Bab 3

1078 Words
"What! Ini orang enggak punya hati." Adis segera melangkah menuju ruangan Direktur. Ia tidak peduli kalau nantinya ia akan malu atau dipermalukan. Ia harus segera mengakhiri semua ini. Tapi, sebelum itu ia mengintip ke parkiran, mobil Pak Michael tidak ada. Artinya bosnya itu belum datang. Adis berjingkat saat sudah dekat ke ruangan Direktur utama. Pasalnya Yulia,sang sekretaris sedang mencari file-file di lemari dan sedang membelakanginya. Kalau Adis pamit pada Yulia, pasti tidak diizinkan karena Adis tidak punya kepentingan khusus. Adis membuka pintu perlahan, lalu masuk, menutupnya pelan. "Eh kucing, eh kucing!"Adis memekik saat melihat ada orang di dalam sana. "Wah, ada yang enggak sopan nih masuk ke ruangan Direktur tanpa permisi." Fariz tersenyum geli. "Loh...loh, Bapak sendiri...kenapa ada di ruangan ini?"balas Adis dengan wajah cemberut. "Itu urusan saya, lah." Fariz melipat kedua tangannya, menatap Adis dari atas sampai ke bawah."Kamu...pakai celana dalam, kan?" Adis merapatkan kakinya "Ya pake,lah, Pak. Tapi, saya harus bolak-balik nyuci." Adis melirik ke arah meja direktur, celana dalamnya masih di sana. Ia berjalan pelan, berusaha mengambil, tetapi Fariz menghalanginya. Adis melayangkan tatapan protesnya, Pria itu sudah membuang waktu, padahal Adis sedang takut kalau tiba-tiba sang Direktur datang dan memergoki mereka berdua. "Kenapa? Jangan harap kamu bisa ambil," kata Fariz santai. Ia mengumpulkan semua celana dalam Adis dan meletakkannya ke dalam sebuah paperbag. Ia simpan di bawah meja direktur. "Kok di situ!"pekik Adis semakin frustrasi. Fariz tertawa tidak peduli."Suka-suka saya dong!" "Kenapa, sih Bapak nyuri celana dalam saya? Buat pesugihan ya? Nyuri celana dalam perawan?" "Sembarangan kalau ngomong." "Lah, terus...buat apa. Balikin, Pak," mohon Adis. "Saya belum puas ngerjain kamu. Saya belum sangkutin ke pohon-pohon...atau...di ..." Adis berjalan cepat menuju meja, berusaha mengambil paperbag di bawah meja. Tapi, Fariz langsung menghalangi. "Pak, apa-apaan, sih. Ini enggak lucu tahu enggak." Adis mulai kesal. "Kamu pikir mempermalukan saya dengan berteriak.'Pak, sempak Bapak ketinggalan' itu lucu? Kamu enggak sadar sudah mempermalukan saya?" tatap Fariz. Adis menggeleng dengan polos."Enggak. Kan itu memang sempak Bapak. Saya lihat jatuh dari kantong Bapak. Betul, kan? Saya hanya berusaha mengembalikan benda yang jatuh kepada pemiliknya. Sebab itu bukan hak saya. Dimana salahnya, Pak?’ Fariz berkacak pinggang, kesal mendengar jawaban Adis."Salah. Pokoknya kamu salah." "Ya udah saya minta maaf, Pak. Balikin dong celana dalam saya, tapi...jangan Bapak pelet, ya. Saya enggak mau sama Bapak, kayak Om-Om," balas Adis. "Adis!" Fariz melotot ke arah Adis. Gadis itu selalu membuatnya emosi. "Ya pokoknya gitu deh, Pak. Saya mau celana dalam saya, sini," paksa Adis. "Kamu enggak sopan, ya, sama Direktur Utama," ucap Fariz. Gerakan Adis terhenti."Direktur Utama?" Fariz mengangguk."Ya. Sekarang...saya direktur utamanya." "Loh...loh kok bisa? Terus...kok Pak Michael mau sih ngasih jabatannya ke orang seperti Bapak...enggak mungkin. bapak pasti lagi halusinasi, kan? Terobsesi jadi Direktur." Adis tertawa mengejek. "Terserah!" Kalau kamu ngelawan terus, saya akan sebarkan video celana dalam yang...tertera nama Adisa Mahyana." Fariz tersenyum jahat. "Ya udah sebarin deh, Pak. Sebarin...saya bisa apa coba." Adis terlihat putus asa. Rasanya ia jadi malas menanggapi Fariz. Sebaiknya ia mengalah saja sementara ini. "Bagus deh, ya sudah sana keluar," usir Fariz. Adis menatap Fariz dengan tajam, ia jadi curiga dengan pria itu."Permisi, Pak. Selamat bersenang-senang sama celana dalam saya!" Adis keluar ruangan dengan kesal. "Loh, Mbak...kok dari dalam? Kapan datangnya?" Yulia panik melihat Adis keluar dari ruangan Direktur. "Iya, ada panggilan khusus dari Pak Fariz," bisik Adis. "Loh, Mbak punya hubungan spesial, ya, sama Pak Fariz?" Adis mengangguk."Spesial, urusan celana dalam." "Celana dalam?" Yulia menatap Adis bingung. Tapi, Adis justru pergi begitu saja menyisakan jutaan pertanyaan di kepala Yulia. Adis menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi, ia mulai stres."Fokus kerja, Adis. Sabar sampai gajian, terus beli sempak selusin." Adis berusaha menghibur dirinya sendiri. Tapi, masalahnya bukan itu, ia masih khawatir Fariz akan menyebarkan celana dalamnya di kantor ini. Teman satu kantor Adis banyak yang m***m. Beberapa juga ada yang nekad menyentuh b****g Adis, atau chatting langsung ke kontak pribadi mengajak Adis check in hotel. Adis berusaha fokus bekerja sampai jam bekerja berakhir  Adis melihat Fariz keluar dari kantor, dengan cepat Adis ke parkiran mengambil motor. Ia mengikuti kemana perginya Fariz. Pria itu berbelok ke sebuah apartemen. "Hah! Gaya banget tinggal di apartemen. Gajinya sebulan aja habis untuk bayar apartemen ini." Adis mulai nyinyir. Ia segera memarkirkan motornya, lalu mengikuti Fariz pelan-pelan. Bahkan saat masuk lift, ia menyelinap di antara orang yang masuk. Untungnya sedang ramai sehingga Fariz tidak melihatnya. Saat Fariz keluar, Adis mengikutinya. Fariz memasukkan kata sandi di pintu apartemennya, pintu terbuka. Adis menunggu beberapa saat, pintu masih terus terbuka. Perlahan ia mendekat dan masuk. Tidak ada siapa pun. Ia berjingkat sembunyi di balik sofa yang berhadapan dengan pintu.  Fariz keluar dari kamarnya dengan terburu-buru, melihat pintunya ternyata belum tertutup, ia langsung menutupnya. Ia tampak membuka laptopnya sebentar, lalu keluar lagi. Adis mengintip Fariz saat mengetikkan kata sandi pintu, wanita itu tersenyum jahat. Sekarang, Fariz sudah pergi. Adis bersorak, ia harus menunggu beberapa menit sampai ia yakin Fariz sudah benar-benar pergi. Ketika hendak keluar, tiba-tiba niatnya berubah. Ia melirik ke arah kamar. "Masuk, ah...siapa tahu ada yang menarik." Adis berdiri sambil berkacak pinggang, mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah lemari di dekat pintu kamar mandi. Adis tertawa puas, di sana ada celana dalam Fariz. Begitu melihatnya, Adis tertawa terbahak-bahak. Dengan sigap ia memasukkan beberapa celana dalam Fariz ke tasnya. Setelah itu ia pergi dengan tawa bahagia. ** Pagi ini, Fariz terlihat sedang berjalan di menuju ruangannya. "Selamat pagi, Pak," sapa para karyawan. Fariz menjawabnya dengan wajah ceria dan ramah. Tiba-tiba saja matanya tertuju pada Adis yang sedang berada di lantai yang sama. Tiba-tiba Fariz tertawa sendiri. Hari ini ia belum berniat melakukan sesuatu dengan celana dalam Adis. Hari ini ia akan sangat sibuk harus bertemu dengan beberapa orang penting. Setengah jam berlalu, meetingakan segera dimulai. Fariz melangkah ke ruang meeting. Pagi ini ia begitu semangat memimpin rapat untuk pertama kalinya. Semua orang juga sudah berkumpul. Infocus juga sudah menyala. Tapi ia heran melihat layar justru tergulung. "Yulia, buka layarnya." Fariz memerintahkan Yulia, sang sekretaris. "Oh, Maaf, Pak sepertinya tergulung karena kurang kencang." Yulia menarik gulungannya hingga ke bawah. Semua orang yang ada di ruangan meeting terkejut,terkecuali Fariz. Mereka bertukar pandang. Sementara Yulia menunduk malu. "Baik, kita mulai saja meeting kita pagi ini.” "Dengan tampilan seperti ini?" Fariz mengangguk."Iya. Ini adalah...bahan presentase saja." Ia belum melihat ke arah belakang. "Materi yang bagus, menarik, dan...unik." Fariz tersenyum senang, lantas ia melihat ke belakangnya. Ia tercengang melihat celana dalam tergantung di layar itu. Fariz melotot ke arah Yulia."Apa-apaan ini, Yulia?" "Maaf, Pak, saya tidak tahu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD