Bab 4 - Meminta Diceraikan

1981 Words
Rheiny jalan sangat pelan. Kakinya terasa berdenyut saat dia bergerak. Namun, dia harus melakukannya. Meski tidak sanggup, dia harus memaksa tubuhnya untuk bergerak dan melakukan semua perintah mereka. Jika tidak, Amar akan kembali memukulinya setelah para tamu pergi. "Silahkan diminum, Tuan!" ucap Rheiny sopan. Suaranya masih terdengar begitu lembut ditelinga Aland. Aland memperhatikannya dengan seksama tanpa mengedipkan matanya. Amar tidak sengaja melihat itu dan merasa tak senang, karena Aland memandangi istrinya. Meski dia suka memukuli istrinya, tapi bukan berarti dia rela jika istrinya dilirik oleh pria lain. Egois! Yah, begitulah Amar. Pria egois yang mau menang sendiri dan semua harus menuruti kemauannya. "Masuklah! Jangan keluar sampai kupanggil!" perintah Amar dengan nada penuh penekanan. Dia bahkan mencengkeram pergelangan tangan Rheiny sangat kencang, hingga membuat wanita itu meringis. "I-iyah," jawab Rheiny terbata-bata. "Sayang!" Tiba-tiba saja sebuah suara terdengar. Suara yang begitu familiar ditelinga Rheiny. Suara manja dan nakal itu memanggil suaminya dengan bebas, yang dirinya saja bahkan tidak bisa menyebutnya. "Oh, maaf, dia Istri saya!" ucap Amar memperkenalkan Christina sebagai istrinya di depan Rheiny. Rheiny mendengar dan melihat keduanya yang memang bersikap layaknya pasangan suami istri. Hatinya terasa begitu sakit, namun dia tidak bisa melakukan apa pun. Aland melihat itu, wajah sedih dan sakit hati Rheiny terlihat sangat jelas. Bahkan putra mereka, Valden, dapat merasakan kesedihan sang Ibu dari balik pintu kamar. "Kenapa masih di sini? Sana pergi!" usir Tyas dan Herman hanya mendelik tak suka melihat Rheiny. "Iyah," jawab Rheiny lemah dan bergegas berjalan meninggalkan tempat itu. "Hiks!" Rheiny menangis begitu tiba di dapur. Dia menaruh tangan didadanya dan menekan sekuat tenaga, untuk menghilangkan rasa sakit serta sesak yang dia rasakan. "Apa salahku?! Kenapa kalian memperlakukanku seperti ini?!" isak tangis Rheiny semakin membesar dan dia mencoba menahannya. Menangis tanpa suara seorang diri. Rheiny berjongkok dan memeluk kedua kakinya, serta wajahnya tertunduk. "Permisi," ucap seseorang membuat Rheiny menghentikan tangisannya. Masih dengan kepala tertunduk, dia segera menghapus air mata diwajahnya. "Oh, maaf. Ada yang perlu saya bantu?!" tanya Rheiny bergegas, tetapi tetap sopan. Aland memperhatikan wajah Rheiny. Matanya terlihat memerah dan sembab. "Toilet! Saya ingin ke toilet, tadi sudah diberitahu oleh mereka. Tapi saya lupa," ucap Aland berbohong. Padahal itu hanya akal-akalannya saja. Dia hanya ingin melihat kondisi Rheiny. "Oh, silahkan ikuti saya. Kamar mandi di bawah sedang rusak. Jadi, Anda bisa memakai kamar mandi yang ada di atas," jelas Rheiny pelan sambil menunjukkan arah pada Aland. "Terima kasih!" balas Aland sambil mengikuti Rheiny dari belakang. "Sama-sama," senyum Rheiny mengembang diwajahnya. Tampak cantik, meski wajahnya penuh dengan lebam. Aland hanya tidak percaya. Bahwa ada manusia sekeji dan sekejam Amar, yang senang memukuli istrinya sendiri. Mengingat akan hal itu, membuat Aland semakin kesal. "Ini kamar mandinya. Silahkan!" ucap Rheiny benar-benar seperti seorang pembantu. Aland miris melihatnya. "Baiklah, terima kasih!" sahut Aland dan masuk ke dalam sana. Meski itu hanya sebuah alasan, Aland tetap harus masuk agar Rheiny tidak curiga. Wanita itu bahkan tidak menyadari, kalau mereka sudah pernah bertemu saat siang tadi. Rheiny dengan setia menunggu Aland di depan pintu kamar mandi. Dia tulus menjamu Aland dan rekannya, demi suaminya terlihat baik di depan keduanya. "Agh!" pekik Rheiny tertahan saat ada seseorang membekap mulutnya dan menariknya masuk ke dalam sebuah kamar. "Kakak ipar!" panggil seorang pria. "Kak, wajah cantikmu kenapa?! Tapi tidak masalah, itu tidak akan menghilangkan pesona dirimu, Kak!" ucapnya dengan penuh hawa nafsu. "Lepas Danil! Jangan kurang aja padaku!" berontak Rheiny. Dia berusaha keras melepaskan diri dari genggaman Sang Adik Ipar. Danil Channing adalah adik dari suami Rheiny, Amar. Adik suaminya ini ikut tinggal bersama dengan mereka, seperti kedua orang tuanya. Namun, saat bulan pertama pernikahan mereka. Rheiny merasakan gelagat aneh dari sang Adik Ipar. Seperti bermain mata dengan nakal pada Rheiny, serta suka sekali muncul tiba-tiba saat tidak ada siapa pun. Danil bahkan pernah merayunya secara terang-terangan, disaat Suami dan mertuanya tidak ada di rumah. Beruntung, saat itu ada tetangga yang datang ke rumah. Sehingga Danil menghentikan tindakannya, yang terasa semakin berani saat itu. "Lepas, Danil! Lepas!" pekik Rheiny. Namun, sesaat kemudian, Danil membekap mulutnya dengan tangan kirinya. Tangan kanannya mulai bergerilya dan menurunkan secara paksa celana yang dikenakan Rheiny. "Hummpphh.., hmmp!!" teriak Rheiny tak jelas akibat mulutnya ditutup. Dia hanya bisa bergumam pasrah. Berontakannya tak membuat perbedaan jauh, karena tubuhnya saat ini sudah berada di bawah kungkungan Danil. Dengan bobot tubuh Danil, dia menahan tubuh Rheiny agar tidak bisa pergi ke mana pun dengan sangat mudah. Brak! Suara pintu terbuka dengan sangat kencang. Aland murka melihat apa yang ada di hadapannya. Seorang lelaki berada di atas Rheiny dan hendak melakukan sesuatu yang tidak senonoh pada wanita itu. "Lepaskan dia!" perintah Aland dengan wajah menghitam dan kedua tangannya mengepal kuat. "Siapa kau?! Pergi dan jangan mengganggu kami!" usir Danil tak peduli. "b******n!" murka Aland. Dia melangkah dan menghampiri Danil. Mencengkeram kerah bajunya dan menarik serta menghempaskan ke samping, membuat Danil jatuh akibat kehilangan keseimbangan. "Kamu tidak apa-apa?!" tanya Aland cemas. Dia menyentuh pipi Rheiny dan menghapus air mata dari wajahnya dengan spontan. "Hem," gumam Rhein sambil mengangguk. Rheiny merasa takut pada Aland, karena aura Aland tidak main-main menyeramkannya. Namun, dia tetap berdiri di belakang Aland. Karena dia merasa, pria yang menolongnya ini tidak akan mungkin menyakitinya. Setidaknya untuk saat ini. "Te–terima kasih, Tuan!" ucap Rheiny terbata-bata dan mengatur napasnya yang tersengal. "Apa mereka selalu memperlakukanmu seperti ini?!" tanya Aland tiba-tiba. Rheiny tidak menjawab dan hanya diam. Namun, genggaman tangan Rheiny dibaju Aland semakin kuat. Hal itu dapat Aland rasakan dengan jelas. Hanya dengan reaksi sekecil itu saja, Rheiny sudah memberikan jawaban pada Aland secara tidak langsung. "Ada apa ini?!" teriak Amar saat memasuki kamar adiknya-Danil. "Kenapa Anda bisa ada di sini?" tanya Amar. "Kak! Wanita jalang ini sedang bermesraan dengan pria itu, Kak. Mereka tidak tahu, jika aku berada di rumah. Saat aku keluar dari kamar mandi dan masuk ke dalam kamar, aku melihat mereka berdua sedang b******u mesra!" ucap Danil dengan penuh kebohongan. Semua perkataannya adalah fitnah dan tidak mendasar. Bagaimana mungkin Aland dan Rheiny dapat melakukan itu ditengah-tengah banyaknya orang di dalam rumah ini. "Bohong, Mar. Adikmu berusaha memperkosaku!" sergah Rheiny. Dia tidak terima dituduh atas hal yang tidak dia lakukan. "Dia sering melakukan hal seperti ini, melecehkanku disaat kamu tidak ada di rumah! Meski dia tahu aku adalah Kakak iparnya, dia tetap menggoda, merayu, dan bahkan dia melakukan hal nekat seperti barusan!" jelas Rheiny pada Amar dengan singkat. "Bohong!" sangkal Danil saat Amar menatapnya tajam. "Wanita itu berbohong, Kak! Dia yang suka menggodaku! Kamu harus percaya padaku, Kak. Aku ini adalah adikmu!" tukas Danil membuat Amar mempercayainya dan menatap tajam Rheiny. "Kamu! Sudah ku duga! Tadi juga kamu sedang bersama lelaki lain, 'kan?!" bentak Amar. "Dasar Jalang tidak tahu diri! Beraninya kamu berselingkuh dan menggoda banyak pria di belakangku!" murak Amar dan hendak maju untuk memukuli Rheiny. Namun, Aland melindungi Rheiny dan mendorong Amar hingga terjatuh. "Jangan sentuh dia!" perintah Aland. "Suami macam apa yang tidak mempercayai istrinya sendiri! Anda tidak pantas menjadi suaminya!" tandas Aland dipenuhi emosi. "Jangan ikut campur urusan rumah tangga kami!" bentak Amar. "Oh, rumah tangga?! Bukannya tadi kalian bilang dia adalah seorang Pelayan di rumah ini? Kenapa tiba-tiba menjadi istri? Bukannya wanita di belakang Anda itu adalah Istri Anda?!" sindir Aland sambil menyunggingkan sudut bibirnya. Terlihat sinis menatap Amar muak dan rendah. Amar terdiam dan tak bisa menyangkal perkataan Aland. "Calon istri! Karena Putra kami akan segera membuangnya!" sela Tyas ditengah-tengah kekacauan ini. "C–calon istri?!" Rheiny mengulang perkataan mertuanya, Tyas. Hanya dirinya dan Aland yang mendengarnya. Namun, Amar dapat melihat gerakan bibir dan ekspresi terkejut Rheiny. "Rhe, aku bisa jelaskan," ucap Amar melembut. Entah mengapa, dia merasa tidak rela Rheiny mengetahui tentang kenyataan ini. Ada sedikit bagian dihatinya yang merasa sedih dan tidak menerimanya. "Amar! Apa kamu bermain-main denganku? Aku sedang hamil, Amar!" pekik Christina membuyarkan pikiran Amar yang hanya tertuju pada Rheiny. "A-apa?! Hamil?!" ulang Rheiny tak percaya. "Kenapa, Mar? Kenapa kamu tega padaku?! Bukankah kamu tahu, apa saja yang sudah kulakukan untuk kita dan keluarga ini? Kenapa? Apa salahku, Amar?!" tanya Rheiny pada Amar. Sebenarnya, masih sangat banyak sekali pertanyaan yang ingin dia lontarkan pada suaminya itu. "Sudah jelas masalahnya ada padamu, Rhe!" sela Christina menggantikan Amar yang diam untuk berbicara. "Kamu tidak dapat memuaskan Amar di atas ranjang, kamu selalu berpakaian lusuh dan menjijikkan! Kamu sangat tidak layak untuk pria seperti Amar, Rhe! Aku dan Amar saling mencintai!" jelas Christina dengan bangga dan merasa menang. Dia sangat puas melihat wajah Rheiny saat ini. Christina merasa akhirnya dia dapat menang melawan sahabatnya-Rheiny, untuk pertama kalinya. "Baiklah!" ucap Rheiny lemah, tetapi tegas. Amar shock dan tiba-tiba saja merasa takut dengan apa yang akan dikatakan oleh istrinya. "Amar, kamu boleh menikahi Christina. Silahkan menikah dan berbahagialah! Tapi, sebelum itu terjadi, mari kita bercerai!" pinta Rheiny dengan lirih. "Aku akan mengurus semuanya besok!" ucap Rheiny tegas. "Rhe, Sayang...," panggil Amar lirih. Setelah waktu yang sangat lama, akhirnya Amar memanggil Rheiny dengan lembut. "Amar!" bentak Christina. "Amar, apa kamu masih ingin bersama dengan w************n itu?!" pekik ibunya. "Dia sudah menggoda banyak pria, bukan tidak mungkin, jika dia juga sudah tidur dengan lelaki lain! Lihat saja kelakuannya yang berani bermesraan dengan lelaki lain di rumah, disaat kita semua ada di sini! Danil itu adikmu! Dia tidak mungkin berbohong!" pekik Tyas mencoba membuat putranya-Amar menyetujui perceraian ini. Sebab, sudah sejak lama Tyas memang ingin mendepak Rheiny dari rumah ini. Memisahkan putranya dari Rheiny. "Baiklah! Toh kamu juga sudah kotor! Aku akan menyetujuinya!" tandas Amar. Dia sudah terpengaruh oleh ibunya sendiri. "Namun, jangan harap kamu dapat melihat Valden lagi. Karena akan aku pastikan, hak asuh Valden akan jatuh padaku!" ancam Amar pada Rheiny. Dia tahu Valden adalah satu-satunya kelemahan Rheiny. "Berengsek kamu, Mar!" maki Rheiny. "Mama!" Valden berlari dan menghampiri Rheiny. "Val mau sama Mama! Val, nggak mau sama Papa atau yang lainnya. Val hanya ingin sama Mama!" tangis Valden pecah. "Valden!" bentak Amar membuat anak kecil itu terdiam dan takut. "Apa yang pernah Papa ajarkan padamu, hah?! Ke sini kamu! Kamu harus dihukum lagi!" perintah Amar sambil membentak dan menatap Valden mengerikan. "Tidak, Val tidak mau. Mama jangan tinggalin Val sendili di sini, Ma!" rengek Valden pada Rheiny. "Sstt, tenanglah, Nak. Mama pasti akan membawamu apa pun yang terjadi!" ucap Rheiny yakin. "Danil!" panggil Amar dengan suara yang keras. "Ambil dan bawa Valden ke sini!" perintah Amar. "Baik, Kak!" "Kemarilah, Anak Kecil!" ucap Danil dengan seringai jahat. Valden menatap Danil dengan tatapan penuh rasa takut. Tubuhnya bergetar hebat saat melihat Danil semakin mendekat. Rheiny curiga, jika Danil sudah melakukan sesuatu pada putranya. Sehingga membuat putranya bereaksi seperti ini. "Jangan sentuh putraku, b******n!" pekik Rheiny. Dia menggendong putranya. Mendekap erat Valden dan mencoba berlari keluar dengan menerobos Amar dan yang lainnya. "Argh!" teriak Rheiny saat Amar menangkapnya dan menjambak rambut Rheiny. "Mama! Mama jangan lepasin Val, Ma!" teriak Valden sambil mengeratkan pelukannya pada Rheiny. "Jangan ambil putraku! Kalian benar-benar keji!" Rheiny terus berontak dan mempertahankan Valden. Dia semakin menguatkan dekapannya dan tidak membiarkan mereka mengambil Valden darinya. Aland memberi kode pada Tanu yang berdiri di belakang mereka semua. Tanu yang memahami hal itu mulai bereaksi dan melakukan apa yang akan dilakukannya saat ini. Tanu mengambil ponsel miliknya dari kantong celana dan menelepon seseorang. "Mama!" teriak Valden. "Valden! Jangan ambil dia dariku, aku mohon!" Rheiny mencoba mendekat dan merebut Valden kembali. Namun, dia hanya seorang diri. Sementara mereka sangat banyak. Valden sudah ada ditangan Amar. Digendong oleh Tyas, ibunya Amar. "Aku mohon serahkan putraku! Amar, jangan lakukan ini padaku! Kamu tahu, 'kan? kalau aku tidak bisa hidup tanpa Valden!" pinta Rheiny memohon. "Tetaplah jadi istriku! Maka kamu bisa bersama dengan Val sepuasmu!" tandas Amar egois. Christina merasa tidak terima dan mencoba berbuat jahat. "Aahhh!" rintih Rheiny saat Christina mendorongnya kencang hingga membentur dinding. "Jangan sentuh calon suamiku, Rhe! Jangan sentuh mereka dengan tangan menjijikanmu!" cerca Christina dengan senyum puas. "Ughh!" Rheiny menyentuh dahinya dan saat melihat tangannya, ada darah segar yang keluar dari kepalanya. "Valden!" rintih Rheiny dan tak lama kemudian dia tak sadarkan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD