Bab 6 - Jawaban Rheiny

1221 Words
Rheiny ingin meminta waktu lebih, tapi keberanian dalam dirinya menghilang. Sejak bersama dengan Amar, dia sudah bukan lagi wanita mandiri, berani, dan lugas. Wanita yang bisa dengan percaya diri mengungkapkan pendapat dalam dirinya, menyuarakan apa yang dia pikirkan atau dia inginkan. Sudah tidak ada lagi Rheiny yang dulu. Sekarang hanya ada Rheiny yang penakut, tidak percaya diri, dan diam saja jika ada orang yang menindasnya. Dia menjadi penakut dalam segala hal. Dia tidak bisa mengungkapkan perasaannya, meski itu hal kecil sekalipun. Rheiny saat ini begitu dan sangat berbeda dengan yang jauh. Sangat berbeda, hingga membuat dirinya sendiri pun terkejut akan perubahan itu. "Baik!" jawab Rheiny dengan nada yang lirih dan wajah tertunduk. Dia tidak memiliki pilihan lain, selain menuruti perkataan Aland. Setidaknya, dia dan putranya akan aman untuk hari ini. Seperti itulah, pemikiran Rheiny sekarang. "Baiklah!" ucap Tanu memecahkan keheningan. "Nyonya, mungkin Anda ingin bertemu dengan Tuan Muda?!" tanya Tanu mencoba menghibur Rheiny yang terlihat murung. "Ubah panggilanmu, Tanu! Dia belum menjadi Nyonya rumah ini!" tandas Aland sangat dingin dengan tatapan tajamnya. Padahal, bukan seperti ini yang diinginkan oleh Aland. Namun, entah mengapa, dia melakukannya. Dia tidak tahu caranya berinteraksi dengan wanita, terlebih wanita itu adalah seseorang yang dia sukai. Oleh sebab itu, Aland malah terlihat kejam dan dingin oleh Rheiny. Bahkan wanita itu, hanya untuk menatap mata Aland saja tidak berani. Rasa takut yang dirasakan oleh Rheiny terhadap Aland berbeda dengan rasa takutnya pada Amar. "Baik, Tuan! Maafkan saya," ujar Tanu pasrah. Dia hanya bisa menghela napas pelan tanpa sepengetahuan keduanya. Tuan yang dilayaninya, memang benar-benar tidak peka dan bodoh. Seperti itulah pemikiran Tanu terhadap Aland saat ini. "Val, jangan lari-lari, Nak!" ucap Rheiny sambil tersenyum hangat menatap putranya yang tengah berlarian di halaman rumput yang luas itu. Rheiny tadi sempat melihat jalan yang dia lewati untuk ke halaman rumah ini dan dia dibuat begitu takjub. Bagaimana tidak takjub, rumah ini begitu mewah dan megah. Letak saru ruangan dengan ruangan yang lain saja memakan waktu dan langkah kaki yang sangat banyak. Taman di rumah ini saja sangat luas. Bahkan rumahnya saja tidak sebanding dengan rumah yang dimiliki oleh Aland. Jangankan setengahnya, seperempatnya pun mungkin tidak ada. "Mama!" teriak Valden berlari menghampiri ibunya. "Iyah, Mama di sini," ucapnya sambil memeluk erat Valden. Aland yang melihat interaksi ibu dan anak itu, hanya tersenyum hangat. Senyum tulus yang baru pertama kali dia lakukan, itu juga dia melakukannya tanpa sadar. Tanu yang melihatnya membulatkan kedua matanya dengan sempurna, serta tak percaya akan penglihatannya saat ini. "Tuan, makan malam hari ini Anda ingin menu yang seperti apa?" tanya Tanu, agar para koki dapat menyiapkannya dengan segera. "Siapkan apa yang disukai anak itu!" ucap Aland datar. "Oh, iyah. Minta mereka siapkan sesuatu untuknya. Dia baru bangun setelah tiga hari, dia butuh makanan yang lembut," ucapnya sekali lagi dengan memikirkan kondisi Rheiny. "Baik! Saya akan memberitahukan pesan Anda pada mereka!" ucap Tanu dambil tertunduk hormat dan pergi meninggalkan Aland. Dia harus masuk ke dalam dan memberitahukan pesan Aland kepada para Koki dan pelayan tentang apa yang harus dipersiapkan. "Hey! Kamu baru siuman. Kembalilah sekarang!" perintah Aland dingin. Dia khawatir, tapi Rheiny menanggapinya dengan pemikiran yang lain. Seperti Aland tidak menyukainya atau tidak ingin kerepotan. Jika seandainya saja, dia pingsan atau lainnya. "B–baiklah!" jawab Rheiny dengan wajah tertunduk dan tidak berani menatap Aland. "Ha!" hela napas Aland. Dia harus memperbaiki cara bicaranya pada Rheiny. Entah mengapa, apa yang keluar dari mulutnya hanya dapat membuat Rheiny ketakutan. Meskipun yang dia maksud bukan seperti itu. Namun, reaksi dan tanggapan Rheiny malah sebaliknya. Aland tidak tahu harus melakukan apa agar membuat Rheiny tidak takut lagi kepadanya. "Val, ikut Mama masuk yuk. Kita menumpang di sini dan jangan sampai menyusahkan yang lain lebih dari ini," ucap Rheiny lembut pada putranya. Dia tersenyum hangat saat berhadapan dengan Valden. Menjadi sosok yang berbeda di depan sang Putra. "Hem, iyah, Ma! Val mengerti," balas Valden. Aland hanya diam menatapnya, meski dia dapat mendengar semuanya. Aland tak menginterupsi percakapan mereka, karena khawatir akan membuat prasangka Rheiny terhadap dirinya semakin buruk. Aland hanya pergi meninggalkan mereka lebih dahulu. Setelah itu, Rheiny yang melihat kepergian Aland pun segera menyusul pria itu bersama dengan putranya. "Terima kasih!" ucap Rheiny sopan. Aland mengantarnya sampai di depan kamar yang dia tempati tadi. Dia berterima kasih, karena jika tidak, mungkin saja Rheiny akan tersesat di dalam rumah sebesar ini. "Masuklah dan istirahat! Jika makan malam sudah siap, akan ada pelayan yang memanggilmu!" tandas Aland datar. "Baik, terima kasih sekali lagi!" sahut Rheiny. Kemudian dia masuk ke dalam sambil menggendong Valden. Valden yang berada dalam dekapan ibunya, melambaikan tangan pada Aland dan sedikit tersenyum. Aland menatapnya dan hanya diam. Tidak memberikan reaksi apa pun. Hanya menatap punggung Rheiny yang tak terlihat lagi saat pintu tertutup. "Iyah, Nyonya Besar. Akan saya sampaikan pada Tuan, jika ...," Tanu berhenti berbicara saat tangan Aland bergerak ke arahnya, meminta ponsel itu diberikan padanya. "Nyonya Maria," Tanu menggerakan bibirnya tanpa suara "Ada apa, Ma?!" tanya Aland datar dan dingin. "Mama dengar kamu bersama dengan seorang wanita, terlebih wanita itu sudah memiliki anak. Apa kamu gila, Land? Apa yang ada di dalam pikiranmu?!" suara bentakan terdengar dari ponsel tersebut. Aland bahkan tidak menunjukkan reaksi apa pun, terhadap omelan yang ditujukan padanya. "Siapa yang memberitahu Mama?!" tanya Aland dingin. "Kamu tidak perlu tahu Mama tahu darimana. Jadi kamu tidak menyangkalnya?!" pekik wanita itu. "Iyah! Semua yang Mama dengar itu benar. Aland juga akan menikah dengannya!" kata Aland datar dan dingin. "ALAND!" teriak Maria kencang. "Aland, jangan membuat Mamamu marah terus. Jika kamu memiliki wanita yang kamu inginkan. Bawa dan perkenalkan pada kami! Jangan langsung tiba-tiba ingin menikahinya." Pria yang menggantikan Maria berbicara adalah Sony Wycliff, ayah kandungnya Aland. Ayahnya tidak pernah menentang keinginan anaknya. Dia hanya mengatakan, agar putranya membawa dan mengenalkan siapa pun wanita yang akan bersanding dengan Aland. Mereka berdua harus tahu, wanita seperti apa yang akan dinikahi oleh putra mereka. Keduanya tidak ingin tiba-tiba mendapat kabar seperti saat ini. Bahwa putranya tinggal serumah dengan wanita yang sudah memiliki anak dan kejelasannya pun tidak mereka ketahui. "Aland akan membawanya besok malam!" tandas Aland datar dan begitu singkat. "Baiklah! Papa akan memberi pengertian pada mamamu!" ucap Sony tenang. Tidak seperti Maria yang jelas sekali tidak bisa menyembunyikan emosinya. "Katakan pada Mama agar bersikap baik pada calon istri Aland, kalau dia masih ingin bertemu dengan putranya!" tandas Aland sebelum menutup teleponnya tanpa menunggu respon dari sana. Dia menegaskan untuk memperlakun Rheiny dengan baik atau sesuatu akan terjadi, jika mereka membuat wanitanya tak nyaman. Mungkin ancaman akan jauh lebih tepat untuk perkataan Aland yang barusan. "Tuan Muda, apa Anda yakin akan langsung membawa Rhei ...!" Tanu terkejut mendapat tatapan tajam dari Aland. "Jaga bicaramu, Tanu!" "Dia calon istriku! Panggil dia dengan sebutan yang benar dan jangan bertindak kurang ajar!" perintah Aland dingin, tegas, dan menakutkan. "Baik! Maafkan ketidaksopanan saya, Tuan!" Tanu langsung meminta maaf dan menunduk pada Aland. "Masalah mama, tidak usah kamu pedulikan. Dia pasti akan menerima Rheiny saat mereka bertemu besok!" ucap Aland dengan sangat percaya diri. Aland tahu, kalau Rheiny pasti akan sangat disukai oleh ibunya. Aland sangat mengerti sekali tentang menantu idaman sang Ibunda. Lalu, ibunya tidak akan mungkin mengacaukannya. Sebab, besok malam adalah pertama kalinya Aland membawa dan mengenalkan seorang wanita kepada orang tuanya. Jangankan mengenalkan, Aland bahkan tidak pernah memiliki kedekatan dengan wanita manapun selama ini. Kecuali saat lima belas tahun yang lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD