Chapter 02. Namanya Sasha
Rom menyiapkan sarapan pagi. Ia tidak bisa menghilangkan kebiasaan dirinya yang selau sibuk di pagi hari sebagai pengurus panti asuhan. Semua orang menyukai masakannya, bahkan guru-guru tua yang suka memukulinya dulu akan terlena dengan masakannya.
Sayangnya tidak ada yang bisa dimasak selain mie dan satu telur. Mungkin dia akan berbelanja ke luar. Ia menemukan beberapa lembar uang di kamar pemilik rumah. Tentu si pemilik rumah tidak akan terlalu perduli dengan hilangnya beberapa puluh ribu.
"ROM!"
Rom nyaris menjatuhkan pisau ke kakinya ketika mendengar teriakan itu. Ini pertama kalinya Sasha meneriaki namanya. Segera, secepat kilat, ia menuju ke sumber suara.
“Sasha?” Ia mengedor pintu kamar mandi namun tidak mendengar sahutan dari dalam. Ia segera mendobrak pintu, namun terperangah ketika
menemukan busa sabun memenuhi ruangan kamar mandi.
"Sasha!" panggilnya, menyingkirkan tiap busa. Dan ia menemukan gadis itu berendam di bak tertutupi busa sabun yang pekat. Cekikikan. Rom menarik nafas dan segera berbalik pergi, merasa jengkel setengah mati.
"Aku membuat banyak busa! Tapi aku tidak bisa keluar karenanya!" Teriak Sasha di belakangnya. Namun Rom mengabaikannya saja dan sudah melangkah keluar, menutup pintu kamar mandi sebelum busa-busa itu merembes memenuhi lorong.
***
Rom mengira Sasha telah menghabiskan semua persediaan sabun di rumah ini. Ia segera membersihkan setiap busa yang menempel di seluruh kamar mandi, yaitu lantai, dinding, hingga ke langit-langit. Sementara si gadis kecil biang onar, masih dengan rambut basah, menonton tv di ruang tengah sambil memakan sisa es krim malam tadi.
Rom baru saja membersihkan kamar mandi ketika ia melewati ruang tengah, mengamati Sasha yang tampak kesulitan dengan rambutnya yang panjang nyaris sepinggang.
"Hei." Panggilan Rom membuat gadis kecil itu menoleh. "Mau kupotongkan rambutmu?"
***
Sasha menjadi tampak seperti gadis yang berbeda dengan rambut pendek di atas bahu. Rom telah memotong rambut gadis itu dengan sangat rapi.
Selain ahli memasak, Rom juga ahli dalam memotong rambut. Ia Sering memotong rambut bocah-bocah panti asuhan, laki-laki dan perempuan.
"Mey suka dengan rambutku yang panjang. Dia tidak akan suka jika tahu aku memotong rambutku." Sasha berceloteh sambil bermain-main membuka setiap buku di rak. Mengganggu Rom yang sedang surfing internet di komputer, ia sedang mencoba mencari informasi yang ia butuhkan.
"Siapa itu Mey?" Rom sengaja bertanya.
Sasha membalik kertas bacaannya. "Guru yang membantuku keluar."
Rom mengangguk saja. "Lalu kau tidak suka rambut pendekmu?"
"Aku suka." jawab gadis itu segera. Persis jawaban anak-anak perempuan di panti asuhan setiap kali ia memotongkan rambut mereka.
Rom selesai mencari informasi tentang dirinya. Ia seperti sedang melamun, ia sedag memikirkan ide konyol yang muncul di dalam kepalanya. Ide konyol mengenai Sasha, yaitu mencari panti asuhan terdekat untuk menitipkan Sasha. Jika ia berhasil mendapatkan tempat tersebut maka ia akan berjanji untuk sering-sering mengunjungi gadis itu nantinya.
Rom menarik nafas. Ia melirik Sasha, tak yakin ide itu cukup bagus untuk melepas kucing liar yang suka mengekorinya ini.
"Rom," panggil Sasha. "Kau bisa membuat api kan?"
Jantung Rom serasa mencelos ke dasar perutnya. Ia menoleh pada Sasha yang tidur-tiduran di sofa, gadis itu seolah sedang mengajaknya mengomentari cuaca siang hari yang kelewat cerah.
Rom yakin jika tidak ada yang mengetahui rahasianya selain Jim, ayah asuhnya. Lalu bagaimana gadis ini bisa menebak begitu saja?
"Mey bisa terbang." kata Sasha. "Sementara Rudy bisa menenggelamkan anak-anak ke dalam tanah, haha." Ia tertawa kecil, seolah mengingat kejadian nyata namun kata-katanya yang kedengaran tidak masuk akal.
"Apa maksudmu?" Rom tidak berhasil mencerna kata-kata yang keluar dari mulut Sasha. “Sebenarnya... kau berasal dari mana?”
Sasha tidak segera menjawab. “Mey akan segera menjemputku,” ujarnya. “Kita perlu menunggunya.” Ia segera bangkit dari sofa, menumpuk buku-buku yang telah ia baca, kemudian merapikannya kembali ke rak. “Nanti malam kita makan apa?” tanyanya kemudian.
Berbicara dengan Sasha sungguh sulit. Nampaknya gadis ini memiliki banyak rahasia dari yang ia bayangkan. Ia seharusnya mengorek lebih dalam rahasia gadis itu, namun sebelumnya ia harus menyiapkan makan malam.
***
Rom mendapatkan bahan makanan yang ia butuhkan. Ia sengaja membeli ke supermarket yang agak jauh dari rumah pinjamannya, dan ia berbelanja pada malam hari untuk mengurangi kecurigaan di keramaian. Lagi pula Pegawai supermarket bukan Pegawai yang peka, dan ini malah menguntungkan baginya.
Ia baru satu hari berada di komplek perumahan asing ini, namun ia seperti sudah terbiasa tinggal di Beryl. Beryl memang berbeda daripada desa-nya, Idocrase. Di desa agak sulit mendapatkan makanan instan. Ia perlu bekerja di perkebunan dan perternakan untuk mendapatkan hasil sayur-mayur, daging bahkan s**u sapi segar. Banyak hal yang harus dilakukan di desa. Sementara di kota metropolitan, kota ini dipenuhi dengan makanan instan dan sayur-sayuran berbau pestiida.
Sepanjang perjalanannya kembali ke rumah pinjamannya, ia kembali memikirkan kata-kata misterius Sasha, mengenai Mey yang dapat terbang di udara. Apakah itu artinya di luar sana terdapat orang-orang berkemampuan aneh seperti dirinya? Lalu siapa Mey ini? Kapankah orang ini datang menjemput Sasha? Bagaimana caranya? Terbang dari langit? Wah, dia berpikiran konyol.
Langkah Rom memelan. Ia berhenti, kemudian memiringkan badannya untuk menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Namun entah, barusan ia merasa seperti sedang diawasi. Ia kembali melanjutkan langkahnya namun sambil menajamkan indera pendengarannya. Sangat jelas ia mendengar suara langkah kaki yang mebuntutinya dari belakang.
Apakah dia ketahuan?
Yang benar saja. Dia tidak ingin tertangkap secepat ini.
Rom segera berbelok memasuki gang sempit diantara bangunan rumah. Ia mencoba mengatur nafasnya untuk tidak bertindak gegabah, menunggu di gang sempit tersebut hingga seseorang muncul. Tanpa aba-aba, ia segera mendorong orang asing tersebut dengan menekankan sebelah lengannya ke arah leher si orang asing.
Orang asing itu menjerit kaget ketika tubuhnya dihempas ke dinding dan lengan Rom yang sudah menekan lehernya.
“Siapa kau?” tanya Rom, melotot pada pemuda yang mengenakan topi dan masker di sebagian wajahnya. Ia segera menarik masker pemuda itu. Asing. Dia benar-benar tidak pernah melihat pemuda ini. Dan pemuda ini kelihatan lebih muda dari yang ia kira. Bukan polisi kan?
“Ma... maaf,” rintih si pemuda, menunjuk ke lengan Rom yang menekan lehernya, ia kesulitan bernafas. Rom melonggarkan sedikit sebelah lengannya di leher si pemuda, dan si pemuda segera menarik nafas lega.
“Siapa kau?” ulang Rom.
“Aku...” pemuda itu mencicit, tampak jelas ketakutan berhadapan dengan Rom. “Namaku Ben, aku adalah seorang mahasiswa.”
Rom menaikkan sebelah alisnya. Mahasiswa, hah?
Ada urusan apa ia dengan mahasiswa?
“Maaf telah membuntutimu, tapi benar kan kau adalah Arom Eden, buronan...” si pemuda kembali mendapatkan cekikan di lehernya. “He-hei! Dengar dulu!”
Rom melonggarkan lengannya.
“Aku tidak akan melaporkanmu!” pemuda itu buru-buru berkata sebelum Rom kembali mencekiknya. “Aku di sini untuk membantumu!”
---*---