana, aku jadi menyusahkan Dyenn,” gumam Mr. Kim yang bingung apa yang terjadi pada dirinya. Mungkin jika Mr. Kim tahu Letty hamil, semua hal ini bisa terjawab. Alasan kenapa dirinya mual, pusing, dan lemas pagi ini adalah efek dari doa Letty yang terjawab saat ikatan batin mereka menjadi satu. Meski kehamilan itu tidak disengaja, bukan berarti tidak dikehendaki, bukan? Mr. Kim bukan lelaki yang tak bertanggung jawab, andai tahu pasti dia akan berusaha untuk mendapatkan Letty dan calon keturunannya. Mr. Kim jauh berbeda dengan cerminan laki-laki masa kini yang banyak obral janji, apalagi membual sana-sini. Tidak kaya dan tidak tampan pun ada laki-laki yang berani menjadi buaya darat, apalagi tampan dan kaya? Semua tergantung pribadi masing-masing. Nyatanya Mr. Kim dan Dyenn tidak seperti itu. “Tuan, kita ke panti asuhan terlebih dahulu?” tanya sopir pribadi Mr. Kim memastikan. “Iya. Panti asuhan terlebih dahulu, lalu kita ke kantor dan tolong jangan beri tahu Dyenn. Biar Dyenn cuti dengan tenang.” “Baik, Tuan Kim,” jawab sopir dan bodyguard Mr. Kim serentak. Mobil itu pun melaju menuju ke panti asuhan. Mr. Kim sengaja tidak memberi tahu Dyenn agar lelaki itu menyelesaikan urusan terlebih dahulu. Sesampainya Mr. Kim di panti asuhan, di sana anak-anak panti sedang berkumpul setelah sarapan. “Permisi,” ucap Mr. Kim membuat anak-anak di sana senang melihat ada lelaki datang dengan penampilan rapi, setelan jas hitam dan dasi navy membuat penampilan Mr. Kim makin keren dan sempurna. “Ah, selamat pagi, Tuan Kim. Silakan masuk. Maaf ini anak-anak baru saja sarapan dan berkumpul di sini untuk berangkat ke sekolah,” kata Suster ketua. “Tidak apa-apa, Suster. Hai, anak-anak, semangat sekolah, ya? Fighting!” Mr. Kim tersenyum sangat manis. Lelaki itu jarang terlihat tersenyum, tetapi kali ini melihat anak-anak panti yang akan berangkat sekolah membuat hati Mr. Kim terenyuh. Beberapa anak panti memakai sepatu yang sudah usang dan rusak, sedangkan yang lain tas sudah tidak layak pakai masih dibawa ke sekolah. Benar keadaan panti ini seperti itu karena kondisi donatur berkurang drastis. Suster ketua dan beberapa pengurus panti lainnya juga berpakaian sederhana yang jauh dari kata mewah. Anak-anak pun berpamitan berangkat sekolah bersama-sama. Sekolah tidak jauh dari panti asuhan jadi mereka tidak akan kerepotan untuk berjalan. “Selamat pagi, Suster ketua dan Tuan Kim. Kami berangkat sekolah dahulu,” kata anak-anak bersamaan sambil membungkukkan badannya memberi hormat. Entah kenapa perasaan Mr. Kim jadi lebih sensitif. Hampir saja bulir bening menetes di sudut matanya. Betapa beruntungnya dia menjadi anak dari pasangan kaya raya dan tidak pernah merasakan kekurangan. Datang di panti ini membuat Mr. Kim ingat sesuatu di masa lalu yang sulit dia ingat. Sejak mengalami kecelakaan pada usia empat belas tahun, kenangan masa kecil Mr. Kim pun hilang. Hanya cerita dari orang tuanya yang menjadi pengganti ingatan yang hilang. Seakan semua yang terjadi samar-samar di pikiran Mr. Kim. Setelah anak-anak panti itu berangkat sekolah, Mr. Kim langsung mengutarakan niatnya menjadi donatur tetap di panti asuhan itu. Suster ketua mengucapkan banyak terima kasih pada Mr. Kim. Semua Mr. Kim urus pagi itu mulai dari penandatanganan proposal, pemberian dana berupa cek, serta membantu untuk renovasi serta pembelian perabot baru penunjang panti asuhan yang jelas bukan uang sedikit. Mr. Kim melakukan itu semua dengan ikhlas. Setelah disetujui semua oleh Suster ketua dan kesepakatan bersama untuk renovasi mulai hari ini, Mr. Kim pun berpamitan pergi karena harus ke kantor. Suster ketua berterima kasih banyak atas kebaikan Mr. Kim membantu panti asuhan yang hampir bangkrut itu. Bahkan halaman belakang panti sudah dijual untuk membantu biaya operasional panti. “Terima kasih banyak, Tuan Kim atas kebaikan dan segala bantuannya. Saya mewakili semua pekerja panti dan juga anak-anak di sini mengucapkan terima kasih semoga Tuhan memberikan kemudahan dalam setiap usaha baik Tuan Kim,” kata Suster ketua yang membuat hati Mr. Kim merasakan suatu kebahagiaan dan ketenangan yang tidak bisa diungkapkan. Mr. Kim pun pergi dengan mobil yang dikendarai sopir pribadinya menuju ke kantor bersama bodyguarnya. Hari ini, pertama kalinya Mr. Kim merasa terharu memikirkan hidup orang banyak. Dia tak menyangka kalau perasaannya saat ini menjadi lebih sensitif. Mungkin ini adalah efek dari kehamilan Letty yang Mr. Kim belum ketahui. Mr. Kim memberikan sumbangan dan bantuan renovasi panti dengan kesadaran diri sendiri dan memakai uang pribadinya. Bukan menggunakan uang perusahaan, apalagi uang orang tuanya. Namun Mr. Kim tidak memberi tahu kedua orang tuanya terlebih dahulu. Dia tidak mengira kalau apa yang dilakukan pagi ini akan menjadi permasalahan ke depan. Mr. Kim pergi ke kantor. Rasa mual dan pening tadi sudah berkurang. Apalagi saat melihat kondisi anak-anak di panti justru menguras perasaan sedih Mr. Kim di benak. Mr. Kim merasa bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya. Bahkan sarapan pun rasanya mual, Mr. Kim hari ini tidak menyantap sarapan yang tersedia. Letty dan Dyenn sudah selesai sarapan. Lelaki bertubuh kekar itu membantu Letty membereskan meja ruang tengah lalu mencuci mangkuk dan alat masak. “Biar aku saja yang mencuci. Kamu sudah lelah memasak. Ingat juga calon bayi ki ....” Dyenn terhenti mengucapkan hal yang menjadi impian dirinya. “Ki apa? He he he ... Dyenn, terima kasih banyak, tetapi aku harus mandiri karena kamu tidak dua puluh empat jam bersamaku. Lagi pula kita bukan pasangan suami istri, akan menjadi membingungkan kalau kamu tinggal di sini,” ucap Letty yang meraih mangkuk di tangan Dyenn. Tangan lembut Letty menyentuh tangan Dyenn. Dyenn merasa heran perasaan tak karuan itu selalu muncul saat ada kontak fisik maupun berada terlalu dekat dengan Letty. Dyenn menatap ke arah Letty, kali ini Dyenn tak bisa mengendalikan diri lagi. Wajah Dyenn mendekat ke Letty dan perempuan itu hanya menatap Dyenn tanpa berkedip. Wajah mereka sudah semakin dekat, Dyenn ingin sekali merengkuh bibir merah muda menawan yang selama ini menggoda dirinya. Namun dia juga merasa tak boleh melakukan itu. Bibir Dyenn makin dekat dengan bibir Letty dan tiba-tiba .... Suara bel gerbang mengagetkan Dyenn dan Letty yang kurang satu senti saja berciuman. Ternyata petugas yang akan mengganti pintu rumah yang rusak itu sudah datang di sana. Letty pun segera melepaskan mangkuk di tangan Dyenn. “Aku buka pintu gerbang dulu, ya? Mungkin itu petugasnya,” kata Letty segera berlalu pergi. Padahal perempuan itu merasa malu karena hampir saja berciuman dengan Dyenn. Letty juga merasakan debaran yang begitu kencang di d**a. Serasa ada hal yang aneh kali ini semakin dekat dengan Dyenn bahkan terlintas di benak Letty andai dia menerima lamaran Dyenn mungkin hidupnya akan bahagia bersama dan merawat serta membesarkan calon bayi di dalam rahimnya. Letty menggelengkan kepalanya perlahan. Hal itu sepertinya tidak mungkin terjadi. Letty tak mungkin menerima Dyenn dalam kondisi hamil dan itu bukan perbuatan Dyenn. Letty merasa bingung dan sedih. Lebih baik menghindar dan membuka pintu gerbang depan agar tidak terlihat memikirkan semua itu. “Permisi, atas nama Tuan Dyenn dan Nyonya Letty? Kami dari Door to Door akan memperbaiki dan mengganti kerusakan pintu rumah Anda,” kata salah satu petugas yang akan memeriksa sedangkan mobil toko pintu itu terparkir di dekat mobil Dyenn bersama salah seorang petugas lainnya. “Ah, iya, benar. Silakan masuk,” jawab Letty yang merasa tersipu malu karena ucapan dari petugas itu seakan dia dan Dyenn sudah menjadi pasangan. Petugas itu pun masuk untuk memeriksa pintu masuk rumah yang disewa Dyenn dan Letty. Sedangkan Dyenn menyelesaikan mencuci mangkuk dan alat masak dengan hati yang masih berkecamuk. Rasanya kalau semakin sering di rumah bersama Letty, bisa-bisa Dyenn kehilangan pengendalian diri. Ya, Dyenn ingin sekali memeluk tubuh Letty dan mencium bibir merah muda menggoda bagaikan stroberi yang baru saja dipetik dari kebun. Mampukah Dyenn menahan diri?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD