Bab 3

1220 Words
Sarah merasakan haus, ia juga sedikit lapar. Begitu keluar kamar ia melihat Rio yang baru masuk dari teras belakang. Sarah mengikuti Rio yang sejak masuk ke dalam rumah, memasuki kamarnya. Sarah sudah melihat gelagat aneh. Raut wajahnya tersirat kegelisahan Dan benar saja, tak sengaja mencuri dengar ucapan Rio pada dirinya. Tangisnya tidak terbendung. Sambil menahannya, Sarah pergi dari balik tembok kamar Rio “Maafkan Mama, Nak” -- Pagi cerah menyambut pergantian malam. Suara kokokan ayam jago terdengar nyaring. Membangunkan jiwa-jiwa yang masih menemui mimpi atau bahkan yang sengaja menemui mimpi kembali. Tetes embun menetes perlahan dari satu daun ke daun lainnya. Hawa segar nan sejuk menyelubungi alam di pagi hari. Bahkan sinar mentari masih malu-malu di ufuk timur. Tapi, kedamain tersebut hanya berlangsung beberapa saat saja begitu suara menggelegar terdengar dari salah satu rumah di ujung jalan. “GENDIS” Yang di panggil hanya menggeliat malas dan bergelung di tebalnya selimut. Bahkan suara alarm dari ponselnya di meja samping dibiarkannya menyala beradu dengan gedoran pintu dan suara emas Emaknya. “Sepuluh menit belum ada di meja makan, bakal Emak dobrak ya pintu lu” ancam Emak Gendis hanya menggeram pelan, namun pikirannya mencerna ucapan Emaknya, ketika sadar langsung ia terduduk dan pening menyerang kepalanya. “GENDIS dengerin Emak gak sih?!” “Heum” “Apaan?” “Iye Mak, masih ngumpulin nyawa” jawab Gendis malas “Halah, buruan mandi sono” sangkal Emak “Waktu berjalan, tinggal delapan menit lagi” tambah Emak lagi “Iya Makku” teriak Gendis sekali lagi dan terdengar suara orang mandi Emak menganggukkan kepalanya dan kemudian pergi dari pintu kamar Gendis Beberapa menit kemudian, Gendis sudah rapi dengan kemeja putih dan celana hitam panjang. Rambut kucir kuda dan tas punggung merah andalannya. Duduk di salah satu kursi di meja makan. Di sana tinggal Emak yang baru selesai membereskan sisa piring yang digunakan. "Bapak sama adek udah berangkat Mak?" tanya Gendis hang mulai mengambil nasi "Udeh dari tadi Ndis. Elu aja yang kebo, mesti emak yang kudu bangunin elu" Gendis hanya meringis dan mulai sarapan "Hampir jam tujuh noh. Elu mau berangkat jam berape?" ucap Emak yang duduk menemani Gendis makan Langsung Gendis melihat jam dinding di atas televisi. Benar saja jarum panjangnya sudah berada di angka sepuluh. Secepat kilat Gendis menyendok sarapannya dan minum. "Emak, Gendis berangkat. Assalamualaikum" ujar Gendis yang terburu dan mencium tangan Emak "Waalaikumsalam. Jangan ngebut" teriak Emak "Oke Mak" . . . . "Tumben gak telat Ndis?" tanya Bita yang duduk di samping Gendis, meletakkan segelas es teh "Biasa jam alarm gue kenceng" jawab Gendis asal dan langsung menyeruput es teh "Ndis, adanya mie ayam nih? Udah aku beliin juga" ucap Andin yang datang dengan nampan berisi tiga mangkok mie ayam "Oke gak apa. Keburu laper ini" jawab Gendis yang langsung mengambil porsi mie ayamnya "Dasar lu Ndis!" gumam Bita yang melihat kebringasan Gendis lapar Asyik dengan makanannya, Gendis, Bita juga Andin makan dengan lahap hingga kehebohan yang terdengar hanya di acuhkan mereka. "Napa tuh heboh?" ucap Andin yang mulai melongokkan kepalanya dari mangkok mie ayam yang tinggal separuh "Udeh makan aja. Bentar lagi kumpul" ujar Bita yang sudah menghabiskan makanannya Gendis diam. Menikmati makan siangnya. Hingga senggolan di kakinya membuatnya mendongak "Eh-..." "Habis makan dateng ke ruangan BEM" ucapnya kemudian pergi Bita juga Andin saling pandang melihat Rio yang baru saja berbicara pada Gendis. "Heh!? Malah nglamun, buruan sana" pekik Bita membuyarkan lamunan Gendis memandangi Rio yang sudah berlalu "Loh eh- gimana?!" gagap Gendis "Udah sana, di tungguin sang pangeran" celetuk Andin dengan senyum jahil Gendis yang kurang paham situasi hanya menatap kedua temannya heran. "Buruan berdiri Ndis, tuh di tungguin deket tangga itu" ujar Bita menarik lengan Gendis untuk berdiri Tanpa bertanya lagi Gendis segera keluar dari area kantin. Meski batinnya masih bertanya Melewati beberapa anak tangga hingga lapangan depan gedung rektorat, Gendis sampai di depan ruangan BEM. Pintu bercat coklat terlihat terbuka sedikit. Pelan Gendis akan membuka pintunya, tapi terdengar sebuah suara yang membuatnya mengurungkat niat untuk masuk. Membuat jemari kanannya masih memegang pinggiran pintu. "Gak usah ikut campur Ris, keluar aja sana cek buat persiapan ntar sore" Tak berapa lama, pintu yang setengah tertutup di buka kasar. Membuat Gendis yang berdiri menghalangi terkejut. "Astaga!?" Tatapan sengit yang pertama Gendis lihat. Bahkan aura permusuhan membuat bulu halus Gendis berdiri. Bahkan bahu Gendis di senggol secara sengaja. "Lihat aja nanti" Gendis semakin mati kutu. Ia bingung apa yang salah dengan dirinya. Apa Gendis sudah berbuat salah? . . . . Berjalan lesu Gendis menggeret langkahnya. Bahkan ia merasa berat untuk sampai ke gerbang depan. Bisa saja ia lewat pintu belakang tapi, saat ia akan lewat banyak gerombolan senior yang membuatnya malu untuk lewat. Jadi, ia hanya berjalan berbalik arah. Terkadang sepatunya menyandung beberapa kerikil atau dedaunan kering untuk mengusir bosan. "Duh males banget ini, mana tadi motorku udah di bawa" gumam Gendis Dengan tersaruk Gendis menghampiri seorang laki-laki yang duduk di jok motor warna biru dan hitam juga memakai helm biru tua. "Buruan siput ya?!" teriaknya sarkas Kontan memantik beberapa mahasiswa lain yang lewat. Bahkan sekarang Gendis juga merasa malu. Dengan cepat Gendis segera berlari menuju Rio dan menepuk bahunya cukup keras "Jalan!" pekik Gendis Rio yang duduk di depan dan memegang setir hanya tersenyum tipis. Dan segera Rio mulai menjalankan mesin motor tersebut dengan santai. Meski terdengar bisik-bisik namun ia acuhkan. "Bikin malu aja nih" bisik Gendis namun bisa terdengar di telinga Rio "Pegangan" ujar Rio sambil menarik tangan Gendis untuk berpegangan ke tubuh Rio Sontak Gendis terkejut bahkan pipinya sudah mulai memerah Namun tak lama Gendis langsung menarik tangannya dan memukul punggung Rio keras hingga terdengar Rio yang mengaduh "Bar-bar banget sih" pekik Rio "Bodo amat" Beberapa saat Rio berkendara sudah berhenti di sebuah rumah. "Loh kok ke rumah ku dulu?" ujar Gendis yang masih duduk di belakang Rio "Besok motormj ku kembalikan. Hari ini aku bawanya pulang" jawab Rio "Eh tapi Kak-" "Aku bilang sekalian ya sama Mamamu?" ucap Rio yang sudah turun dan melepas helmnya "Eh gak usah. Kak Rio balik aja. Urusan emak ntar gampang" Rio menatap Gendis sejenak dan mengangguk pelan "Nah ya udah sana pulang. Rawat baik-baik adik bungsuku" ucap Gendis sambil mengelus lampu depan motornya Rio hanya tersenyun kecil mendengarnya Dari jauh seseorang tengah mengamati semuanya. Sesekali juga orang di sampingnya mengambil foto. "Kita simpan dulu informasi ini" "Baik" "Ayo pergi" Mereka pergi dari balik semak dengan mobil hitam sedan. . . . . "Mbak Ndis, pinjam motor dong" ucap Dana "Lah motor lu kemana?" tanya Gendis heran "Masuk bengkel tadi. Udah mana sini gue di suruh Emak ngambil pesenan roti" ujar Dana "Motor gue di bawa temen. Tadi motornya dia mogok di kampus" jawab Gendis berusaha biasa "Temen apa demen?? Cowok tadi pan?" usil Dana "Dan, belum jalan juga elu?" ujar Emak yang keluar dari dapur "Ini mak mau pinjem motor ke Mabk Gendis tapi katanya gak ada" kilah Dana "Kagak ade gimana?" tanya Emak "Pinjem temen mak. Motornya dia mogok tadi" "Demenannya nih Mak pasti. Wong tadi Dana nglihat mereka mesra mak?" ujar Dana dengan seringaian jahil "Kompor lu ye!?" ucap Gendis tersinggung "Udeh-udeh berantem lagi. Ya udeh sono lu jalan aje. Deket ini" ucap emak pada Dana "Jauh mak" kilah Dana melas "Manja" sindir Gendis "Bodo!" pekik kesal Dana "He!? Malah di terusin, ayo sana berangkat. Elu Ndis buruan sapu depan sono" perintah emak Gendis juga Dana langsung mingkem . . . Holaaaa Enjoy it gengs sebagai bentuk dukungan jangan lupa FOLLOW akunku juga TAP LOVE yaa Baca juga dua cerita lainnyaaa Bedankt :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD