••
Lagi. Abeen merasa jengah ketemu lagi sama cewek penolongnya waktu itu. Walau keliatannya Maria lempeng-lempeng aja, nggak terlalu merhatiin sekelilingnya. Cewek itu nggak nyadar kalo di sampingnya duduk cowok yang pernah ditolongnya.
Maria asik berkutat dengan ponselnya. Berselancar di dunia maya, salah satu hobinya. Memposting beberapa foto tentang kehidupan underground, atau hanya berupa gambar-gambar di pojok kota. Bahkan sampai tiang listrik yang doyong pun ia abadikan. Tema alam, burung yang saling mematuk, Maria bilang itu sisi romantisme ciptaan Tuhan. Atau siluet nenek-nenek yang mendorong gerobak yang berisi botol-botol dan dus-dus bekas.
"Ya, tugas riset buat minggu depan, gimana tuh?" seorang temannya menyenggol bahunya.
Maria diam. Menscroll ponselnya. Dahinya berkerut. Langsung berdiri, menenteng tasnya dan beberapa buku di dekapannya. Kemudian berlalu.
Abeen mengulum senyum. Dia bukannya nggak tahu tentang Maria. Dia tahu Maria. Dia tahu cewek itu satu kampus dengannya walau beda fakultas. Pernah satu SMA pula. Abeen menunduk. Merasa malu merayapinya kini. Terlalu malu untuk sekadar menyapa.
Ya, Abeen malu ketemu Maria. Makanya dia bersikap jutek kemarin-kemarin. Tapi cewek itu emang kelewat baik hati. Sama dengan dugaannya selama ini.
"Diliatin aja, bro. Tembak sono!" Han menggeplak bahu Abeen.
"Apaan sih? Emang gue liatin siapa?"
"Halah! Basi lo. Gue tau kali, Maria kan?" senyum tengilnya mengembang.
"Populer juga tuh cewek," lanjutnya.
Abeen nggak terlalu nanggepin. Dia lanjut melangkah menuju kelas. Di pikirannya udah terakumulasi rencana-rencananya untuk hari ini. Selepas kuliah nanti, Abeen berencana ikut Han ke tempat temannya. Katanya ada kerjaan. Semoga aja lancar.
Namun, baru aja dia merasa plong, malah harus kebat-kebit lagi karena di belokan menuju kelasnya, ternyata Maria ada di sana. Memandangnya tanpa Abeen tahu apa artinya.
"Hai, ketemu lagi." sapanya.
Abeen diam lalu hanya melewatinya begitu aja. Han menepuk bahu temannya itu.
"Nggak waras lo?!"
Abeen menggendikan bahu. Han mencebik.
"Maria bukan selera lo, Been? Kasian tuh, anak orang dicuekin gitu." selorohnya.
"Gue sama dia kayak bumi sama langit, Han. Mimpi tuh harus tau diri. Yaelah..."
Han terkekeh. Mana ada mimpi harus tau diri? Yang ada mimpi itu harus indah, harus jauh, harus cemerlang, setinggi angkasa.
Abeen masuk ke kelasnya lalu duduk. Menepis rasa nggak enaknya barusan. Kenapa juga dia tadi bersikap kayak gitu? Maria kan cuma mencoba ramah padanya. Ada sesal di hati Abeen saat ini.
Ah, nanti sepulang kuliah aja...
Materi konduktor yang disampaikan dosennya dilahapnya. Catatannya cukup lengkap walau cuma dirinya sendiri yang paham. Karena tulisannya yang kayak seorang notulen. Ceker ayam masih mending, ini? Kayak tulisan cacing!
Dua jam berlalu, cowok berbibir kecil itu melirik arlojinya. Matanya berbinar menatap pintu kelas.
Han menyampirkan tangannya di pundak sahabatnya. Sambil mengobrol topik khas cowok. Apalagi kalo bukan games. Mereka berdua emang gamers.
Abeen tahu kelas Maria ada di lantai bawah. Hatinya ikut bertalu saat hampir sampai melewati kelas Maria. Sesaat hatinya mencelos. Seorang cowok yang tampak akrab dengan Maria. Betapa Maria terlihat bahagia dengan senyum yang sempurna cantiknya.
Salahkan dirinya yang ternyata mengharap rembulan jatuh ke pangkuannya. Salahkan daya halunya yang kelewat batas, begitu berani memposisikan dirinya di sisi gadis itu. Yang menurutnya mungkin Maria tengah lupa pada dirinya.
Abeen tersenyum miris, menertawai dirinya sendiri.
Bego lo Been! Anak raja mana mungkin melirik pelayan macam lo! Mirror lo! Bangun, jangan mimpi mulu.
•
Decitan suara pintu kamar, membuat atensi Abeen terpecah. Di sana menyembullah kepala Fido. Senyum malu-malu terukir di bibir Fido yang berminyak. Habis makan gorengan kayaknya.
"Apa?" Abeen kembali mengetik.
Selain ngamen, Abeen pun menerima jasa pengetikan beraneka tugas. Entah itu proposal, makalah bahkan skripsi.
Apa aja deh asal ngehasilin uang! Begitu katanya kalo disinggung soal kerjaannya yang serabutan.
"Bang, emh...dua minggu lagi aku ada acara kemping."
"Hm," Abeen mengangguk. "Berapa?"
"Ini suratnya, Bang." Fido mengulurkan secarik kertas padanya.
Abeen membacanya.
"Ya, tiga hari lagi uangnya ya? Kalo sekarang belum ada."
"Nggak apa-apa, Bang." sahut Fido.
"Oiya, tadi aku ketemu mbak Sari. Dia nanyain Abang, trus traktir aku deh. Mbak Sari titip salam," lanjutnya.
"Pengen jadi kurir salam lo? Lain kali bilang ke Sari, aku sibuk cari uang. Belum mau pacaran,"
Fido terkekeh. Dia memang kerap kali dititipi salam sama tetangganya itu. Fido nggak ngerti kenapa mbak Sari-mbak Sari itu tertarik sama abangnya. Apa coba kelebihan abangnya itu? Matanya sipit, bibirnya kecil, malah terlihat cantik kalo sudah dandan. Ganteng? Ganteng dari mananya?
"Abang itu padahal nggak ganteng, tapi cantik. Apalagi dah dandan buat ngamen. Mbak Sari apa nggak tau soal Abang suka ngamen?" cerocos Fido.
JLEB.
Nih anak kebangetan, abangnya dikatain kagak ganteng!
"Aku nggak peduli dia tau apa nggak," dengus Abeen.
"Tapi jangan jutek-jutek bang kalo ke cewek, ntar nggak laku."
Setelahnya Fido ngacir keluar takut kena timpuk tongkat baseball andalan abangnya.
Abeen tercenung, lalu tersenyum. Dia ingat lagi sosok itu. Maria...
Dia sendiri kadang bingung kalo ketemu atau deketan sama Maria. Pasti bawaannya pengen jutekin dia. Padahal Maria nggak salah apa-apa. Cewek segitu baik dan ramahnya. Tapi--
Seniorita mengalun dari ponselnya. Han.
"Yup?"
"Bro, temen gue mau ketemu lo dulu. Test dulu, cek sound, cek vokal gitu-gitu lah. Mau nggak?" serobotnya.
"Kapan?"
"Besok sore, bisa?"
"Oke, itu temen lo yang waktu ketemu di cafe Gadis kan?"
"Hooh, see tomorrow ya?"
"Sip. Thanks, Han."
Senyum terhias di bibir mungilnya. Hujan duit nih bentar lagi...
Mumpung lagi pegang ponsel, dia berselancar, berharap nemu sesuatu. Maria Anastasia Lubis.
Ya, Abeen setau itu tentang nama lengkap cewek penolongnya tersebut. Dia senyum-senyum begitu mendapati beberapa insta story-nya. Karena Maria termasuk cewek kulineria, yang seneng banget jajan, dan seneng nyoba makanan apa aja yang baru asal halal. Atau foto-foto pojok kota ketika malam. Dan foto-foto humanis lainnya. Jadilah Abeen cuma mantengin foto-foto aneka makanan, bukan siempunya akun.
Lalu ada vlog nya saat nge-resume jajanan entah di mana. Dari cara makan yang nggak elok, belepotan dan sukses hal itu bikin Abeen terkekeh-kekeh.
"Lucunya," gumamnya.
Semua di sign love, karena menurutnya apapun yang di up Maria, Abeen suka. Tapi saat ada seseorang yang mengomentari insta story-nya, seorang cowok pastinya, gemuruh di dadanya bertubi.
"I love everything you got, all picture!" Abeen membacanya.
Lalu dia mencebik. Padahal kalimatnya begitu sederhana tapi begitu berdampak pada hatinya. Abeen menggigit bibir bawahnya.
"Gila! Gue sesuka itu sama Maria, apa?"
••
tbc