3. Interogasi

1847 Words
Jett benar-benar menepati ucapannya. Ia menyiapkan semua yang Nayarra butuhkan untuk dapat bekerja seperti biasa, lalu memanggil wanita itu untuk menjajal tempat barunya.   "Mulai hari ini, meja itu akan jadi tempat kerja kamu. Kalau ada yang kamu butuhkan, bilang saja pada Gemma." Diam-diam Nayarra menyimpan keterkejutan dengan keseriusan Jett melaksanakan ucapannya. Satu catatan yang mulai ia tandai tentang sang CEO, Jett adalah sosok gigih yang akan melakukan apa saja demi mencapai tujuannya. "Apa yang harus saya kerjakan?" tanya Nayarra masih bingung. Ia tidak tahu apa fungsi dirinya di dalam ruangan ini. Adakah tugas khusus yang harus dikerjakannya? "Kerjakan saja tugas-tugas kamu yang biasa," balas Jett cepat. "Kalau begitu untuk apa saya di sini, Pak?" "Untuk mengamati saya." Nayarra memutar bola matanya diam-diam. Entah kenapa tingkah Jett rasanya selalu menyebalkan. Cara bicaranya, gerak-geriknya, sikapnya, semuanya. Menyadari Nayarra yang diam saja, Jett melirik sepintas ke arah wanita itu sebelum kembali menekuni komputernya. "Jangan berdiri saja di sana, duduk di kursi kamu dan mulailah bekerja." Tanpa menjawab ucapan Jett, Nayarra berjalan menuju meja kerjanya dan mulai memeriksa hal-hal yang ada di sana. Nayarra menyadari komputer yang ada di sini berbeda dengan yang biasa ia gunakan di ruangannya, namun ketika memeriksa isinya, semua sama persis. Selesai dengan komputer, Nayarra mulai memeriksa hal-hal lain di atas mejanya. "Berapa lama kamu kuliah?" Tiba-tiba terdengar suara Jett melontarkan pertanyaan tanpa ada kata sapaan terlebih dahulu. Tangan Nayarra berhenti bergerak. Ia duduk dengan kaku, lalu menatap bingung ke arah Jett. Ia hampir tidak pernah bertemu dengan orang yang suka bertanya tanpa pengantar seperti ini. Melihat Nayarra diam saja, Jett kembali bertanya. "Kenapa kamu tidak jawab?" "Empat tahun," jawab Nayarra akhirnya. Hening sesudahnya. Jett tidak bertanya apa-apa lagi, dan Nayarra kembali larut dalam pekerjaannya. "Kamu punya kekasih?" Suara Jett kembali terdengar di tengah heningnya ruangan itu. Nayarra mengalihkan pandangnya dari layar komputer. Demi kesopanan sekaligus demi memuaskan rasa penasarannya, ia menatap ke arah Jett. Ternyata pria itu bertanya tanpa melihat ke arahnya sama sekali. Jett terlihat tengah asik menekuni layar komputernya sendiri. "Jawab, Arra!" tegur Jett ketika Nayarra diam saja. Nayarra mengerutkan keningnya. Jett menyebut namanya sesuka hati. Menyingkatnya dengan cara yang tidak pernah dilakukan orang lain sebelumnya. Ketika lawan bicaranya lagi-lagi bungkam, Jett berhenti memandangi layar komputernya dan menatap tajam pada Nayarra. "Kamu dengar pertanyaan saya, Arra?" "Dengar," sahut Nayarra. "Kalau dengar kenapa tidak jawab?" cecar Jett. "Karena saya bingung." "Kamu tidak tahu definisi kekasih?" sindirnya. "Bukan begitu, Pak." Nayarra menggeleng cepat. "Tapi saya bingung dengan Bapak yang senang melontarkan pertanyaan secara tiba-tiba." "Memangnya kenapa?" balas Jett dengan nada menyebalkan. "Sebelum bertanya, akan lebih baik kalau Bapak pastikan dulu orang yang Bapak ajak bicara siap atau tidak." "Justru saya memang ingin menyerang saat orang tidak siap." Kening Nayarra berkerut dalam. Siapa yang sedang bermain serang menyerang di sini? "Maksud Bapak?" Jett mengedik angkuh. "Saat kamu sedang fokus pada sesuatu, lalu tiba-tiba diberikan pertanyaan secara mendadak, otak kamu spontan akan memberikan respon. Dan itu merupakan respon yang jujur, karena tidak sempat dimanipulasi." "..." Satu catatan tambahan tentang Jett. Pria itu senang bermain-main dengan pikiran orang lain. "Mulai sekarang, setiap kali saya bertanya, kamu harus langsung menjawab. Tidak lebih dari tiga detik. Lebih dari itu saya anggap jawaban kamu bohong." "Tapi kalau begitu, Bapak merusak konsentrasi saya," protesnya berani. Mana bisa ia bekerja dengan tenang sambil harus berjaga-jaga memasang telinga, kalau-kalau pria itu tiba-tiba bertanya. "Kalau memang Bapak ingin bertanya, lebih baik tanya sekaligus." "Baik. Kalau begitu kita lakukan sekarang saja." Jett tidak sabar untuk mengorek informasi yang dibutuhkannya. Ia perlu tahu secepatnya. "Tapi peraturannya tetap sama. Jawaban kamu tidak boleh lewat dari tiga detik." "..." Nayarra diam saja. Masih mencoba memahami situasi ini. "Kalau setuju bilang 'iya'," desak Jett. Arogan. Tipe pemaksa dan ingin berkuasa atas orang lain. Satu catatan lain yang Nayarra tambahkan dalam kepalanya tentang Jett. "Iya," jawabnya kaku. "Mari kita mulai." Jett memutar sedikit kursinya hingga duduknya persis menghadap Nayarra sekarang. Ia tidak mau melewatkan satu detail pun dari sesi tanya jawab yang akan berlangsung. Ia harus menangkap semua ekspresi di wajah Nayarra, jika saja wanita itu mencoba berbohong. "Kamu tinggal dengan orang tua?" "Saya tinggal sendiri," jawabnya langsung. Jett mengangguk puas. Jawaban yang cepat dan mantap. "Di mana orang tua kamu?" "Sudah meninggal waktu saya masih kecil," jawab Nayarra lagi tanpa keraguan. "Kapan kamu lulus kuliah?" lanjut Jett. "Tahun 2015." Otak jenius Jett langsung berhitung cepat. "Kamu bilang kuliah kamu empat tahun. Kalau kamu masuk 2010, seharusnya 2014 kamu sudah lulus." Deg. Nayarra terkejut. Ia tidak tahu jika Jett akan menyadari detail sekecil ini. "Saya sempat cuti." "Kenapa?" Nayarra memaksa otaknya berpikir cepat. Tidak boleh lebih dari tiga detik. "Ada masalah keluarga." Jett melirik jam tangannya. "Kamu butuh waktu enam detik untuk menjawab pertanyaan tadi, Arra." "Saya tidak bisa sembarang mengatakan masalah saya pada orang asing," ujarnya membela diri. "Memangnya kamu punya keluarga?" Jett kembali pada pertanyaannya. "Semua orang di tempat saya tinggal, bagi saya mereka adalah keluarga." Bagi Nayarra, jawaban ini sangat mudah. Tidak perlu berpikir untuk menjawabnya, karena baginya seperti itulah arti mereka dalam hidupnya. "Memangnya kamu tinggal di mana?" cecar Jett. "Panti asuhan." "Kamu mengelola sebuah panti asuhan?" "Saya hanya membantu pemilik tempat itu. Beliau sudah merawat saya dengan sangat baik sejak saya kecil." Jett mengangguk paham. Lalu setelahnya kembali dengan pertanyaan yang lebih gila. "Kamu pernah hamil?" "Pak, kenapa pertanyaan-pertanyaan Bapak semakin random, tidak masuk akal, dan sedikit kurang sopan?" protes Nayarra keberatan. Ini adalah bagian dari privasi seseorang. Meski Jett pimpinan tertinggi di sini, tidak berarti ia bisa sesuka hati menanyakan hal sepribadi itu. "Jawab saja," desak Jett tidak sabar. "Pak, di sini yang sedang menjadi obyek pengamatan itu Bapak, bukan saya. Seharusnya saya yang mengajukan pertanyaan pada Bapak, bukan sebaliknya." "Saya tidak melarang kamu melakukannya. Kamu saja yang tidak bertanya apa-apa." "Bagaimana saya mau bertanya kalau Bapak terus memberondong saya dengan pertanyaan?" balasnya jengkel. Jett kembali mengedik dengan gaya khasnya. "Kalau mau bertanya, silakan." "Saya tidak tahu mau mulai bertanya tentang apa," balas Nayarra kesal. "Saya tunggu," tantangnya. Nayarra mencoba memikirkan hal apa yang ingin dikoreknya dari seorang Jett. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Pak, apa benar-" "Maaf, Arra," potong Jett sambil melirik jam tangannya. "Saya harus segera pergi. Tampung dulu pertanyaan-pertanyaan yang akan kamu ajukan untuk saya." Nayarra menggeram dalam hatinya. Kesal karena merasa dipermainkan oleh pria ini. "Jangan kesal begitu, kamu masih punya banyak waktu," ejek Jett. Nayarra mendengus sebal. "Sementara Bapak pergi, saya bisa kembali ke ruangan saya?" "Tidak. Kamu bekerja saja dari sini." Ingin rasanya Nayarra mengentakkan kakinya kencang-kencang, namun rasanya itu terlalu kekanakan. Alih-alih meluapkan kekesalannya, akhirnya ia hanya bertanya datar. "Pak, sampai berapa lama saya harus begini?" "Sampai tugas kamu selesai," balas Jett santai sambil berlalu meninggalkan ruangannya. *** "Who is she?" Begitu pintu ruangan Jett terbuka, Nayarra sudah bersiap-siap untuk kembali menghadapi sosok menyebalkan itu. Namun bukan suara berat pria itu yang terdengar olehnya, melainkan suara mungil yang ceria dan manis. Nayarra melirik sepintas ke arah pintu, merasa penasaran dengan sosok pemilik suara itu. Di sana ia melihat Jett tengah berjalan masuk bersama seorang gadis kecil. Seketika Nayarra terpukau melihatnya. Parasnya begitu cantik, dengan mata yang berbinar indah, pipi yang kemerahan, bibir dan hidung yang mungil, serta rambut coklatnya yang bergelombang indah. "She is Nayarra," sahut Jett pada gadis kecil itu. "And what's she doing here?" tanyanya penasaran. "She works for me." Mata gadis kecil itu melebar. "She will replace Aunt Gemma?" Jett menggeleng cepat. "No. They have a different task." "Can I sit with her?" pinta gadis kecil itu tanpa malu-malu. Jett memicingkan matanya, menatap curiga pada sang gadis kecil. Terkadang gadis mungil ini dapat melakukan hal buruk yang membawa petaka bagi banyak orang. "What do you want?" Gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya dan menatap penuh harap pada Jett. "Just to talk with her." "Okay." Jett mengedik kecil. "You can talk to her, as long as you speak in Bahasa." "Daddy!" jerit gadis kecil itu keberatan. "That's my rule," balas Jett tegas. "Okay! I will speak Bahasa," ujarnya tidak mau menyerah. "Be polite, okay?" Jett menepuk kepala gadis kecil itu dan menatapnya serius. Dan Nayarra menyaksikan semuanya dengan terkejut. Sikap Jett ketika berhadapan dengan gadis kecil itu sangat berbeda dengan sikapnya yang biasa. Gadis kecil itu mendekat ke arah Nayarra, berjalan penuh percaya diri, sama sekali tidak nampak rasa sungkan ketika akan berhadapan dengan orang baru. "Hai, boleh aku duduk sini?" tanya gadis kecil itu dengan aksen yang terdengar aneh di telinga Nayarra. Nayarra tersenyum dan mengangguk kecil. "Tentu." "Kamu siapa?" Gadis kecil itu mengulurkan tangannya terlebih dahulu pada Nayarra. "Aku Cheri." Nayarra kembali tersenyum dan menyambut tangan Cheri. "Saya Nayarra." "Berapa tua kamu?" tanya Cheri lagi. "Maksud kamu saya umur berapa?" balas Nayarra memastikan. Cheri mengangguk. "I'm 5 years and 7 months old." Nayarra tersenyum mendengar Cheri menyebutkan umurnya selengkap itu. "Saya 25 tahun." Cheri berpikir beberapa saat sebelum kembali berbicara. "Should I call you 'tante'? Or 'ibu'? Or 'kakak'?" "Use Bahasa, Cheri," tegur Jett yang ternyata ikut mendengarkan percakapan antara Nayarra dan Cheri. "But I don't know how to say it, Daddy!" protes Cheri sebal. "Kamu boleh panggil saya Nay, Naya, Nayarra, atau apa saja," ujar Nayarra cepat. "Panggil saja Tante Arra, Cheri," perintah Jett. Nayarra menatap sebal ke arah Jett. Kenapa pria ini seenaknya saja melabeli dirinya dengan nama 'Arra'? "Oke, Tante Arra." Cheri mengangguk paham. "Tante have anak?" "Punya anak maksudnya?" Nayarra mengoreksi ucapan Cheri. "Iya, itu. Tante punya anak?" ulang Cheri. "Belum." "Tante sudah get married?" Kembali Cheri bertanya dengan bahasa yang campur-campur. Nayarra tersenyum geli. "Sudah menikah maksud Cheri?" "Iya, itu. Tante sudah menikah?" "Belum." "Tante suka my daddy?" "..." Pertanyaan Cheri membuat Nayarra juga Jett terkejut seketika. "No!" seru Cheri ketika menyadari kesalahannya. "I mean di kantor my daddy." "Tante suka bekerja di kantor daddy kamu atau tidak. Begitu?" Nayarra mengulang pertanyaan Cheri. "Correct!" Cheri mengangguk senang. "Tante senang bekerja di sini." "Tante di mana tinggal?" tanya Cheri lagi. Nayarra tidak bisa menahan tawanya. "Tante tinggal di mana?" Cheri mengangguk pelan. Ia mulai kesal dan merasa frustasi karena terus menerus mengucapkan kata-kata yang kurang tepat. "Cheri, sekarang kamu tahu kenapa Daddy minta kamu belajar sungguh-sungguh?" sela Jett dari meja kerjanya. "Argh! I hate this!" seru Cheri kesal. "Why do I have to speak Bahasa when everyone around me speak English?" Nayarra mengambil tangan mungil Cheri dan menepuknya pelan. "Cheri, kamu bisa belajar pelan-pelan. Tidak perlu terburu-buru." "But Daddy always paksa-paksa. Like now!" jerit Cheri. "Cheri, it's time to go." Akan lebih baik menyudahi ini secepatnya sebelum Cheri berulah. Gadis kecil yang mungil ini sangatlah keras kepala. Dan Jett memang tidak berencana mengajak Cheri berlama-lama di kantornya. Ia hanya penasaran untuk membawa Cheri ke ruangannya dan memastikan sesuatu. Sesuatu yang sudah disadarinya beberapa hari terakhir dan membuatnya terus merasa penasaran. Kening Cheri berkerut. "This fast?" Jett menjawab dengan anggukan. Cheri mengerucutkan bibirnya tanda ia merasa kesal. "Tante Arra, Cheri harus go now. Bisa kita talk lagi next time?" "Tentu, Cheri." Nayarra menyaksikan Cheri menghilang bersama Jett sambil tersenyum geli. Ada perasaan khusus yang langsung tumbuh begitu saja dalam hatinya untuk gadis kecil itu. Gadis kecil dengan aksen aneh yang berbicara campur aduk, namun langsung berhasil mencuri hatinya. *** --- to be continue ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD