Sebenarnya Relix dan Syafira ingin langsung pulang ke apartemen setelah lelah bekerja, namun mereka langsung memutar balik menjadi arah yang berbeda ketika mendapat sebuah telepon yang mengabarkan kalau Mommy Rishi–Ibunya Relix jatuh sakit. Relix yang memang sangat menyayangi Ibunya pun panik luar biasa. Perasaanya dulu Mommy Rishi baik-baik saja, tetapi entah mengapa kini kabar buruk seperti ini yang dia dapatkan. Syafira pun ikut merasa cemas karena biar bagaimanapun juga Mommy Rishi adalah mertuanya, jika mertua di televisi-televisi itu terkenal jahat dan galak. Namun, berbeda dengan Mommy Rishi yang kelewat ramah padanya. Mommy Rishi sudah menganggap Syafira sebagai putri kandungnya sendiri, di samping dia pun memiliki seorang anak perempuan yang tak lain adalah adik Relix.
Relix berkali-kali mengumpat ketika jalanan sepertinya tak merestuinya untuk segera sampai di rumah orangtuanya, dia benar-benar kesal dengan jalanan kota yang selalu saja macet parah seperti ini. Tidakkah mereka tahu kalau dia di sini sedang terburu-buru? Ibunya sakit dan dia sekarang tak tahu keadaannya. Andai saja dia punya nyali kuat, maka dia akan berteriak sekencang-kencangnya pada pengendara lain agar segera menyingkir dari hadapannya. Namun, sayangnya dia masih memiliki otak yang waras sehingga masih bisa mengontrol emosinya. Jika saja dia melakukan hal itu, maka bisa dipastikan bukannya dia dan Syafira cepat sampai ke rumah orangtuanya justru polisi yang akan menjemput mereka.
"Tenang oke?" Usapan lembut Relix rasakan di lengannya membuat emosinya sedikit tenang.
"Mommy pasti akan baik-baik saja, beliau pasti akan merasa sangat sedih kalau kamu uring-uringan seperti ini. Pelan-pelan tidak apa-apa, asalkan kita selamat sampai tujuan." Syafira benar-benar berhasil membuat Relix merasa tenang, emosinya yang semula ingin dia keluarkan pun sirna berubah menjadi ketenangan dan kedamaian dalam hatinya.
Jujur, hal inilah yang membuatnya jatuh cinta pada Syafira. Awal mula dia bertemu dengan gadis SMP itu yang tak lain adalah Syafira, gadis yang masih mengenakan seragam putih birunya itu terlihat sangat dewasa sekali ketika memberitahu kebenaran pada teman-temannya yang sering berbuat onar. Dan pemandangan itu tak sengaja di lihat dan didengar oleh Relix, pria itu mungkin dulu merasa gila karena kagum pada seorang anak SMP sedangkan dirinya yang sudah menduduki bangku kuliah. Kegilaan itu pun semakin bertambah besar ketika dia tahu kalau Syafira adalah adik Sandi yang tak lain adalah sahabatnya, benar-benar hal yang tak pernah Relix duga. Mungkin itu adalah takdir pertemuannya dengan Syafira, hingga kini mereka sudah menjadi suami-istri.
Ketika kemacetan sedikit berkurang, akhirnya Relix mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Itu pun karena Syafira yang memperingatinya dengan nada lembut, karena Syafira pun tak mau celaka ketika emosi sang suami tidak stabil. Bukankah sebagai seorang istri dirinya harus begitu? Meredam segala emosi yang suaminya rasakan adalah tugasnya. Dia mungkin kadang suka bertingkah galak dan kekanakan pada Relix, namun itu di lain waktu. Suasana hati suaminya kini sedang tidak baik, maka dari itu dirinya lah yang harus bertingkah dewasa. Ya meskipun dia sedikit takut ketika melihat kemarahan yang nampak jelas di mata Relix, selama ini dia tak pernah melihat wajah suaminya seperti itu. Perpaduan antara marah, cemas dan ketakutan yang menjadi satu berhasil membuat wajah Relix terlihat menyeramkan di mata Syafira.
Relix tak menunggu Syafira untuk turun dari mobil ketika mobilnya sudah tiba tepat di pelataran rumah orangtuanya, dia berjalan dengan cepat memasuki rumah meninggalkan Syafira yang masih berada di mobil. Syafira hanya tersenyum maklum, dia sangat tahu seberapa khawatir Relix pada Mommy Rishi. Suaminya itu begitu menyayangi Ibunya, tak heran dia melupakan Syafira sejenak. Akhirnya Syafira pun turun dari mobil menyusul suaminya, dia tak sengaja berpapasan dengan Rieka–adik kandung Relix yang masih berada di bangku kuliah.
"Mau ke mana Ka?" tanya Syafira membuat Rieka menghentikan langkahnya, dia tersenyum ramah pada Syafira.
"Mau ke supermarket sebentar Kak, Kak Fira masuk aja ke dalam." Syafira mengangguk dan membiarkan Rieka pergi sedangkan dirinya melanjutkan langkahnya memasuki rumah mewah mertuanya.
Begitu memasuki rumah di sana sudah ada keluarga Relix yang berkumpul di sana, dahinya mengernyit ketika tak mendapati raut kesedihan di wajah mereka. Hanya ada raut kebahagiaan dan canda tawa di sana, bukankah Mommy Rishi sakit? Mengapa mereka malah terlihat gembira? batin Syafira bertanya-tanya. Belum juga dia mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang dia tujukan pada dirinya sendiri, seorang pria paruh baya memanggil namanya membuat Syafira langsung tersadar dari lamunannya kemudian menghampiri mereka.
"Hallo, Daddy, Om, Tante, Kakek." Syafira menyalami satu persatu orang yang ada di sana.
"Relix pasti meninggalkanmu karena kelewat panik ya?" tebak Daddy Alex–Ayah Relix membuat Syafira mengangguk sambil meringis.
"Anak itu ya kebiasaan sekali, selalu panik kalau mendengar kabar mengenai Mommy-nya" ucap pria paruh baya berwajah eropa itu sambil menggeleng. Wajahnya terlihat masih sangat tampan dan awet muda meskipun usianya tak lagi muda, wajah yang benar-benar mirip dengan Relix.
"Sana kamu langsung ke kamar Mommy-mu, Relix ada di sana." Syafira mengangguk, setelah berpamitan dia akhirnya mulai memasuki sebuah ruangan di mana Relix dan seorang wanita paruh baya tengah duduk. Wajah Relix terlihat merengut kesal, sedangkan wanita paruh baya itu terlihat sangat bahagia sekali.
"Sayang? Maaf ya aku tadi meninggalkanmu karena kelewat panik," ucap Relix ketika melihat keberadaan istrinya.
"Enggak apa-apa, aku paham kok kalau kamu khawatir sama Mommy. Selamat sore Mommy." Syafira menyalami tangan mertuanya sambil memamerkan senyum manisnya.
"Sore juga Syafira, anak Mommy ini ya seenaknya meninggalkan menantu kesayangan Mommy." Mommy Rishi menarik telinga Relix hingga membuat pria dewasa itu meringis kesakitan seperti anak kecil.
"Aahh sakit Mom," ucap Relix. Tangannya mencoba melepaskan tangan Mommy Rishi yang masih setia menarik telinganya.
"Harusnya aku yang marah, Mommy bohongin aku. Katanya Mommy sakit, tahunya cuma sakit kangen aja." Relix mengusap telinganya yang pastinya panas dan memerah karena ulah tangan Mommy Rishi.
"Maksudnya gimana?" tanya Syafira yang masih tidak mengerti.
"Maksudnya gini loh, Yang. Mommy cuma pura-pura sakit supaya kita ke sini, katanya Mommy sakit kangen sama aku." Mata Syafira beralih menatap Mommy Rishi yang memang kelihatan baik-baik saja.
"Mom, lain kali kalau kangen sama kami. Mommy tinggal bilang aja, kami pasti langsung datang ke sini. Mommy enggak perlu harus pura-pura sakit seperti itu, aku takut nanti Mommy jadi sakit beneran. Bukannya aku mau doain Mommy yang buruk-buruk, tapi kan biasanya juga begitu." Perkataan lembut penuh kedewasaan yang Syafira lontarkan membuat Mommy Rishi semakin kagum pada menantunya, Relix tidak salah dalam memilih istri. Syafira adalah orang yang tepat untuk mendampingi Relix seumur hidupnya.
"Mommy tahu enggak, anak Mommy itu hampir aja buat aku jantungan. Dia tadi ngebut Mom waktu bawa mobil ke sini, untung aku enggak kenapa-napa" adu Syafira membuat Relix langsung meringis.
"Maaf Mom, habisnya aku kelewat panik. Jadi asal tancap gas aja, jangan cubit lagi ya telinga aku. Masih sakit ini Mom," ucap Relix sambil mengusap-usap telinganya.
"Lebay kamu, istri kamu ilfeel tuh jadinya" goda Mommy Rishi.
"Iya kah, Yang? Kamu risih kalau aku begitu?" Syafira tentu saja menggeleng, dia tidak pernah berucap begitu. Itu hanya perkataan Mommy Rishi saja yang ingin menggoda Relix, dan Relix yang takut jika Syafira ilfeel padanya pun langsung bertanya seperti gadis polos yang tak tahu apa-apa.
"Oh iya Mom, ini tadi kebetulan kami melewati toko buah." Syafira menyerahkan keranjang berisi macam-macam buah yang langsung diterima oleh Mommy Rishi.
"Waah makasih, Sayang. Kamu tau aja kalau Mommy suka sekali dengan buah-buahan," ucap Mommy Rishi yang terlihat sangat senang sekali diberi buah oleh menantunya. Padahal jika Mommy Rishi mau, dia bisa saja meminta suaminya untuk membeli buah sekaligus kebun-kebunnya. Tetapi pemberian menantunya jelas beda rasanya, ada rasa bahagia tersendiri ketika tahu bahwa menantunya peduli padanya.
Anak muda zaman sekarang biasanya hanya peduli dengan suami mereka sendiri, tanpa mau repot-repot peduli dengan kedua orangtua suaminya. Berbeda sekali dengan Syafira yang kepeduliannya sangat tulus sekali dan tidak dibuat-buat, beruntung sekali Syafira bisa menjadi menantunya. Dan lebih beruntung Relix yang bisa menjadikan Syafira sebagai istrinya, bagian dari hidupnya. Si gadis kecil dengan pemikiran dewasa itu kini sudah bertumbuh dewasa dan semakin cantik dengan sifat dewasanya yang tak akan pernah pudar.
"Mom ...." Mereka langsung me menoleh ke arah pintu ketika suara Rieka terdengar.
"Ini pesanan Mommy," ucap Rieka sambil menyerahkan kantung plastik ke arah Mommy Rishi.
"Makasih ya, Sayang?" Rieka mengangguk dan duduk di sebelah Mommy-nya.
"Ah iya kalian sudah makan belum? Maaf ya tadi Mommy membuat sedikit drama agar kalian bisa datang ke sini," ucap Mommy Rishi sambil meringis diujung kalimatnya.
"Sudah kok Mom, tadi sebelum pulang dari kantor aku sama Fira mampir di restoran." Relix yang menjawab.
"Kalau gitu aku ajak Fira ke kamarku ya Mom? Kami mau bersih-bersih dulu," sambung Relix.
"Mau bersih-bersih apa ehem-ehem nih," sindir Mommy Rishi membuat Relix berdehem sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Ih Mommy, ya enggaklah."
"Biasanya kan pengantin baru begitu, bawaannya mau ngamar terus." Wajah Syafira rasanya sudah merah dan panas seperti kepiting rebus yang baru saja diangkat dari panci, benar-benar merah merona.
"Mommy, suka banget ya godain aku sama Fira? Kasihan tuh pipi Fira jadi merah. Malu tuh dia pasti." Mommy hanya terkekeh ketika Syafira melotot ke arah Relix.
"Ya sudah kalian boleh ngamar, ingat ya buatin Mommy banyak cucu."
"Rieka mau ponakan yang gembul dan lucu ya Kak, titip ponakan cewek ya!" Rieka mulai ikut-ikutan, dengan semangat dia bersuara. Hal itu membuat Syafira bertambah malu, mengapa Ibu dan anak itu sepertinya kompak sekali membuatnya malu?
"Siap, beres. Kalau buat cucu atau ponakan, kan Relix Alfaro jagonya. Kalian serahin aja sama kami, asal jangan ganggu aja. Ayo Sayang." Relix merangkul bahu Syafira dan mengajaknya keluar dari kamar Mommy Rishi.
"Ih kamu apa-apaan sih? Malu tuh sama mereka," ucap Syafira kesal sambil menyentak rangkulan Relix di bahunya.
"Malu apa sih, Sayang? Kan emang benar kalau kita mau buat anak. Eh Sayang, kamu mau ke mana!?" teriak Relix ketika Syafira berjalan cepat mendahuluinya.
"Buat anak terus yang ada di pikiran kamu, kenapa sekarang aku lebih suka kamu yang di kantor aja ya?" sinis Syafira ketika Relix mengikutinya memasuki kamar pria itu.
"Yakin lebih suka aku yang di kantor?" kekeh Relix.
"Enggak jadi, enggak dua-duanya." Syafira membuka kancing pakaian kerjanya hingga menyisakan blouse-nya.
"Mandi bareng yuk, Yang. Mempraktikkan apa yang Mommy dan Rieka bilang tadi di kamar Mommy," ajak Relix dengan senyum mesumnya.
"Enggak usah aneh-aneh deh," ucap Syafira sinis.
"Beneran deh, masa aku enggak-...." Brakkk...
Pintu kamar mandi tertutup tepat di depan wajah Relix yang memang ingin mengikuti Syafira ke dalam, dalam kamar mandi Syafira terkekeh. Dia yakin sekali kalau suaminya di luar sana tengah memasang wajah kesal, Syafira yakin itu. Dia akan menghitung, dalam hitungan ketiga maka Relix akan berteriak memanggil namanya. Satu ... dua ... ti-....
"Sayang! Kok pintunya ditutup, aku kan belum masuk!" teriak Relix dari luar sana sambil memukul-mukul pintu kamar mandinya.
"Hemat waktu! Mandinya sendiri-sendiri aja!" balas Syafira berteriak dari dalam kamar mandi.
"Bukain pintunya dong, Sayang. Katanya mau menghemat waktu, kalau mau menghemat waktu seharusnya kita mandi bareng aja!" Syafira mencibir, yakin jika mereka mandi bersama maka waktu mandi mereka akan sedikit? Yang ada bukannya berkurang, mandi yang biasanya hanya membutuhkan waktu lima belas menit bisa berjam-jam lamanya. Kalian tahu kan apa yang Syafira maksud? Jika tidak tahu ya sudah, biarlah kalian menerkanya sendiri.
Syafira mengabaikan saja Relix berteriak di luar sana, wanita itu memilih merendam tubuhnya di dalam air hangat yang sudah dia beri sabun aromaterapi yang membuatnya rileks. Dia hanya berendam sebentar, sekedar merilekskan tubuh kemudian ia membilas tubuhnya di bawah shower dengan waktu kilat. Setelah melilitkan handuk ditubuhnya, Syafira membuka pintu itu dengan perlahan. Matanya melongok ke luar, dia ingin memastikan apakah Relix ada di dalam kamar atau tidak. Setelah memastikan semuanya aman, Syafira keluar dari kamar mandi.
"Ahhhhh!" Syafira berteriak dengan kencang ketika Relix tiba-tiba muncul dari balik pintu kemudian langsung memanggul tubuhnya seperti karung berisi beras.
"Turunin!" Syafira memukul-mukul bahu Relix yang tak terpengaruh sama sekali dengan kelakuan Syafira.
"Pokoknya kita harus buatin cucu buat Mommy sama ponakan buat Rieka hari ini," ucap Relix setelah menghempaskan tubuh Syafira di atas ranjangnya.
"Ih, masih sore juga. Malu ah nanti kalau rambut kita sama-sama basah!" kesal Syafira yang mencoba bangkit dari tidurnya namun dengan cepat Relix mengunci pergerakannya hingga dia tidak bisa pergi ke mana-mana.
"Namanya juga pengantin baru, mereka pasti paham lah sama kelakuan kita yang maunya mesra-mesraan terus." Suara Relix sudah mulai terdengar serak membuat tubuh Syafira panas dingin mendengarnya, ah mengapa suara suaminya itu terdengar seksi ditelinganya?
"Ehem Mommy enggak liat, Mommy pakai headset." Syafira langsung mendorong d**a Relix kuat ketika mendengar suara Mommy Rishi.
"Mommy ...." panggil Syafira dengan perasaan malu sekali terkejut.
"Kalian lanjutkan saja, Mommy cuma ingin mengingatkan kalau mau ehem-ehem. Lain kali tutup pintunya, untung tadi yang lewat Mommy, kalau Rieka bagaimana? Jangan kotori otak polos anak gadis Mommy itu. Lanjutkan ya," kekeh Mommy Rishi kemudian pergi keluar kamar Relix meninggalkan dua orang yang kini saling tatap.
"Kamu sih, kan jadi kepergok Mommy" kesal Syafira.
"Loh kok aku?"
"Salah siapa tadi enggak dikunci dulu pintunya."
"Ya udah aku kunci dulu pintunya," ucap Relix yang akan beranjak.
"Eh mau ngapain di kunci?" tanya Syafira.
"Mau lanjutin yang tadi lah, Yang." Syafira melengos.
"Udah enggak mood lagi, sana mandi. Aku mau ganti baju." Relix melongo, jadi mereka tidak jadi nganu-nganu nih? batin Relix nelangsa.