Chapter 07. Eyerish

1285 Words
Chapter 07. Eyerish "Berbeda?" Emily mengulang satu kata dari kalimat Ben, ia menoleh bingung pada El kemudian beralih pada Rom, dua orang yang ditunjuk oleh Ben. El tidak begitu kaget, ia membalas tatapan Rom ke arahnya, dan entah apakah ia sedang berkhayal, ia merasa pasang mata Rom sesaat mengkilat kemerahan. Seperti api. "Kelompok yang dapat mengendalikan atau bahkan menciptakan suatu elemen. Mereka disebut Eyerish." Tidak hanya Emily, termasuk El, dan Rom memberikan tatapan hampa pada Ben. Ini benar-benar asing. Ben menghela nafas jengkel. "Sepertinya hanya aku yang banyak tahu tentang dunia kalian dibanding diri kalian sendiri, ya?" "Dunia kami?" ulang El bingung. Bocah rambut ikal merah ini sering menggunakan kata-kata yang membingungkan. Ben mengabaikan pertanyaan El. "Seperti yang sudah kita ketahui, Pak,” ia memandang El. “Kau adalah Eyerish Air." Jantung El berdetak. Ia tidak mengerti seberapa banyak yang diketahui Ben tentang dirinya. "Eum, maaf. Pengendali Elemen... begitu yang kau bilang?" Emily tampak ragu untuk bertanya pada Ben. "Ya, Eyerish memiliki kemampuan mengendalikan atau bahkan menciptakan elemen. Kata Elemen yang menurut duniaku berasal dari bahasa latin, elementum, yang berarti bagian yang mendasari sesuatu. Elemen di dunia seperti api, air, udara, dan tanah.” Ben mengangkat bahu. "Aku sudah meneliti hal ini sejak satu tahun lalu. Namun baru sekarang aku bertemu dengan Eyerish.” Sayangnya jawaban Ben masih membingungkan bagi Emily. "Bisakah kalian memberikan suatu contoh?" tanya Ben kemudian. El terdiam dan Rom tidak bereaksi. Ben mendengus. "Maaf, Em. Sepertinya mereka berdua belum bisa mempraktikan kemampuan mereka di depan manusia biasa. Bisa dimaklumi, nanti juga kau akan tahu.” Ujarnya pada Emily. "Dan kau tahu, Pak." Ben berdehem, melirik El. "Aku sudah bertemu dengan berbagai jenis makhluk hidup. Orang-orang yang memiliki kekuatan yang menakjubkan. Monster atau bukan, tergantung dari arah pandang." El tidak begitu menerima jawaban Ben. Tahu apa bocah ingusan ini tentang dirinya yang sudah menanggung keabnormalan ini sejak kecil? “Kau bilang ini pertama kalinya kau menemukan... Eyerish?” Rom akhirnya buka suara, ia berbicara pelan, sangat berkebalikan dengan perawakan tubuhnya yang mengintimidasi. “Bagaimana kau bisa menemukan kami?” “Mungkin takdir?” jawab Ben sambil tersenyum menyeringai. "Haha, aku hanya mengikuti jejak. Aku tahu ini kedengaran berbahaya. Tapi aku mengikuti setiap berita dan memilah kasus mana saja yang mungkin melibatkan Eyerish. Memang kedengaran takdir kan?” Rom menunjukkan raut wajah tidak nyaman setelah mendengar jawaban Ben. "Hei, Jadi..." El segera menyela. "...Di dunia ini... Ada banyak orang-orang seperti kami?" Sesungguhnya El masih tidak percaya jika ada orang seperti dirinya di dunia. Sebab, selama ini ia merasa sendirian. Ia mengira hanya dirinya lah yang abnormal. Ben mengangguk. El diam-diam mengawasi Rom. Ia telah mendengar berita jika Rom adalah tersangka pelaku kebakaran di Panti Asuhan Idocrase. “Apa yang bisa ia kendalikan?” akhirnya El bertanya, dan ketika Rom menoleh padanya, ia tidak memalingkan wajah. Malah semakin melotot. Jika ia bisa menangkap Rom sekarang, mungkin ia akan segera naik pangkat. Tapi Rom memiliki aura mengintimidasi, maka El memalingkan wajah. Bagaimana pun Rom adalah buronan dan itu berbahaya baginya jika memicu perseteruan ke arah fisik. Tidak untuk saat ini dan di rumah Emily. Sebisanya ia tidak ingin membahayakan Emily. “Kau mau menjawabnya?” Ben bertanya pada Rom. Rom belum menjawab. Ia beralih memandang Ben, kemudian menundukkan wajahnya. “Aku bisa... melakukan sesuatu dengan api.” Nah, Rom benar-benar adalah tersangka kebakaran itu. “Lalu kau menyebut Eye Tracker,” El masih mengingat sebutan itu dari mulut Ben. "Oh ya." Ben mengangguk. "Itu yang kutahu setelah aku mencari informasi identitas orang itu. Dan dia juga sama denganmu, Eyerish Air. Aku benar kan?” El merasa tidak nyaman, bahkan merasa kesal karena Ben begitu mudah menyebut-nyebut orang yang tidak sengaja ia bunuh. "Menurutmu berada di kubu mana Eye trakcer itu?" tanya El. "Apakah Pemerintah? Atau ada organisasi asing lainnya?" Ben mengangkat bahu. "Bagaimana menurutmu?" ia malah balik bertanya. "Menurutku? Entahlah. Aku tidak tahu. Selama aku bertugas, aku tidak pernah merasa menemukan kasus yang aneh, bahkan ini pertama kalinya aku mendengar sebutan Eye Tracker." jawab El segera. "Aku rasa sekarang kau harus berhati-hati, Pak." Ujar Ben pada El. "Hidupmu mungkin aman hingga sekarang, tapi kau sudah membunuh satu Eye Tracker. Kemungkinan kelompok mereka akan melacak keberadaanmu." El menelan ludah. Bocah ini ada benarnya. "Apakah mereka mencari pria itu?" tanya El, melempar pandangan pada Rom. "Bagaimana kau bisa sampai di rumah itu pada malam kejadian?" tanyanya tajam pada si pria berambut hitam. Rom terlihat gugup dengan pertanyaan sengit El. “Aku... meminjam rumah itu untuk sementara waktu.” Jawab Rom. “Apa? Meminjam?” El tampak tidak mempercayai pendengarannya. “Ya, aku meminjamnya untuk menghindari polisi,” Rom kembali menundukkan wajah, memandang kesepuluh jemarinya yang terkait satu sama lain. "Karena berita kebakaran di desa Idocrase itu menarik, maka aku mencoba menyelidikinya," ujar Ben. "Kurasa hal itu tidak bisa disebut menarik," komentar Emily, menyadari ekspresi Rom yang menyiratkan rasa bersalah. "Eum, oh, maaf. Ini sama sekali tidak menarik, benar. maksudku, ini aneh,” Ben segera menyadari kesalahannya. “Aku hanya menebak dan mencoba melacak ke arah mana Rom akan pergi.” "Aku mengerti seberapa bersemangatnya dirimu saat ini, tapi kurasa aku tidak bisa membiarkan kalian berada di rumah Emily." El menghela nafas, ia merasa sudah cukup untuk semua informasi ini. "Apalagi dengan buronan yang dicari-cari Eye Tracker dan kepolisian." "Pak, kau tidak boleh begitu. Aku sudah menolongmu dengan mengotak-atik CCTV untuk merekayasa alibimu. Juga meminta Emily berbohong kesaksian pada atasanmu. Seharusnya kau menunjukkan rasa terima kasihmu!" gerutu Ben setelah mendengar pengusiran El yang tidak berperasaan. "Ya, aku sangat berterima kasih. Jadi beristirahatlah kalian malam ini. Dan besok, bersiaplah untuk pergi." ujar El tegas, ia mengabaikan ekspresi kaget di setiap wajah mereka. "El," panggil Emily lembut. "Tidak, Emily. Aku sudah membuatmu mausk ke dalam masalah besar. Kau tidak tahu seberapa berbahayanya situasimu saat ini. Keberadaanku sudah cukup membahayakanmu. Apalagi dengan... Dengan satu Eyerish lagi yang bisa mengendalikan api!" "Rom tidak melakukan hal itu," si gadis berambut pendek, Sasha, tiba-tiba berkata, dan sukses membuat El terdiam. Namun Rom hanya menundukkan kepalanya semakin dalam, tidak membela diri sama sekali. Ben segera menarik kursi ke dekat Rom. "Kau bisa memberitahu kami, Rom." kata Ben. "Kami tahu kau tidak mungkin melakukannya." Rom mengangkat wajahnya, memandang Ben dan Sasha bergantian seolah ia merasa berat mendapatkan kepercayaan dari kedua bocah itu. "Aku tidak tahu." Rom menangkup kepala dengan kedua tangannya. "Kalian lihat?" tanya El sanksi. "Dia bahkan tidak tahu. Bagaimana kita bisa mempercayainya? Akan sangat beresiko membiarkan dia tetap berada di sini. Kau bilang rasa terima kasihku? Oke, aku berikan kalian waktu untuk tidur dengan tenang malam ini. Terima kasih karena sudah menyelamatkanku dan membuat alibi untukku. Tapi kau yang membantuku, bukan dia. Jadi besok aku ingin dia pergi dari sini." El berkata sambil menyorotkan tatapan pada Rom yang nampak tak berdaya. "Pak, kau sarkastik sekali seolah ini semua adalah kesalahannya," komentar Ben dengan wajah kesal. "Tapi dia benar," sela Rom segera, agak mengejutkan. "Seharusnya aku tidak pernah berada di Beryl. Dengan begitu aku tidak akan menempatkan kalian dalam bahaya. Ini semua... adalah salahku." *** El duduk di pinggir ranjang, menunduk sambil memejamkan mata. Ia berusaha menenangkan dirinya. Ia tidak ingin terlibat sama sekali. Apalagi berhubungan dengan Eye Tracker. Kapan saja orang-orang yang juga adalah Eyerish itu akan datang untuk mencarinya. "Kau benar akan mengusir mereka?" tanya Emily, duduk di sebelah El. "Aku rasa ini yang terbaik." El menghela nafas. "Kita tidak mengenal orang-orang itu." "Aku pikir kau akan mencoba membantu mereka." "Em," Sela El segera. "Dia adalah buronan dan dia bisa mengendalikan api. Apa kau benar-benar yakin bisa mempercayainya?" Emily tersenyum kecil. "Aku mempercayaimu." ujarnya lembut, memeluk lengan El Kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu El. "Aku tidak tahu, tapi sepertinya aku juga ingin mempercayai Rom. Mungkin karena aku kasihan padanya. Dia mungkin tidak bersalah.” El menggelengkan kepalanya. Bingung. "Maaf, Emily, aku tidak tahu cara untuk membantunya." ---*---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD