Bagian 5

1138 Words
Mobil Akhtar sampai di halaman rumah sakit. Akhtar keluar dari mobilnya, lalu memutari mobilnya untuk membantu Maya membawa Afifa ke ruang IGD. Mereka di sambut oleh beberapa suster yang membawa satu brankar. Setelah Afifa berada di brankar, para suster mendorong brankar tersebut ke ruang IGD. Saat ini, Maya dan Akhtar menunggu Afifa di depan ruang IGD. Sudah lima menit mereka menunggu dokter yang memeriksa Afifa keluar dari ruang IGD. Namun, dokter itu tak kunjung keluar. "Dengan keluarga Afifa?" tiba-tiba seorang dokter yang memeriksa Afifa datang. Akhtar dan Maya  langsung menghampiri dokter tersebut. "Bagaimana dengan keadaan Afifa dok? Dia baik-baik ajakan dok?" tanya Maya kepada dokter. "Pasien hanya kekurangan nutrisi karena perutnya yang kosong. Mungkin ini terjadi karena pasien telat makan" jelas dokter tersebut. Maya dan Akhtar bernafs lega. Untung Afifa baik-baik saja. "Pasien harus di pindahkan ke ruang rawat inap dan harus beristirahat selama 2 hari di rumah sakit ini!" Akhtar mengangguk. "Baik dok. Lakukan apapun yang terbaik untuk Afifa dok" Dokter itu mengangguk. "Baik, kalau begitu saya pergi dulu. Nanti pasien akan di pindahkan sepuluh menit lagi" Setelah itu dokter itupun pergi meninggalkan Maya dan Akhtar. Maya menatap wajah Akhtar yang dipenuhi dengan rasa cemas. Maya merasa ada sesuatu yang sedang Akhtar sembunyikan dari semua orang. Melihat Akhtar yang sangat khawatir saat menemukan Afifa pingsan di kamarnya, Maya semakin yakin jika Akhtar mempunyai perasaan terhadap Afifa. "Apa pak Akhtar suka sama Afifa?" ❤❤❤  Saat ini Afifa telah di pindahkan ke ruang rawat inapnya. Akhtar meminta kepada pihak Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan terbaik untuk Afifa. Maya terkejut ketika Akhtar meminta pihak rumah sakit untuk memberikan ruang inap Afifa kelas satu. Maya semakin yakin, bila Akhtar menyukai Afifa sahabatnya. Drrrttt Drrrttt Tiba-tiba ponsel Maya berdering. Ia segera mengambil ponsel yang ada di tasnya. Disana terpampang nama Mamanya. Karena tidak ingin mengganggu Afifa yang tertidur pulas, Maya memutuskan untuk keluar dari ruangan ini. Sebelum itu, ia harus izin kepada Akhtar, agar Akhtar tidak mencarinya. Maya berjalan menghampiri Akhtar yang duduk di kursi dekat jendela dengan Al - Quran di tangannya. "Pak!! Saya mau keluar sebentar. Saya mau angkat telepon dulu" Akhtar menatap Maya kemudian ia mengangguk. Maya pun langsung keluar dari ruangan Afifa. Setelah Maya pergi, Akhtar kembali melanjutkan murottal qur'an nya. ❤❤❤ Sinar lampu menyinari mata Afifa. Membuat Afifa terbangun setelah tidak sadarkan diri selama tiga jam. Afifa mencoba membuka matanya dan menetralkan cahaya yang masuk ke dalam bola matanya. Setelah cahaya yang masuk di matanya bisa di kontrol, Afifa terkejut dengan keberadaannya. Afifa meringis kesakitan saat dilihat tangannya tertancap jarum infus. "Aku kok ada di rumah sakit?" gumam Afifa. Kemudian, ia teringat kalau dia pingsan di kamarnya karena tidak makan nasi sehari. Afifa melihat sekeliling ruang rawat inapnya. Afifa terkejut saat melihat ada seorang pria yang tertidur di sofa dekat jendela ruangan. Mata Afifa membulat sempurna. Tangannya meremas sprei rumah sakit dengan perasaan bencinya. "Pak Akhtar??" ucap Afifa dengan suara tinggi. Mendengar ada yang memanggilnya, Akhtar yang tertidur pun terbangun. Ia mencoba mengumpulkan semua nyawanya. Setelah Akhtar sadar, ia melihat ke arah brankar pasien. Di lihatnya, Afifa yang menatapnya dengan tatapan aneh. Buru-buru Akhtar berdiri dari tidurnya dan menghampiri Afifa. "Alhamdulillah kamu sadar. Kamu ada di rumah sakit. Tadi kamu pingsan dan saya sama Maya bawa kamu ke rumah sakit" ucap Akhtar. "Mmmm... Biar saya panggil dokter buat periksa kamu" Akhtar pun menekan tombol yang ada di atas brankar Afifa. Tak lama kemudian, dokter yang merawat Afifa datang dengan satu suster. "Alhamdulillah mbak sudah sadar. Biar kami periksa dulu tekanan darahnya" ujar dokter lalu mengarahkan stetoskopnya ke arah d**a Afifa. Untung saja, dokter yang merawat Afifa perempuan. Jadi, akan lebih mudah saat ingin memeriksa keadaan Afifa. Afifa hanya diam saja tak berkutik. Ia melihat Akhtar yang berada di sampingnya berhadapan dengan dokter dengan tatapan khawatir. Di dalam hati ia bertanya, "Mengapa Pak Akhtar khawatir??" "Alhamdulillah kedaan pasien sudah mulai membaik. Tekanan darah pasien sudah normal dan pasien harus istirahat selama beberapa hari di sini!" ucap dokter menjelaskan keadaan Afifa. Afifa terkejut. Kenapa ia harus di rawat disini?? Katanya dia baik-baik sajakan?? "Lho dok! Kenapa saya harus di rawat disini? Dokter bilang saya baik-baik saja kan??" tanya Afifa. "Afifa! Kamu ikutin saja apa yang dokter bilang ke kamu. Ini semua demi kebaikan kamu" jawab Akhtar dengan nada lembut. "Baik dok. Terima kasih" ucap Akhtar. "Sama-sama pak" kemudian dokter dan suster itu pun pergi keluar dari ruangan. Akhtar menatap Afifa yang memalingkan wajahnya ke arah pintu ruang rawat inap. Kemudian, ia berjalan menuju ke kursi yang berada di dekat jendela kamar. "Kenapa bapak khawatir sama saya?" tanya Afifa dengan nada ketus. Langkah Akhtar terhenti saat Afifa menanyakan sesuatu dengan nada ketus. Akhtar membalikkan badannya menatap Afifa yang masih memalingkan wajahnya. "Maksud kamu?" jawab Akhtar. Afifa tersentum kecut. Ia menatap Akhtar dengan wajah sinis. "Kenapa bapak khawatir sama saya? Kenapa baru sekarang ini bapak mengkhawatirkan saya?" tanya Afifa dengan suara yang akan menangis. "Maksud kamu apa Afifa? Saya nggak ngerti sama omongan kamu" "Bapak pura-pura lupa atau memang lupa??" tanya Afifa. Afifa mulai frustasi dengan Akhtar. Rasanya ia ingin membunuh pria b******k di hadapannya itu. "Bapak ingat apa yang bapak lakukan ke saya beberapa tahun lalu?? Apa bapak lupa kalau bapak pernah memberikan sebuah luka kepada seorang wanita??" tanya Afifa penuh dengan penekanan. "Sampai sekarang saya masih ingat apa yang bapak lakukan kepada saya saat saya SMA. Bapak tiba-tiba pergi menghilang tanpa kabar di saat saya masih sayang dengan bapak. Namun, perasaan itu saya kubur dalam-dalam di hati saya. Saya sudah tidak sudi melihat bapak disini!" ucap Afifa. Akhtar semakin di buat bingung. Mengapa Afifa semarah itu kepadanya?? Dulu ia pernah menjelaskan alasan mengapa ia pergi meninggalkan Afifa saat Afifa masih SMA. Apakah pesan itu tak tersampaikan?? "Kalau bukan karena dokter, saya nggak sudi buat berada di rumah sakit ini!! Saya lebih memilih pergi seperti bapak pergi dari hidup saya" Demi apapun Akhtar sama sekali tidak paham dengan perkataan Afifa. Ia meninggalkan Afifa karena suatu alasan, yaitu pendidikan. Selain itu, Afifa pernah mengatakan padanya, jika ia ingin memiliki seoranh suami yang pernah berkuliah di Cairo. "Saya benci bapak. Saya sangat, sangat membenci bapak" DEG Akhtar sungguh sangat terkejut dengan perkataan Afifa yang membencinya. "Afifa saya ada salah apa sama kamu?? Saya meninggalkan kamu karena suatu alasan pendidikan. Saya-" "Atau bapak selingkuh??" Sungguh Akhtar heran dengan perkataan Afifa yang sangat menyakitkan. Dia meninggalkannya hanya untuk sementara. Dan itu juga ia lakukan agar cita-cita Afifa tercapai. Afifa memalingkan wajahnya lagi dan membalikkan tubuhnya mmmbelakangi Akhtar. Ia merasa kecewa dengan Akhtar yang menghancurkan hidupnya. Ia merasa kecewa dengan Akhtar yang membuatnya sering membuang air mata. "Sampai kapan pun saya akan membenci bapak. Bahkan sampai saya mati, saya akan membenci bapak!!" Alhamdulillah selesai juga part ini. Ceritanya makin jelek ya?? Maaf, karena masih belajar buat cerita. Dan aku ngetiknya jam 12 malam. Jangan lupa vote dan comment. See U
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD