Bab 4

1195 Words
Gendis juga Dana hanya saling pandang dan bertatapan sengit. Emak yang melihatnya hanya diam dan memutuskan untuk segera pergi Mengacuhkan kedua anaknya yang jarang akur. "Udeh sono berangkat lu" sengak Gendis Dana pergi dengan dengusan sebal dan ejekan kepada Gendis dengan menjulurkan lidahnya "Dih!!? Adek durhaka lu!!" teriak kesal Gendis -- Malam menggantikan siang, warna jingga melukis di antara awan putih dan langit biru. Beberapa hewan malam mulai keluar sarang. Suara riuh jalanan kota mulai terdengar. Kebisingan yang saling bersahutan. Suasana sore hari yang yang akan menyambut malam tiba. Burung-burung sudah masuk ek sarang masing-masing. Hewan kecil lainnya juga segera mencari perlindungan dari ganasnya malam Semilir angin membawa hawa dingin khas sore hari bercampur sisa kehangatan sinar matahari. "Ndis, mandi sana" ucap Emak yang baru keluar dari kamar setelah mengganti dasternya "Bentar Mak, masih ngeringin keringat" jawab Gendis yang masih asyik nyemil di depan televisi "Mbak pinjem hape lu dong" todong Dana "Buat apaan dah?! Gak usah aneh-aneh" sengit Gendis "Dih!? Takut banget lu. Buat nelpon ke nomor gue nih, gue lupa naruh hape gue dimana" kilah Dana "Bentar gue telponin aja" Tak lama terdengar deringan ponsel dari bawah sofa tempat Gendis duduk "Suaranya dari bawah sofa deh Dan" ucap Gendis yang mulai merunduk mencari, begitu juga dengan Dana "Iya nih mbak kayaknya" ucap Dana mengiyakan, mulai membongkar sofa-sofa yang ada Setelah membongkar sofa, mereka menemukan ponsel hitam dengan pelindung warna putih "Tuh nyelip" tunjuk Gendis sambil mematikan sambungan teleponnya "Lah kok bisa nyempil di sono sih" gumam Dana yang meraih ponselnya "Lu kan suka lupa, udah kan ya!?" "Iye, makasih ye Mbak" ucap Dana sambil lalu "Dih!? Untung gue bantu lu" dengus Gendis sebal Gendis hanya mendengus melihat kepergian Dana. Asyik menikmati tontonan di layar televisi, suara Dana memanggilnya dari teras depan rumah "Mbak Ndis..." "Oii, apaan?" sahut Gendis malas "Ada yang nyariin nih!?" timpal Dana dengan suara lantang "Sapa?" "Sini buru, gue mau keluar. Di tunggu nih lu" "Heh!? Udah malem mau nglayap ya lu" ujar Gendis yang setengah berlari menuju depan rumahnya Namun, begitu sampai ambang pintu Gendis terpaku. "Siapa ya?" bisik Gendis namun terdengar oleh lawan bicaranya yang hanya tersenyum tipis mendengar kekagetan Gendis . . . . "Eh Mbak Gendis, tumbenan udah di meja makan" celetuk Dana yang baru keluar dari kamar dan duduk di samping Gendis Tidak ada sahutan, Dana menoleh dan melihat Gendis yang melamun dengan menggigit garpu. Dana yang melihatnya hanya menaikkan satu alisnya. Merasa heran dengan polah tingkah Gendis pagi ini. "Eh anak perawan Emak pagi-pagi kayak ayamnya Pak RT aja" ucap Emak yang baru datang dengan semangkok besar nasi yang baru matang "Kenape nih anak Dan?" bisik emak pada Dana "Gak tau Mak. Eh apa gara-gara kemarin ya Mak?" jawab Dana dengan suara pelan "Loh anak Bapak udah bangun. Tumben" ucap Bapak yang sudah mengenakan seragam coklat khas pegawai negeri Mengusap rambut hitam Gendis kemudian duduk di kursi yang lain "Ayo mulai sarapan" komando Bapak Gendis masih diam. Dana yang melihat kode mata dari Emak langsung menyenggol kaki Gendis "Eh...oh... apa?" ucap Gendis gagap "Sarapan Neng, udah jam tujuh itu katanya mau bareng Bapak" "Lah motor lu di bengkel juga Ndis?" tanya Emak "Kagak Mak" jawab Gendis singkat "Lah kok mau bareng Bapak?" heran Emak "Gak jadi kok. Motor Gendis ada, ya udah Gendis berangkat ya" ucap Gendis setelah menghabiskan segelas susu Mencium punggung tangan Emak dan Bapak serta menyambar tas merahnya, Gendis berjalan ke muka rumah "Mbak tungguin gue nebeng" teriak Dana yang segera beranjak menyusul Gendis . . . . Gendis berjalan pelan menuju lapangan untuk upacara penutupan. Hampir seminggu ia mengikuti acara perkenalan lingkungan kampus. Bahkan ia juga mulai kenal dengan teman satu jurusannya. Bita dengan Andin menjadi sahabatnya meski berbeda jurusan. "Eh Gendis? Tumbenan gak telat" celetuk sebuah suara di sampingnya "Hn" "Jawaban apaan tuh" sindir Bita "Ada apaan Ndis? Suntuk banget itu muka" tanya Andin "Gak ada. Yuk udah rame tuh" kilah Gendis dan berjalan lebih dulu Andin juga Bita saling pandang dan kompak mengendikkan bahunya. Menyusul Gendis yang sudah berjalan lebih dulu Di lapangan sudah berkumpul semua mahasiswa baru dari semua fakultas. Bahkan di depan podium sudah ada Ketua Mahasiswa yang sedang bersiap. Gendis diikuti Andin dan Bita segera berbaris di belakang kelompok mereka. "Ndis, coba lihat deh Ketua BEM kita ganteng gila" celetuk Andin Gendis hanya mendengus sebal dan melirik ke depan sekilas. Tanpa di duga Rio juga tengah memperhatikan Gendis. Mata mereka bersibobrok Gendis langsung membuang muka. Hal tersebut tak luput dari Bita juga Andin. "Cieee" ledek keduanya "Hushh, udah sih. Tuh mau mulai" ucap Gendis Andin dan Bita masih cekikikan dan sesekali meledek Gendis yang terlihat salah tingkah. Acara penutupan berjalan lancar. Bahkan ada beberapa penghargaan bagi mahasiswa yang jarang telat dan kompak. Penutupan masih berlanjut hingga malam hari. Ada hiburan dari penyanyi terkenal tanah air. Di belakang panggung Gendis tengah mencoba menjawab telepon dengan menutup telingan kanannya untuk fokus mendengarkan suara di sebrang sana. "Ye Mak, masih ada acara" ● "Masak sampek malem gini" "Bentar lagi Mak" ● "Jam delapan kagak sampe rumah, Emak sama Bapak paranin yak" Baru saja Gendis akan mengelak terdengar suara tut panjang. Sambungan sudah di putus oleh Emak "Duh gimana nih" gumam Gendis saat melihat jarum jam panjang sudah berada di angka sepuluh Tanpa Gendis ketahui Rio sudah memperhatikannya sedari tadi. Saat Gendis yang sibuk mencari tempat menerima telepon. Ia juga melihat raut cemas di wajah Gendis. "Kenapa?" Gendis tersentak kaget dan takut-takut menoleh ke belakang Rio menaikkan satu alisnya. "Oh eh gak ada apa-apa" ucap Gendis gugup "Ada yang salah?" tanya Rio lagi Baru saja Gendis akan menjawab seseorang menghampiri mereka "Yo, ada orang tua yang nyariin anaknya di depan" lapornya pada Rio Gendis yang mendengarnya langsung merasa ketakutan hal tersebut tak luput dari penglihatan Rio. "Orang tua mu?" tanya Rio Gendis yang kebingungan hanya diam dan pandangannya mengarah kemana saja. Tidak mendengar jawaban, Rio langsung mengambil pergelangan tangan kanan Gendis dan menariknya menuju pintu keluar terdekat. . . . . Pagi mulai merayapi langit tempat tinggal Gendis. Hawa sejuk khas pagi hari dengan semilir angin yang berhembus lembut. Aroma embun menentramkan jiwa yang bangun lebih awal. Kokokan nyaring ayam betina yang ribut bersahutan dengan teriakan ayam jantan di atas atap rumah. "Mbak Ndis, keluar yuk" ucap Dana yang sudah mengetuk sedari tadi "Males" terdengar jawaban dari dalam "Ada YangKung sama YangTi mbak. Baru dateng tadi subuh" ucap Dana mencoba membujuk Gendis "Gak usah bohong dah, kalau mau keluar sana sendiri atau ajak Rani kan ada" "Ndis buruan sarapan. Tuh mak udah masakin kesukaan lu" terdengar suara Emak "Ndok (Panggilan anak gadis Jawa) sarapan sama Eyang ayo" Tak lama pintu terbuka dan terlihat Gendis yang baru bangun dengan rambut masih kusut. "Gila rambut lu singa Mbak" celetuk Dana Tatapan Emak membungkam mulut Dana seketika "Mandi dulu Ndis, Mak tunggu keluar" ucap Emak sebelum pergi Eyang Uti mengelus rambut Gendis pelan dan merapikannya sedikit. "Turuti kata Emakmu Ndok" ujar Eyang Uti tersenyum lembut "Nah betul tuh mbak, abis sarapan kita ke pasar murah" timpal Dana sebelum pergi Gendis tersenyum kecil dan masuk kembali ke kamar mengambil handuk dan segera mandi. . . . Holaaaa Baru awal-awal nih ikuti terus yaaa Jangan lupa tap love yaaa sama klik follow akun ku untuk tau update lebih cepet Bedankt :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD