Siang itu, Hera baru saja selesai memimpin rapat kecil di kantor Majalah Lumina. Beberapa sedang berdiskusi soal rubrik edisi terbaru yaitu wawancara budaya, ulasan buku, hingga opini sastra.
Semua yang terlihat normal di permukaan.
Hanya Hera dan Jeni yang tahu hal kotor apa yang ada di balik tumpukan kertas legal itu.
Ketika Hera hendak menutup rapat, pintu kantor tiba-tiba terbuka. Seorang pria berbadan tegap dengan jas abu-abu masuk, diikuti seorang wanita muda yang tampak seperti asisten. Mereka memperlihatkan kartu identitas yang tidak bisa Hera lihat dengan jelas.
“Selamat siang. Kami dari bagian monitoring media dan keuangan daerah. Ada laporan yang perlu kami verifikasi. Mohon kerja samanya.”
Suasana ruangan langsung membeku. Hera berdiri, senyumnya kaku.
“Oh My....? Bagimana ini, ini hal baru bagiku”
Pria itu menatap Hera tajam.
“Ada indikasi bahwa Majalah Lumina menerima dana dari pihak yang tidak jelas asal-usulnya. Kami diutus untuk melakukan pemeriksaan mendadak.”
Hera merasa darahnya berhenti mengalir. Ia mencoba tetap tenang, mempersilakan tamu itu duduk, sementara kepalanya penuh dengan satu pertanyaan, siapa yang berani melaporkan? bukankah ruben sudah berjanji padanya waktu itu tugas mereka adalah membungkam siapapun yang curiga?!
Ketegangan terjadi di ruang rapat, semua pegawai sudah diajak Jeni untuk keluar dan menyelesaikan tugas seperti biasa. Meskipun Priska tampak berbisik ke arah Dio dan mbak sinta.
Wajah mereka semua bingung. Hera menyuruh Sugianto menyuguhkan kedua Auditor itu minum teh atau kopi. Namun keduanya tegas menolak.
“Saya hanya ingin tahu, dari mana sumber laporan itu?” Hera bertanya dengan nada sangat hati-hati.
“Itu tidak penting. Tolong tunjukkan dokumen keuangan tiga bulan terakhir.”
Hera membuka lemari arsip. Jemarinya hampir gemetar ketika mengambil map. Arsip itu sudah ia poles bersama Jeni, iklan fiktif, sponsor palsu, semuanya disamarkan. Tapi ia tahu, jika pemeriksa ini cukup cerdas, mereka tentu bisa menemukan celah disana.
Asisten pria itu menyalin beberapa data. Tatapannya tajam, seolah mencari sesuatu yang spesifik. Hera merasa perutnya mual.
Ketika pemeriksaan sedang berlangsung, ponsel Hera bergetar. Pesan singkat masuk.
Dari: Ruben
Tenang. Mainkan peranmu. Mereka hanya pion. Yang menarik benang ini… adalah sepupumu Leli.
Hera terperangah. Leli? Jadi benar, sepupunya yang licik itu tidak hanya ingin menekannya di kampus, tapi juga mulai menyentuh Lumina.
Ledakan amarah di hati Hera semakin besar, hal itu menambah kekuatannya untuk berani melawan.
Pemeriksa itu menutup map.
“Banyak transaksi iklan dari perusahaan yang.........”
Hera menatap map itu dengan dingin
Jeni tiba-tiba masuk ruangan, lalu menarik map yang berada di tangan pemeriksa itu dengan kasar. "Maaf kami tidak dapat memberikan akses atau data apa pun tanpa verifikasi Surat Tugas dan Perikatan yang sah. Demi melindungi kerahasiaan data perusahaan, kami harus meminta Anda menunggu di area resepsionis sementara kami menghubungi Direktur Keuangan dan badan Hukum kami untuk memvalidasi penugasan Anda."
Suara Jeni yang tegas itu seperti menusuk kuping mereka, tidak berselang lama keduanya pamit undur diri dan pergi begitu saja.
Hera nyaris tertawa getir. Satu kalimat ringan yang bisa mengubah kesombongan keduanya menjadi ciut.
Setelah tim "gila" itu pergi, Hera hampir jatuh terduduk. Keringat dingin menetes di pelipis.
Tak lama kemudian, pintunya diketuk. Ruben muncul, wajahnya serius.
“Kau baik-baik saja?”
Hera menatapnya dengan mata merah. “Itu....... menegangkan sekali?”
Ruben mengangguk pelan. “Sepertinya sepupumu itu benar-benar ingin menghancurkanmu"
Hera menutup wajah dengan tangannya. “Apa yang harus kulakukan? Kalau mereka bongkar semuanya…”
Ruben mendekat, suaranya dingin namun meyakinkan.
“Maka kita harus balikkan permainan. Kalau Leli mau main di ranah hukum dan administrasi, kita seret dia ke dalam lingkaran kotor yang sama. Biar semua orang melihat, ia tidak lebih bersih darimu.”
Ruben menarik tangan Hera, "Ayo ikut aku keparkiran"
"Mau apa diparkiran?"
Ruben tidak menjawab. Semua mata tertuju pada mereka berdua yang melintas bagai sepasang kekasih.
Priska menutup mulutnya, sambil membulatkan kedua bola matanya
Dio memberikan siulan menggoda
Sementara mbak sinta, ia hanya tersenyum penuh makna.
Ruben si manusia dingin ini, ia tidak terganggu sama sekali. Begitu mereka sampai di parkiran.
Langkah kaki Ruben berhenti didepan Mobil Honda JAZZ Matic berwarna merah, ia menyodorkan kunci mobil kearah Hera. Hera setengah tidak percaya
"Masuk" perintah Ruben sambil membukakan pintu kemudi
"Aku gak bisa" Hera memelas.
Ruben tidak menjawab, ia hanya diam tapi tatapan matanya seolah menjawab, masuk aja dulu.
Hera mengikuti perintahnya dan duduk di kursi kemudi.
Ruben akhirnya tersenyum santai "Oke, Nona Pengemudi. Langkah pertama kita bukan tentang melaju cepat, tapi tentang keselamatan."
Hera menghela napas, mencengkeram setir dengan kedua tangannya "Aku merasa gugup."
"Tenang. Mari kita kenalan dengan mobil ini dulu. Pertama, pastikan posisi dudukmu benar. Coba injak pedal rem, yang paling kiri di bawah, sampai mentok."
Hera menginjak rem "Sudah."
"Lututmu harus sedikit menekuk, tidak boleh lurus kaku. Kalau terlalu kaku, majukan kursimu sedikit. Ya, bagus. Sekarang sandaran punggung. Tegakkan agar kamu bisa memegang setir dengan nyaman."
"Sudah, terasa lebih baik."
"Bagus. Pasang sabuk pengamanmu. Dan ini yang paling penting, rem di kiri dan gas di kanan."
Hera melihat pedal, menempatkan kaki kanannya di antara rem dan gas "Hanya kaki kanan. Oke."
"Langkah berikutnya. Injak rem itu lagi, sepenuhnya. Jangan pernah melepasnya sampai aku bilang. Sudah?"
"Baiklah."
"Oke, nyalakan mesin."
Hera memutar kunci, mesin mobil menderu pelan.
"Bagus. Sekarang lihat tuas di tengah. Posisi 'P' artinya Parkir. Kita mau jalan maju, jadi pindahkan tuas ke 'D' Drive sambil kakimu tetap menginjak rem."
Hera mendorong tuas ke 'D'. Mobil sedikit bergetar.
"Aku takut. Mobilnya terasa ingin melompat."
"Dia tidak akan melompat. Dia hanya menunggu perintahmu. Perhatikan baik-baik. Sekarang, angkat kaki kananmu dari pedal rem, sangat, sangat perlahan."
Hera mengangkat kaki sedikit. Mobil mulai merayap pelan, seperti tertiup angin.
"Oh, wow. Dia jalan sendiri!"
"Itu namanya creeping. Mobil matic akan merayap saat rem dilepas. Sekarang, kendalikan dia. Coba jalan lurus sejauh lima meter, lalu injak rem perlahan sampai berhenti total."
Hera berhasil merayap maju, lalu menginjak rem dengan sedikit hentakan.
"Pelan! Jangan injak rem seperti sedang memencet serangga, Hera. Lebih lembut, bertahap. Coba ulangi. Angkat rem, biarkan merayap. Sekarang, gas sedikit saja. Cuma ujung jari kaki yang menekan, ya?"
Hera mencoba menekan gas sedikit. Mobil berjalan sedikit lebih cepat.
"Bagus! Sekarang rem lagi. Perlahan, Hera. Lembut. Ingat, kontrol pada rem adalah kontrol pada keselamatanmu."
Hera menarik napas lega setelah mobil berhenti mulus "Oke. Aku tidak menabrak apa-apa. Ini... lumayan."
Ruben mengangguk puas "Itu sudah lebih dari lumayan. Sekarang kita tahu cara membuat mobil ini berjalan dan berhenti. Bagian tersulit sudah selesai.
"Siap untuk jalan-jalan sebentar?"
"Kurasa begitu. Selama remnya berfungsi, aku siap."
Hera menyetir dengan tegang dan jantung yang berdebar, sementara itu disampingnya Ruben sudah asik dengan sebatang rokok, dengan jendela yang ia buka. Tiupan angin mengibas rambut hitam yang lurus itu, itu terlihat manusiawi dan menggemaskan. Menghancurkan kesan misterius yang selalu Ruben tunjukkan.
Malam itu, Ruben dan Hera berdiri di balkon kantor Lumina, menatap lampu-lampu kota yang berkelip. Semua pegawai telah pulang termasuk Jeni.
Hari ini Hera sadar satu hal, permainan nya sudah naik level. Dulu ia hanya ingin bertahan hidup demi keluarganya. Sekarang, ia harus bertarung menjaga nama dan bisnisnya.
Dan di tengah rasa takut dah cemas itu ada genggaman hangat di bahunya. Ruben, lelaki yang selalu menatapnya dengan dengan senyuman mendebarkan.
“Kau harus menjaga dirimu sendiri Hera, kau bukan lagi gadis polos. Kau adalah bagian dari permainan ini sekarang”.
Hera masih berdiri mematung, apa yang Ruben ucapkan benar. Sekarang ia juga merupakan bagian dari permainan ini.