Bab 5 - Terkejut Dengan Keberadaan Valden

1985 Words
"Lakukan apa pun untuk menyembuhkan dan membuatnya sadar saat ini juga!" murka seseorang pada tenaga medis yang berbaris rapi menghadap seorang pasien, yang terbaring tidak sadarkan diri selama tiga hari. "Baik!" jawab mereka dengan cepat dan serentak. "Keluarlah!" perintahnya lagi. Mereka semua pun bergegas melangkah keluar, mengikuti perintah darinya. "Rheiny..," panggilnya pelan. Nada suara tinggi dan terdengar marah itu sudah menghilang. Sekarang yang terdengar adalah suara lembut dari seorang Aland Wycliff. "Kamu sudah aman sekarang, Sayang." Aland bahkan sudah berani memanggil Rheiny dengan sebutan sayang. Entah apa yang merasukinya. Namun, kejadian beberapa hari lalu membuatnya murka. Terlebih saat Rheiny tidak sadarkan diri, setelah Christina dengan sengaja mendorong Rheiny. Aland baru pertama kali merasakan hal ini. Awalnya dia tidak ingin mengakuinya. Namun, sekarang Aland telah mengakuinya. Bahwa dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Rheiny. Aland, pria dingin dan tidak dapat ditaklukan oleh siapa pun ini, justru takluk pada pesona seorang Rheiny. Terlebih lagi, Rheiny saat itu masih berstatus sebagai Istri seseorang. "Val..., Valden!" Rheiny membuka matanya dan langsung memaksakan dirinya untuk bangkit dari tempat tidur. "Kamu sedang apa?! Kamu masih harus beristirahat!" ucap Aland menahan Rheiny, agar wanita itu tidak memaksa tubuhnya secara berlebihan. "Tidak! Aku harus pergi dan mencari putraku!" pekik Rheiny histeris. "Ini dimana? Putraku.., putraku! Valden!" teriak Rheiny bak orang yang kehilangan kewarasannya. Rheiny terus memberontak dan mengabaikan Aland sepenuhnya. "Mama..?!" Sebuah suara terdengar. Suara yang sangat dinantikan oleh Rheiny. Suara itu membuat Rheiny terdiam dan tenang sesaat. "V–Valden?!" panggil Rheiny menatap rindu Putra kecilnya. Valden yang mengetahui kondisi ibunya sedang tidak baik, memilih untuk berlari dan menghampiri Rheiny lebih dulu. Sebelum wanita itu memaksa dirna. "Mama!" seru Valden sambil memeluk ibunya. "Nak! Anak Mama, Valden!" panggil Rheiny berulang kali. Rheiny juga membalas pelukan Valden dengan sangat erat. Dia sudah takut memikirkan, bahwa dia kehilangan putranya. Rheiny tidak akan sanggup, jika harus kehilangan dan tidak bersama lagi dengan Valden. Sebab, sampai saat ini, satu-satunya hal yang menbuat dia bertahan adalah Valden, Putra kandungnya. "Mama, Val takut. Val takut kehilangan Mama, kalena Mama tidur telus dali tiga hali yang lalu!" ucap Valden polos sambil menangis. Dia sudah mulai berani mengekspresikan perasaannya, meski masih dapat dilihat raut wajahnya yang merasa takut. "Apa?!" ucap Rheiny tak percaya dan sangat terkejut. "Tiga hari?!" tanya masih tak percaya. "Lalu, dimana ini?! Bagaimana bisa kita ada di tempat seperti ini?!" tanyanya tanpa sadar dan baru mulai memperhatikan sekelilingnya. "Tanu!" panggil Aland pelan, tapi terdengar tegas dan dingin. "Baik, Tuan!" jawab Tanu cepat. "Permisi, Tuan Muda. Mari ikut saya sebentar, tadi pelayan sudah menyiapkan cemilan enak untuk Anda," bujuk Tanu sopan pada Valden. Valden, dia masih tidak biasa dengan perlakuan orang-orang di tempat ini. Mereka memperlakukannya dengan sangat baik. Valden hanya takut, jika apa yang mereka lakukan, akan membuat kerugian untuk ibunya-Rheiny. "Tidak!" tolak Rheiny tegas. Dia mendekap Valden semakin erat. "Dia akan baik-baik saja. Percayalah, kami tidak akan menyakitinya. Jika memang itu tujuan kami, seharusnya sudah dilakukan jauh sebelum kamu sadar," jelas Aland langsung pada Rheiny. Rheiny tampak sedang berpikir dan akhirnya, dia pun mengijinkan Tanu untuk membawa Valden keluar. "Baiklah!" lirih Rheiny. "Anak Mama, sementara ikut dengan Om Tanu dulu yah. Mama ingin berbicara sebentar dengan Om ...," Rheiny menghentikan ucapannya dan melirik ke arah Aland. Aland yang paham dengan maksud Rheiny, membuka bibirnya dan menggerakkannya. Membuat nama Aland dengan mulutnya sendiri. "...Aland!" lanjut Rheiny sambil tersenyum menatap Valden. "Iyah, Valden akan menunggu Mama di lual. Valden akan jadi anak baik," ucap Valden tersenyum. Menyentuh pipi Rheiny dan mengecupnya. "Valden sayang Mama!" "Mama juga sangat sayang sama Valden!" senyum Rheiny hangat menatap putranya. Rheiny menatap putranya tanpa mengedipkan matanya sekalipun. Sampai putranya benar-benar menghilang dari pandangannya, barulah dia mengalihkan pandangan matanya pada Aland. "Jadi?!" tanya Rheiny singkat. "Saat itu kamu pingsan. Setelah wanita bernama Catherine, Crissy ...," ucapan Aland terhenti karena Rheiny. "Christina!" potong Rheiny. "Ah, iyah! Christina, aku tidak peduli namanya siapa. Yang pasti, kamu pingsan setelah dia mendorongmu hingga menabrak dinding," jelas Aland tak begitu peduli dengan hal yang berkaitan dengan Christina, kecuali itu menyangkut Rheiny. "Setelah kamu pingsan. Aku membawa kalian berdua keluar dari rumah itu, dengan mengatasnamakan Perusahaan W akan menuntut atau memecat pria berengsek itu!" maki Aland saat menyebut tentang Amar. "Lalu mereka mengijinkannya dengan semudah itu?!" tanya Rheiny tak percaya. "Hem!" gumam Aland percaya diri dan bangga atas "Kok bisa?!" tanya Rheiny lagi. Dia hanya tidak percaya saja keluarga itu dengan mudahnya membiarkan Aland membawa mereka. Biasanya, jika Rheiny ingin pergi beberapa hari saja, mereka mati-matian tidak mengijinkannya. "Apa maksudmu? Tentu saja bisa. Karena ak ...!" Aland menghentikan ucapannya. Hampir saja dia mengatakan kalau dia adalah pemilik perusahaan terbesar yang selalu dibicarakan orang-orang. "Karena?!" tanya Rheiny dengan tatapan menanti. "K–karena, yah, seperti yang tadi aku bilang. Aku membawa nama Perusahaan dan berkata akan menuntut mereka atas pencemaran dan tindak kekerasan yang terjadi saat hari kamu datang ke kantor!" ucap Aland asal. Dia tidak tahu menahu lagi, yang penting dia harus membuat Rheiny diam dan berhenti bertanya. Biasa Aland sangat pintar sekali dalam berbicara. Namun, saat di depan Rheiny, tiba-tiba saja kemampuan berbicaranya menghilang begitu saja. "Intinya semua beres dan aman! Kamu tidak perlu khawatir lagi dan berhenti bertanya! Kalau kamu masih bertanya tentang itu, aku akan membawa putramu-Valden pada mereka!" ucap Aland dengan nada mengancam. Sesaat kemudian, dia langsung menyesali perkataannya dan merutuki mulut bodonya itu. "Jangan!" sergah Rheiny. "Jangan bawa Valden! Aku tidak akan mengatakan apa pun lagi, maaf!" ucap Rheiny takut saat Aland mengatakan dia akan membawa putranya. Dia tidak akan bertanya atau ingin tahu lagi, bagaimana caranya pria di hadapannya dapat membawa mereka berdua keluar. Asalkan dia tetap bisa bersama dengan putranya, dia akan lakukan apa saja. Bahkan, meski dia harus berlutut dan mencium kaki Aland. "Maaf, tapi saya mohon, jangan bawa dan pisahkan saya dengan Valden!" ucap Rheiny lagi. Dia hampir saja menangis, jika dia tidak berusaha keras menahannya. Dia takut, jika pria ini tidak suka melihat orang menangis. Maka dari itu, Rheiny berusaha untuk tetap kuat. Aland memandang Rheiny yang memohon padanya. Hatinya terasa sedih, karena wanita yang dia sukai, bersikap seperti ini dihadapannya. Padahal, dia melakukannya bukan untuk membuat atau melihat Rheiny memohon takut padanya. Bukan seperti ini yang diharapkan oleh Aland. Dia hanya ingin Rheiny berterima kasih dan menganggapnya seperti seorang pahlawan, karena telah menolongnya keluar dari Neraka itu. "Tsk!" decak Aland kesal. Aland yang tidak mau melihat Rheiny memohon padanya, pergi meninggalkan Rheiny seorang diri di sana. "Tuan!" panggil Rheiny saat melihat Aland berjalan meninggalkannya. Namun, dia tidak berani mengejar atau pun melakukan hal yang lain. Sebab dia takut Aland tidak menyukainya. "Tuan?!" tanya Tanu bingung, karena majikannya sudah keluar. Padahal, dia baru saja hendak masuk ke dalam untuk menjelaskan beberapa hal pada Rheiny. "Kau urus saja semuanya, Tanu!" perintah Aland dingin dan meninggalkan Tanu yang hanya menatap punggung Aland semakin menjauh. "Suasana hatinya seringkali berubah-ubah, membuatku pusing!" gumam Tanu seorang diri. Dia sangat kewalahan menghadapi Aland beberapa hari belakangan ini. Tok Tok "Permisi, Nyonya Rheiny. Saya ijin masuk," ucap Tanu sopan. Setelah mendapat balasan dari Rheiny, dia pun membuka pintu dan masuk ke dalam. "Tuan Tanu, apa Anda bisa menolong saya? Sepertinya tadi Tuan Aland marah pada saya. Saya ingin berbicara padanya," pinta Rheiny sopan dan menatap dengan tatapan penuh harap. "Anda tenang saja, Nyonya. Tuan Aland tidak marah pada Anda," balas Tanu mencoba menenangkan Rheiny dan malah menyalahkan tuannya dalam pikirannya. "Nyonya, silahkan baca dokumen ini," pinta Tanu sopan sembari memberikan sebuah berkas pada Rheiny. "Apa ini?!" tanya Rheiny bingung, tetapi dia tetap membuka dan membaca dokumen tersebut. Rheiny membelalakan matanya saat membaca kalimat demi kalimat yang tertera di dokumen tersebut. "I–ini.., ini maksudnya apa?!" tanyanya dengan wajah bingung dan tak percaya. "Jika Anda menyetujuinya, Anda bisa langsung menandatanginya, Nyonya!" ucap Tanu. Bukannya menjelaskan, dia seolah mendesak Rheiny untuk menandatanginya. "Ta–tapi ini...," ucap Rheiny terbata-bata. Dia tidak tahu harus berkata apa. "Proses perceraian Anda sudah diajukan sejak malam itu. Begitu Tuan Aland membawa Anda dan Putra Anda keluar dari rumah itu. Tuan Aland langsung meminta saya untuk mengurus proses perceraian Anda. Tuan memiliki kuasa dan kemampuan untuk mendesak Hakim beserta jejerannya untuk segera menyetujui dan menandatangani dokumen perceraian Anda dengan suami Anda." Tanu menjelaskan dengan baik dan pelan. Hanya saja, Tanu tidak menjelaskan maksud atau alasan mengapa Aland melakukannya. "Tapi, saya harus menikah dengannya?!" Rheiny pun tak kuasa menahan rasa penasarannya. Sehingga menanyakannya dengan lantang pada Tanu. "Ini mustahil! Saya tidak bisa menikah dengan pria yang bahkan tidak saya kenal sedikit pun!" tolak Rheiny tegas. Bagaimana mungkin dia menyetujui menikah dengan Aland. Sementara mereka saja baru bertemu malam itu. Meski Rheiny masih belum menyadari pertemuan pertama mereka bukan di rumahnya, melainkan di Perusahaan. "Saya tidak akan memaksa, tetapi ada sesuatu yang perlu Anda ketahui. Kalau keamanan Anda dan Valden dipertaruhkan di sini!" ucap Tanu tegas. Memang tidak memaksa, tapi perkataannya barusan tentu saja mengancam Rheiny. Jika dia tidak menyetujuinya dan segera menandatanginya kontrak tersebut. Maka mereka tidak akan lagi melindungi mereka berdua, yaitu Rheiny dan Valden. Tanu pasti akan segera membawa Valden kembali ke Amar, sementara Rheiny yang tak mungkin lagi diterima di sana akan luntang lantung tidak jelas di luar sana. "Kalian mengancam?!" tanya Rheiny menyipitkan kedua matanya, sehingga membuat mata bulatnya yang indah hampir tertutup rapat. "Seperti yang Anda ketahui. Bahwa tidak ada yang gratis di Dunia ini, Nyonya!" tandas Tanu tanpa basa basi lagi. "Ini hanya sementara. Kontrak pernikahan ini hanya berlaku selama tiga tahun saja. Setelah tiga tahun berlalu, Anda bebas dan Tuan Aland akan mengurus proses perceraiannya dengan Anda!" tegas Tanu. "Dan saya akan kembali menjadi seorang janda sebanyak dua kali?! Seperti itu maksud Anda?!" sergah Rheiny atas perkataan Tanu. Dia tidak mengerti mengapa, tapi dia percaya satu hal. Kalau apa yang dikatakan oleh Tanu tidak main-main. Mereka bisa saja melakukan semua yang dikatakan barusan. Rheiny tidak ingin berpisah dengan Valden, tapi dia juga tidak ingin menikahi pria yang baru saja dia temui. Semua hal mengejutkannya ini membuatnya dilema dan bingung. Dia tidak tahu harus bagaimana. "Maaf, tapi saya hanya menjalani perintah," ucap Tanu tak tega pada Rheiny. Dia merasa iba dan kasihan melihat Rheiny yang tak memiliki pilihan lain, selain menyetujui hal ini. Tanu sudah menyelidiki soal Amar dan Rheiny. Pria itu bekerja di Wycliff Corps dengan posisi yang terbilang sangat baik. Amar dari keluarga biasa yang sangat berkecukupan, untuk ukuran keluarga biasa di luar sana. Kedua orang tuanya, memiliki sebuah perusahaan kecil di bidang pangan. Mereka menyuplai dan menjualnya kembali di sebuah minimarket atau pun supermarket besar lainnya. Mungkin sebab hal itu, membuat sifat keduanya sangat buruk dan berada di atas awan. Padahal, di atas awan pasti masih ada yang namanya langit. Sementara Rheiny, dia dari keluarga yang memang cukup terpandang. Namun sayangnya, usaha keluarganya bangkrut akibat ulah kakak laki-lakinya yang suka menghambur-hamburkan uang. Kedua orang tua Rheiny dinyatakan telah meninggal dunia akibat sebuah kecelakaan, yang dimana jasad keduanya tidak pernah ditemukan hingga detik ini. Sehingga rumah orang tua Rheiny, dijual oleh Kakak lelakinya demi memenuhi gaya hidupnya yang selalu hura-hura. Bahkan Rheiny tidak mendapat uang sepersen pun dari hasil penjualan rumah itu. Rheiny juga tidak pernah meminta, karena dia sejak awal menolak keras rumah itu dijual. Satu-satunya peninggalan orang tuanya adalah rumah yang dia tempati bersama dengan Suami dan keluarga suaminya. Entah apa yang akan terjadi saat dia dan Amar bercerai. Rumah itu sudah dikuasai oleh Orang tua Amar. Mereka bahkan pernah secara terang-terangan mengusir Rheiny dari rumah itu, meski mereka tahu bahwa rumah itu adalah rumah pemberian Orang tua Rheiny. Wanita berusia tiga puluh tiga tahun itu harus mengalami kehidupan yang sangat pahit. "Boleh saya minta waktu untuk memikirkan ini semua? Maaf, karena ini semua terjadi tiba-tiba dan saya hanya ...," ucapan Rheiny terhenti. "Besok!" Suara Aland terdengar. Tanu dan Rheiny menoleh ke arah pintu. Aland sudah berdiri di sana dengan tangan bersilang d**a. "Berikan jawabanmu besok! Sampai besok, jika kamu tidak memberikan jawaban apa pun. Aku akan meminta Tanu mengeluarkan kalian dari rumahku!" tandas Aland tegas dan terdengar dingin serta tak berperasaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD