Salah Paham

2117 Words
Hana sedang membantu orang tuanya di kantor waralaba. Dia merasa ingin sekali menemui Dyenn karena beberapa hari ini sibuk dan belum bertemu. Hana tidak ada alasan untuk pergi ke kantor Kim jadi tidak bisa bertemu dengan Dyenn. “Hana, bagaimana pendekatan kamu dengan Kim?” tanya mamanya Hana sambil menandatangani beberapa proposal barang yang akan masuk ke waralabanya. “Hmm ... baik, Ma. Tapi Tuan Kim memang sibuk.” “Hana, sana kamu ke kantor Kim. Bilang kalau Papa yang minta untuk ajak dia makan siang!” seru papanya Hana agar putrinya bisa beradaptasi dengan lelaki yang sudah dijodohkan. Kata orang tua Hana hal itu termasuk dalam pendekatan. Senyum Hana pun mengembang di wajah cantiknya. Bukan karena diminta orang tua untuk menemui Mr. Kim, melainkan hendak bertemu dengan Dyenn di kantor Mr. Kim. Hanya pun mengiyakan perintah orang tuanya dan bergegas pergi diantar oleh sopir pribadi. Bagaikan semesta ikut mendengar apa yang ada dalam benaknya dan merestui Hana bertemu dengan Dyenn, kedua orang tua Hana langsung meminta perempuan cantik yang sangat ramah itu untuk ke kantor Mr. Kim. Hari sudah mulai siang, sekitar pukul sebelas Hana sudah sampai di kantor Mr. Kim. Hana membayangkan di kantor akan bertemu Dyenn, tepatnya di ruangan Mr. Kim. Perempuan itu berjalan dengan lincah menuju ke lift dan segera menekan tombol untuk naik ke lantai ruangan Mr. Kim berada. “Pasti Kim akan menolak kalau diajak makan siang, nanti pasti meminta Dyenn yang pergi denganku. Ah, tepat sekali! Aku memang merindukan Dyenn,” gumam Hana yang memperkirakan apa yang akan terjadi nanti saat masuk ke ruangan Mr. Kim. Pintu lift pun terbuka bersamaan suara ‘ting’ tanda sudah sampai di lantai tujuan. Perempuan yang jarang memperlihatkan raut wajah bersedih itu pun mengetuk pintu ruangan Mr. Kim lalu segera saja masuk setelah membuka pintu. Sebenarnya sifat Hana dan Dyenn hampir sama. Keduanya sangat hangat dan periang. Selalu berusaha yang terbaik untuk membahagiakan orang lain meski terkadang justru diri sendiri yang terluka. “Selamat siang semua!” seru Hana masuk ke ruangan dengan cerita, tetapi beberapa saat kemudian Hana pun bingung karena tidak ada sosok yang dicari. “Siang. Kenapa ke sini?” Mr. Kim memberi pertanyaan pada Hana tanpa menatap ke arahnya. “Papa Mama bilang, aku diminta ke sini mengajak Mr. Kim makan siang agar tidak sakit karena sibuk bekerja.” “Aku sibuk. Lain kali saja.” “Hmm ... Dyenn mana?” Hana menengok ke kanan dan ke kiri memang tidak ada asisten pribadi Mr. Kim itu. Tidak seperti biasanya, Dyenn justru yang akan menyapa Hana terlebih dahulu. “Dyenn cuti sampai Minggu,” jawab Mr. Kim dengan singkat. “Kenapa cuti lama sekali? Ada keperluan apa?” “Mengapa kamu ingin tahu?” Mr. Kim berhenti mengerjakan pekerjaannya sejenak dan berdiri, berjalan menghampiri Hana yang berdiri di dekat pintu masuk. “Hmm ... Cuma tanya saja. Biasanya Dyenn cerita-cerita kalau ada sesuatu, jadi ....” “Kamu ke sini mencarinya, bukan mencari aku, benar?” selidik Mr. Kim yang menanyakan hal itu pada Hana. Hana menelan ludah seperti orang terpergok bersalah saja. Dia tidak menyangka Mr. Kim peka sekali terhadap tingkah laku orang lain. Apa selama ini Hana terlalu kelihatan mendekati Dyenn? Hana jadi merasa bingung harus menjawab apa. “Tidak usah bingung. Jika iya, syukurlah. Aku masih berpikir kedua orang kita bisa memberikan pilihan lain daripada menjodohkan.” Mr. Kim tersenyum kecut menatap Hana. Hana pun menatap Mr. Kim dengan tajam. Merasa kesal dengan lelaki yang selalu saja merasa lebih segalanya dari orang lain. “Siapa juga yang mau dijodohkan dengan orang angkuh sepertimu?! Aku tak mau!” Hana pun membalikkan tubuhnya hendak keluar dari ruangan Mr. Kim. Lelaki itu meraih tangan Hana dan berkata, “Kalau begitu, buat perjodohan ini gagal. Agar kita tidak sama-sama tersiksa.” Hana melepaskan tangan Mr. Kim dan berlalu pergi. Bukan hanya Mr. Kim yang menginginkan perjodohan dibatalkan, Hana pun juga ingin memilih hidupnya sendiri. Namun apa bisa keduanya menentang keinginan orang tua? Bukan hal yang mudah bagi Hana atau Mr. Kim menentang keinginan kedua orang tuanya. “Kenapa lelaki itu sangat menyebalkan! Kalau di depan Papa Mama saja bersikap baik, kalau di belakang seperti ini. Kenapa tidak dia saja yang membatalkan perjodohan ini sebelum makin rumit? Dia bisa membatalkan karena lebih banyak alasan kuat. Kalau aku? Orang tuaku pasti akan marah dan memintaku pergi,” keluh Hana sepanjang perjalanan turun dengan lift untuk kembali ke depan gedung di mana sopir pribadi masih menunggu di sana. Hana sama sekali tidak menginginkan perjodohan ini pun juga Mr. Kim, tetapi keduanya juga tak bisa dan tak kuasa mengatakan hal yang sebenarnya ke orang tua masing-masing. Hal ini makin rumit karena kedua orang tua mereka sering mengadakan makan malam bersama demi pendekatan perjodohan itu berhasil, padahal sama sekali tidak membantu. Hana melangkah dengan kesal. Dia ingin sekali menghubungi Dyenn, tetapi tidak memiliki alasan kuat untuk menghubungi lelaki itu. Hana pun sampai di depan gedung dan masuk ke dalam mobil di mana sopir pribadinya sudah membukakan pintu. “Pak, kita pergi ke food court depan sana, ya. Nanti Bapak bisa tunggu di tempat parkir saja,” ucap Hana yang jelas saja dituruti oleh lelaki tua yang menjadi sopir pribadinya. “Baik, Nona Hana.” Mobil melaju perlahan ke arah food court yang dimaksud Hana. Sesampainya di sana, Hana turun, sedangkan sopir pergi ke tempat parkir seperti yang tadi Hana perintahkan. Hana berjalan ke dalam food court dan memesan rameyon serta soju. Mungkin kalau orang tuanya tahu, dia bisa kena marah karena memakan makanan instan seperti itu dilarang. Hana memiliki sakit lambung, permasalahan pencernaan sehingga tidak bisa makan terlalu pedas. Namun hari itu mood Hana sedang tidak baik. Dia memutuskan nekat makan rameyon dan minum soju. Hana duduk di ujung tempat food court setelah memesan dan membayar. Perempuan cantik itu menatap layar ponselnya yang saat ini diletakkan di atas meja. Dia kembali berpikir untuk menghubungi Dyenn, tetapi masih bingung alasan apa yang akan diucapkan. Hana akhirnya nekat menelepon Dyenn. Perasaannya tidak tenang. Perempuan itu pun segera menghubungi Dyenn. “Dyenn?” “Hallo, iya, Nona Hana. Ada apa?” “Dyenn, kamu di mana? Aku mau berbicara sebentar.” “Permisi, Nona, ini pesanannya satu rameyon dan satu soju,” kata pelayan yang mengantarkan pesanan saat Hana masih menelepon Dyenn. “Terima kasih.” “Nona Hana di mana? Kenapa memesan makanan pedas dan soju?” “Mm ... tak apa, bukan? Aku sedang kesal.” “Kesal karena apa?” Terdengar suara lirih dari ponsel Dyenn yang masih terdengar Hana. Hal ini membuat salah paham. “Dyenn, ayo pulang. Ini aku sudah ambil obatnya. Hasil USG juga sudah diberikan. Aku mau makan sup daging apakah boleh?” “Iya, sebentar, ya. Ada telepon.” “Oh, iya, maaf “ “Dyenn? Siapa yang USG? Kandungan? Hamil?” “Maaf, Nona Hana. Ini kawanku sedang periksa dan aku mengantarkan dia. Nona sebaiknya jangan makan pedas, tidak baik untuk lambung Nona.” “Maaf kalau aku mengganggu. Baiklah, aku paham kenapa kamu cuti sampai hari Minggu. Bye.” Hana mengakhiri panggilan di ponselnya dengan rasa sesak di d**a karena pembicaraan yang terdengar jauh di sana. Apakah Dyenn memiliki kekasih dan saat ini sedang hamil? Sepertinya tidak mungkin Dyenn melakukan hal itu. Hana masih tak menyangka dengan apa yang barusan dia dengar. Bukankah USG itu untuk memeriksa kandungan? Hana pun mengambil botol soju dan menuangkan ke gelas kecil dan menenggak dengan cepat. Dia kembali mengulang hal itu hingga berkali-kali dan soju satu botol habis. Hana memesan kembali soju kepada pelayan dan menyantap dengan lahap rameyon di hadapannya. Hana sedih membayangkan yang tidak-tidak, padahal dia tahu Dyenn tak mungkin berbuat demikian. “Dyenn bodoh! Dyenn kenapa kamu melakukan itu pada kekasihmu? Padahal kamu bilang tidak memiliki kekasih. Bodoh!” gerutu Hana yang sangat kesal dengan Dyenn karena salah paham. Padahal di tempat lain, Dyenn merasa khawatir. Hana pernah cerita soal kondisi kesehatannya dan juga tentang perjodohan yang dianggap konyol. Mr. Kim memang mengabaikan Hana, padahal Hana sangat cantik dan baik hati. Dyenn sering menjadi tempat curahan hati Hana dan dia merasa perempuan itu tertekan atas perjodohan yang tidak diinginkan itu. “Letty, aku antar beli makanan, lalu kita pulang, ya?” kata Dyenn yang khawatir dengan Hana. “Iya, Dyenn. Ada pekerjaan penting, ya?” “Ada sesuatu terjadi. Aku harus ke sana sekarang.” “Kalau begitu, kamu pergi saja. Aku akan naik taksi, tak apa. Lagi pula kamu sudah menemani periksa juga, aku sudah sangat senang. Terima kasih,” ucap Letty mengerti keadaan Dyenn yang sibuk dan harus siap siaga jika ditelepon, padahal Letty tidak tahu siapa yang menelepon Dyenn tadi. “Baik, Letty. Ini untuk pegangan kamu, terimalah. Maaf, aku harus pergi dahulu,” kata Dyenn memberikan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya kepada Letty. Dyenn pun memeluk perempuan yang ada di hadapannya, cukup lama. “Iya, Dyenn. Tak apa. Terima kasih banyak.” Letty tersenyum merasakan hangatnya pelukan Dyenn yang penuh dengan kasih sayang. Andai saja semua tidak seperti ini, mungkin Letty akan merasakan rasa yang sama dengan Dyenn karena semua perhatian dan kebaikan lelaki itu. Dyenn pun melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Letty. “Jangan tersinggung kalau aku memberi sesuatu padamu. Aku tidak ingin kamu merasa sedih dan bingung sendirian, oke? Aku pergi dulu,” kata Dyenn dan secara refleks mengecup kening Letty seolah mereka pasangan suami istri muda yang hendak berpisah karena pekerjaan mendadak. Letty terkejut dengan tindakan Dyenn. Jantung Letty berdegup begitu kencang, untung saja tidak copot tiba-tiba. Dyenn tersenyum dan berlalu pergi karena yakin Letty akan baik-baik saja pulang dengan taksi. Lelaki itu juga tidak menyangka kalau berani mengecup kening Letty secara spontan. Setelah masuk ke dalam mobil, Dyenn membuka kaca dan melambaikan tangan ke Letty. Letty pun melambaikan tangan membalas Dyenn dengan tak percaya yang baru saja terjadi. Letty menatap Dyenn yang berlalu pergi. Beberapa saat kemudian, Letty memegang jantungnya dan masih merasakan detak yang belum teratur ritmenya. “Kenapa aku jadi berdebar seperti ini karena Dyenn mengecup keningku? Ah, harusnya tadi aku menghindar,” gumam Letty sambil menggelengkan kepalanya perlahan menyadari tadi Dyenn mengecup keningnya. Pipi Letty memerah seperti tomat karena mengingat baru saja Dyenn mengecup keningnya. Padahal sejak kecil mereka memang dekat dan sering saling memeluk, tetapi kecupan ini pertama kalinya dilakukan Dyenn kepada Letty. Perempuan itu pun mencoba fokus dan sadar kalau ini bukan hal besar. Dia menepis rasa aneh di benaknya dan mencari taksi yang melintas untuk beli makan siang dan pulang ke rumah. Apalagi nanti sore semua perabot yang dibeli akan datang ke rumah sewaan. Dyenn bergegas menuju ke tempat Hana. Tentunya lelaki itu sudah mengirimkan pesan kepada Hana untuk share location dan Hana sudah mengirimkan lokasinya di food court dekat kantor Mr. Kim. Dyenn khawatir karena jarak tempuh cukup jauh sekitar dua jam jika tidak macet. Kali ini Dyenn mengendarai mobilnya dengan laju kencang agar sampai lebih cepat sampai di sana. Hana yang sedih dengan pemikirannya sendiri pun kembali melanjutkan makan rameyon habis satu porsi dan minum soju saat ini untuk botol ketiga. Hana mulai merasa pening dan perutnya sakit. Cukup lama dia menunggu Dyenn yang katanya hendak datang, tetapi belum juga muncul. Dia juga tidak bisa berpikir jernih, hanya cemburu yang dia rasakan saat ini. Hana masih mengamati ponselnya. Dia pun dalam kondisi mulai mabuk mengirim pesan ke Mr. Kim. Semua gara-gara kamu, Kim! Aku tidak mau dijodohkan denganmu dan aku tidak mau seperti ini! Hana mengirim gambar kepada Mr. Kim setelah mengirimkan pesan. Hana mengirimkan foto selfi memegang botol soju kepada Mr. Kim. Dia kesal dan itu sebagai bentuk protesnya. Baru kali ini Hana meminum soju sebanyak itu. Mr. Kim yang masih bekerja di dalam kantor pun melihat pesan dari Hana di ponselnya. Dia terkejut kenapa perempuan itu nekat minum soju dan terlihat mabuk karena wajahnya memerah di sore hari begini. Waktu menunjukkan pukul setengah tiga. Mr. Kim mengamati foto itu dan tahu kalau lokasi di food court dekat kantornya. “Ckk ... merepotkan saja Hana ini,” gerutu Mr. Kim yang segera berdiri dan mengambil ponselnya untuk pergi ke food court itu. Kalau sampai kedua orang tuanya tahu, Mr. Kim akan mendapatkan masalah karena Hana dipasrahkan padanya sejak perkenalan perjodohan beberapa bulan yang lalu. Mr. Kim khawatir karena Hana memiliki sakit lambung dan tubuhnya pasti tidak kuat meminum soju terlalu banyak. Mr. Kim merasa bersalah soal tadi, saat dia meminta untuk menggagalkan perjodohan, terkesan memaksa Hana padahal keduanya memang tidak ingin. Mr. Kim memanggil sopir pribadi untuk pergi. Sedangkan bodyguardnya sudah berjalan mengikuti lelaki itu dan masuk ke dalam mobil. “Pak, tolong menuju ke food court depan,” perintah Mr. Kim pada sopirnya. “Baik, Tuan.” Mr. Kim dan Dyenn dalam perjalanan ke food court. Dyenn juga hampir sampai dengan kondisi menyetir cukup kencang karena khawatir dengan kondisi Hana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD