bc

Jelangkung Handsome

book_age18+
5
FOLLOW
1K
READ
fated
arrogant
goodgirl
drama
bxg
mystery
ghost
another world
lonely
sassy
like
intro-logo
Blurb

(Belum mulai daily)

Cerita berwarning ?? pastikan anda cukup umur untuk membaca.

Apa jadinya jika kamu bermain jelangkung dan di datangi oleh hantu tampan yang menampakkan diri dengan memakai baju tidur Hello Kitty?

Itulah yang dialami Ariana. Takut iya, lucu juga iya.

Sosok hantu itu bernama Hanzagiran, jika saja dia tidak pucat, maka wajahnya nyaris seperti oppa dalam drama Korea.

Hanzagiran baru bisa pergi jika Ariana meminta permohonan dan dikabulkannya. Alih-alih meminta permohonan, Ariana malah terus menunda-nunda agar Hanzagiran tetap berada di sisinya.

Pertemanan hantu dan manusia ini berjalan dengan banyak argumen dan kisah manis, hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta.

Bagaimana mereka bisa bersama sedangkan seharusnya hidup di alam yang berbeda?

Ikuti kisahnya hanya di Innovel dan Dreame.

chap-preview
Free preview
Keajaiban Air Jahe dan Bubuk Cabai.
Namaku Ariana, perkenalan ku dengan hantu berawal dari bermain jelangkung bersama teman-teman di kampus.   Entah pikiran apa yang tiba-tiba merasuki kami hingga memutuskan untuk memainkan permainan horor ini saat waktu kosong. Tapi kami tidak mempunyai cukup persiapan seperti yang tertulis di buku,  juga tidak  mengetahui secara jelas permainnya, jadi kami  melakukan ritual yang terbilang asal-asalan. Dan tentu saja tidak berhasil.   "Ini buku kenapa bilang harus pakai bubuk cabai sih?" Aku membolak-balik buku yang memang tidak sepenuhnya kami baca. "Peraturan dan syaratnya aneh-aneh."   "Iya, hoax tuh."  Adelia mengangguk  setuju.   "Ah, sudah. Kita pulang aja yuk." Aku memasukkan buku itu ke dalam tas lalu bergegas pulang.   Dan begitu sampai di rumah, aku meletakkan tas di meja.   "Hari ini, Mbak Inah masak apa?" tanyaku pada wanita paruh baya yang mengurusku sejak aku kecil,  aku memiliki harta berlimpah dan rumah besar, tapi aku hidup sebatang kara. Hanya Mbak Inah lah yang mengurusku dengan penuh kasih sayang hingga aku dewasa.   Aku  berjalan menuju lemari es, mengambil sebotol air mineral yang disimpan di sana. Lalu mengingat ritual konyolku dengan teman-teman tadi siang. Menyesal sekali tadi beli buku gak mutu. Aku menggerutu dalam hati.   "Masak udang tempura non, nanti non makan ya," jawab Mbak Inah sambil menyusun udang berbalut tepung itu di piring.   "Iya." Aku menyahut, "Mbak udah mau pulang?"   "Iya non, udah dijemput suami tuh di depan."   "Oke, hati-hati ya Mbak."  kataku sambil meneguk minuman. Lalu kembali menggendong tas yang tadi ku letakkan di meja dan membawanya ke kamar.   Ku putuskan untuk mandi dan setelah itu, aku duduk di kursi yang menghadap ke jendela, memandang langit malam lalu ke halaman rumahku, terlihat sangat luas namun juga sepi. Hanya ada aku disini.   Dan aku teringat kembali pada buku yang ku beli tadi siang. Tidak ada kegiatan yang ku lakukan, jadi ku putuskan untuk memuaskan rasa penasaran ku pada buku tadi dari dalam tas. Lagipula tadi kami tidak sempat membaca bukunya, hanya langsung mencari halaman dimana tertulis cara bagaimana bermain jelangkung.   Ku perhatikan lagi baik-baik buku itu. Sebuah buku bersampul hitam. Sejenak, aku masih bingung saat melihat dan membalik buku hitam itu di tanganku.   Buku itu bersampul hitam dan tanpa tulisan apa pun di bagian depan maupun belakangnya. Perlahan-lahan, aku membuka buku itu.   Kertas-kertasnya sudah menguning dan lusuh. Huruf-huruf yang tertulis di dalamnya sebagian sudah memudar. Aku mencoba mengenali huruf yang masih terlihat,  mencoba membaca buku itu halaman demi halaman. Namun, terlalu banyak halaman-halaman yang hilang.   Aku mengangkat bahu, menyerah. Aku hanya membalik halaman-halaman buku itu. Dan ku lihat gambar-gambar yang juga sudah mulai memudar. Beberapa di antaranya sedikit mengerikan, seperti gambar beruang dengan kedua kaki depan terangkat tinggi-tinggi atau gambar serigala yang menyeringai, memperlihatkan deretan gigi tajam yang meneteskan air liur...   Sejujurnya, buku iu membuatku agak takut, sekaligus tertarik. Tulisan-tulisan yang tertera di dalam buku itu sulit untuk dibaca. Jadi, aku memilih untuk melihat-lihat gambar-gambar yang ada di buku itu.   Gambar pertama yang ku lihat adalah gambar seorang wanita. Wanita itu mengenakan gaun lebar dan topi lebar dengan hiasan bulu burung unta. Sepertinya, wanita itu hidup di tahun seribu sembilan ratus tiga pulahan atau sebelumnya. Sebuah kata tertulis di bawah gambarnya. Mungkin sebuah nama, pikir ku. Namun, aku tidak bisa membacanya.   Aku meneruskan menelusuri buku itu, mencari gambar lain. Dan menemukan sebuah halaman dengan dua buah gambar: gambar seekor beruang dan gambar kerumunan serigala. Keduanya dilatar belakangi hutan rimba.   Di halaman yang lain, aku melihat sebuah siluet. Sesosok manusia yang berdiri di ujung jurang. Ada tulisan juga di bawah gambar itu. Lagi-lagi, aku tidak bisa membacanya.   Aku membalik halaman itu. Di belakang halaman itu, aku menemukan gambar lingkaran. Di halaman berikutnya, ada tulisan-tulisan yang memudar. Beberapa di antaranya, masih bisa terbaca.   "Summon circle...," dengan terbata-bata, aku mulai membaca kata-kata itu. "Suicide." Oh, pikir ku. Yang tadi itu gambar orang yang ingin melompat, rupanya. "Grant wishes.." Aku melanjutkan.   "Oke." Aku menaikkan alis. Aku paham sekarang. Yang sedang ku pandangi saat itu adalah lingkara pemanggil setan yang memanggil setan yang bisa mengabulkan permintaan.   "Ini main judulnya main jelangkung, tapi apa benar bisa mengabulkan permintaan?" pikirku jadi sangat bersemangat.   "Chilli powder." Aku melanjutkan. Mengerutkan kening. Jadi, menggambarnya dengan bubuk cabai? aku bertanya dalam hati.   "Ginger water?" Aku tertawa kecil. Jadi merasa seperti membaca buku resep makanan. Menarik juga,pikir ku.   Sebuah ide melintas di benakku. Mungkin.. aku bisa minta agar ayah dan ibu ku kembali? Saking merindukan mereka,pikiran yang sangat tidak waras itu muncul.   Sebetulnya, aku tidak percaya hal-hal gaib seperti ini. Tapi, sepertinya, tidak ada ruginya. Toh, aku tidak perlu membunuh apa pun atau siapa pun. Aku hanya butuh beberapa bahan makanan.   Aku mulai mempraktekkan tutorial di buku. Lalu mundur selangkah dan menyipitkan mata menatap lingkaran yang ku buat dari bubuk cabai dan meletakkan segelas air jahe di tengahnya.   Ku bandingkan lingkaran itu dengan lingkaran yang tergambar di buku hitamku. "Mirip." Akub membalik-balik buku itu, mencoba mencari langkah selanjutnya. Ada beberapa kata lagi yang bisa k*****a.   "S... .. Ini apa sih?" Aku mengeluh. "Sprit?" Aku langsung teringat pada iklan minuman menyegarkan. Dia ingin disediakan minuman berkarbonasi? Aku menggerutu lalu ku perhatikan lagi buku itu.  "Oh! Spirit!" aku memekik.Arwah ternyata.   "Are." Aku terus mencoba menyipitkan mata agar mataku bisa fokus pada huruf buram itu. "Ah!" aku mengeluh  lagi.   "Spirit, spirit, are you there? If true then come here." Akhirnya aku bisa membaca mantra yang tertulis disana, aku membacanya berkali-kali sambil duduk bersila di depan lingkaran. Tapi tidak ada yang terjadi. Hening, tanpa tanda-tanda.   "Aaaargh! Benar-benar palsu! Udahan, ah!" aku menutup buku itu. Menyerah.   Mengambil sapu untuk membersikan lingkaran bubuk cabai dan membawa gelas berisi air jahe itu ke dapur.   Aku kembali ke kamar. Menyalakan pendingin, lalu ku merebahkan diri di antara bantal-bantal empuk di atas kasurku sambil menutup mata.   Tiba-tiba, mataku terbuka dan jantungku berdegup kencang. Aku merasakan kehadiran orang lain di kamarku. Tapi, tidak ada suara apa-apa di kamarnya ini.   Aku memejamkan matanya rapat-rapat. (Mungkinkah ada pencuri yang masuk ke rumah? Mungkinkah pencuri itu, sekarang, ada di.dalam sini?)  Tapi, kamar ini terletak di lantai dua, di bagian belakang rumah. Tembok rumah sangat tinggi dan tidak mungkin dipanjat. Satu-satunya jalan masuk ke dalam hanyalah pagar depan yang juga sangat tinggi dan dijaga satpam selama dua puluh empat jam penuh. Lagipula, kompleks perumahan tempat tinggalku adalah kompleks perumahan elite yang keamanannya sangat ketat.   Aku sangat meragukan kemungkinan pencuri yang masuk ke dalam rumah, kecuali kalau si pencuri membunuh semua petugas keamanan beserta satpam yang menjaga rumahku sekaligus.   Aku itu menghela napas untuk memantapkan hati. Lalu, dengan satu gerakan cepat, aku bangkit ke posisi duduk, menyeret tubuhku sampai menyandar di kepala tempat tidur.   Cahaya lampu menyilaukan mataku sesaat. Lalu, perlahan-lahan, aku mulai bisa melihat. Benar saja. Memang ada orang lain di dalam kamarku.   Yang kali pertama ku lihat adalah sepasang kaki. Kemudian, ku perhatikan sosok itu menggunakan jubah hitam lusuh dan agak compang camping. Ku perhatikan lagi dari kepala sampai kaki, dia seorang laki-laki. Semuanya serba sempurna. Tapi siapa dia?   Aku menjerit sambil berlari sekencang-kencangnya, untuk mengambil apa saja yang bisa ku gunakan untuk memukul penyusup itu, dan aku menemukan tongsis ku.   "Eh?" Aku menebarkan pandanganku ke seluruh penjuru kamar. Tapi, yang kublihat hanya lemari baju, meja rias, lemari buku, dan pintu kamar mandi. "Di kamar mandi, kali!" Aku bergumam sendirian dan memeriksa. Melongok ke dalam. Membuka pintu lebih lebar. Namun, tidak ada siapa-siapa disana.   "Jadi, yang tadi itu apa?" Aku bergumam lagi. Aku masih celingukan menyapukan pandanga ke seisi kamar dengan waspada.   "Segitu kagetnya?"   Aku berbalik menatap tempat tidurku. Laki-laki yang tadi ku lihat kini duduk di tempatku berbaring. Wajahku memucat lagi. Ini pasti bukan mimpi.   "Gara-gara gue muncul tiba-tiba?" tanya si laki-laki.   "Baju lo serem." Aku terbata-bata. "Ya, udah, gue ganti baju." Dalam satu kejapan mata, laki-laki itu sudah tidak berganti pakaian. Kini, dia berpakaian persis seperti yang ku kenakan. Kimono tidur dengan motif Hello Kitty, hanya saja warnanya berbeda. Dia mengenakan warna kuning sedangkan bajuku berwarna pink.   "Lo siapa?" aku bertanya dengan suara tercekik, berdehem, membersihkan kerongkonganku, lalu bertanya lagi. "Lo siapa? Ngapain di sini?"   "Lho?" Si laki-laki berbaju kuning balik bertanya. "Kan lo yang manggil gue."   "Gue?" Aku bingung. "Kapan?"   "Tadi. Gue langsung ketarik ke sini."   Aku bengong. Bibirku sedikit terbuka. Sementara itu, seluruh tubuhku memusatkan diri untuk berusaha mencari di dalam memoriku,  kapan aku pernah memanggil laki-laki itu  ke kamarku.   Sebenarnya, aku sama sekali tidak mengerti sedikit pun yang dikatakan laki-laki yang duduk di tempat tidurku itu.   "Nggak inget juga, ya?" si laki-laki bertanya lagi. Dengan tangannya, dia menyibakkan sedikit rambut yang jatuh ke dahinya. "Bubuk cabai dan permen loli?"   "Eh?" Bibirku menutup, sementara keningku memunculkan kerutan.   "Lo bisa liat gue?" Laki-laki itu bertanya.   Aku mengangguk.   "Berarti, bener. Pasti lo yang manggil gue pake bubuk cabai sama permen loli itu. Nah, sekarang lo mau minta apa dari gue?"   "Oh!" Meski masih sedikit ragu, Aku mulai bias memahami keanehan yang ku alami. "Jadi, buku itu beneran bisa manggil setan?"   "Iyalah! Lo pikir ngapain gue di sini? Bertamu?"   Aku menelusuri sosok di hadapanku. Itu adalah tubuh seorang laki-laki. Sama seperti laki-laki manusia. Bukti yang menunjukkan kalau sosok itu bukan manusia hanyalah fakta bahwa dia bisa melakukan hal-hal seperti sihir, misalnya menghilang dan menciptakan pakaian dalam sekejap mata.   Setitik harapan terbit dalam hatiku. Kalau sosok di hadapanku ini memang setan yang ku panggil, berarti dia bisa mengabulkan permintaanku.   "Jadi, lo beneran bisa ngabulin permintaan gue?" tanyaku penuh harap.   "Iya," jawab sosok yang mengaku setan itu. Dia bangun dari duduknya lalu meletakkan kedua tangan di pinggang. "Lo mau minta apa? Cepetan."   "Tunggu dulu." Aku ragu sesaat. Mataku menyipit curiga. "Dari mana gue bisa tahu kalo lo gak boong?"   "Ngapain gue boong?" Si setan terlihat tersinggung.   Aku melangkah mundur. Takut.   "Lo pikir gue dateng ke sini, sukarela?"   "Emangnya nggak?" Aku bertanya takut-takut. "Terus, ngapain lo di sini?"   "Emang udah kodratnya. Setiap kali ada yang manggil, satu setan pasti dateng. Bukannya lo seneng?"   Satu setan pasti dateng? pikirku. Berarti ada setan yang lain? "Kenapa lo?" tanyaku curiga. "Kenapa bukan setan yang lain?"   "Karena lo manggilnya pake permen loli, Kan?" Percakapan ini sungguh membingungkanku. Kerutan di keningku bertambah dalam setelah setiap peratanyaannya. Sekarang, bahkan, sebelah alisku jadi naik   "Emangnya kenapa?" tanyaku ingin tahu.   "Itu barang-barang yang paling gue suka," jelas lawan bicaraku. "Kalo lo manggilnya pake duit bisa jadi temen gue yang dateng."   Tapi, yang ditulis di buku itu, cuma bubuk cabai sama permen loli, kok." aku menunjuk buku hitamnya yang tergeletak di tempat tidur.   "Mana gue tahu!" kata si Setan dengan suara meninggi. Sepertinya dia mulai tidak sabar. "Itu bukan urusan gue. Yang penting. gue udah di Sini. Sekarang cepetan bilang. lo mau apa?"   "Mau apa?" Aku mengulangi kata-kata nya.   "Iya. Lo manggil gue, pasti ada maunya, dong!" sahutnya datar.   "Oh." Aku paham, mengangguk-angguk mengerti. "Iya. Ada." Memang ini tidak masuk akal, pikirku. Tapi, toh, sosok ini sudah ada di depanku. Jadi, sekalian sajalah.   "Apa?" tanya sosok sempurna di hadapanku. "Duit? Cowok?"   "Bukan." Aku menggeleng.   "Apa, dong? Lo mau cantik? Mau seksi? Mau pinter?"   Aku menggeleng lagi, sedikit kesal mendengar kata-kata si setan. Memangnya aku kurang cantik, pikirku. kurang seksi? Kurang pinter)   "Maunya apa, sih?" Suara si setan meninggi lagi. "Kalo nggak cepet bilang, gue nggak bisa pulang, nih!"   "Kenapa?"   "Gue baru bisa pulang kalo udah ngabulin permintaan lo."   "Ooooh!" Bibir ku  membulat.   "Jadi," si setan duduk kembali di tempat tidur. "Lo mau minta apa?"   "Eh." Aku berjalan mendekati tempat tidurku, di samping si setan. Rasa takutku sudah lama hilang. Mungkin karena setan laki-laki itu memakai kain Hello Kitty, itu membuatnya tampak tampak lucu, nyaris seperti banci karena kalau dilihat-lihat juga wajahnya lumayan cute. (Apa setan bisa seimut ini?) Sama sekali tidak menakutkan. "Gue yatim piatu, mereka meninggal sejak gue berumur sepuluh tahun." kataku.   "Lu mau orang tua baru?" tanya si setan.   "Enggak, orang tua lain mana mungkin sama dengan orang tua kandung gue." Aku menolak.   "Wah!" Si setan mengangkat tangan dengan kedua telapak mengarah padaku. "Maaf!" sahutnya cepat.   "Lo setan apa bukan, sih?" tanyaku.   "Iyalah, " jawab si setan. Keningku memunculkan kerutan pertanda bingung.   Aku  jadi ikut bingung melihat kerutan itu. (Memangnya setan bisa bingung?) tanyaku dalam hati. "Kok, baik?"   "Baik?" Kerutan di kening itu sedikit bertambah dalam.   "Lo keliatan sopan dan baik." kataku dengan nada penuh rasa terima kasih.   Si setan tertawa terbahak-bahak. Rasa terima kasihku kontan lenyap.   "Kok, ketawa?" tanyaku dengan nada tersinggung.   "Gak tau deh kenapa juga gue bilang maaf, tapi intinya gue gak bisa ngabulin permintaan lo."   Harapan dalam hatiku memudar. Namun, aku berusaha bersikap optimis. "Lo kan, belum tahu permintaan gue," kataku yakin.   "Gue bisa nebak," kata si setan sama yakinnya. "Pasti lo mau gue bikin orang tua lo hidup lagi. Iya, kan?"   "lya!" seruku senang. Saking senangnya, aku bangkit dari duduk dan bertepuk tangan.   "Nah!" lanjut si setan. Lagi-lagi, telapak tangan nya yang terbuka diarahkan kepadaku. "Gue nggak bisa."   Kedua telapak tanganku masih bertemu. Namun, bahkan, suara gema dari tepukan tanganku sudah tidak terdengar lagi. Binar kebahagiaan itu sudah lenyap tersapu gelombang kekecewaan. Aku menurunkan tanganku,  lalu menatap si setan dengan tatapan pedih.   "Kenapa?" tanyaku kecewa.   "Yang bisa ngatur hidup mati manusia cuma Tuhan, " jawab si setan sambil mengangkat bahu. "Gue kan setan."   "Tapi, tadi lo bilang"   "Iya!" Si setan memotong protesku. "Gue tahu gue bilang apa. Tapi, yang satu itu, gue nggak bisa. Lagian lo yang bener aja, orang tua lo udah meninggal, udah dikubur bertahun-tahun yang lalu, lu minta gue hidupin lagi jadi kayak apa? Zombie? Lo minta yang lain aja. Duit, baju, cowok."   "Gue udah punya semua itu!" Aku membentak.  "Gue manggil lo ke sini untuk sini sebenarnya gak sengaja juga, cuma main-main iseng. Jadi kalau lo tanya keinginan gue, ya gue cuma mau itu."   "Gue nggak bisa. Gue-"   "Ya salah lo sendiri!" Aku memotong lagi. (Sukurin lo setan dari tadi sombong banget, sekarang malah gak sanggup. "Gue nggak butuh duit! Nggak butuh apa-apa! Gue udah punya semua!"   "Terus gimana caranya gue pulang kalo lo gak buat permintaan?." Si setan mulai ikut meninggikan suara. "Masa gue terjebak sama lo?"   "Lo itu setan atau jin botol soh?" tanyaku heran. "Kok persyaratannya begitu?"   Si setan menghela napas. "Gak tau lah, udah dari sononya begitu."   "Aneh sih!" Aku memekik. "Ya sudahlah nanti gue pikirin lagi gue pengen apa."   "Heh!" bentak si setan. "Terus gue gimana selama lo mikir?"   Aku mengangkat bahu. "Terserah lo."   "Minta apa kek," si setan memohon. "Lo mau gue ikutin terus?"   "Gue sih gak masalah, emang lo pikir gue takut sama lo?"  kataku seakan tidak peduli. "Gue orang baik. Dari kecil, gue nggak pernah jahat. Gue rajin berdoa. Gue rajin belajar. Masa, sih. Tuhan nggak ngasih keringanan buat orang kayak gue? Kenapa gue sedih terus?"   "Lo kira Tuhan kepala sekolah?" ejek si setan. "Dan, lo murid yang orangtuanya nggak mampu? Yang butuh keringanan?"   "Nyebelin lo setan." kataku sambil merengut.   Si setan itu berjalan mondar-mandir didepanku. Pemandangan ini membuatku tertawa. Melihat, satu sosok laki-laki sempurna. Memakai kimono kuning pres body  dan bergambar Hello Kitty, dengan sepasang sandal kamar berbentuk kepala Piglet.   "Gue setan juga ciptaan Tuhan, gue juga punya bos, gak bisa main-main. Dan ada hukuman yang berat kalau melanggar!"   "Apa?" aku menantang.   "Hah?" Si setan berhenti berjalan mondar-mandir dan berbalik menghadapku.   "Apa peraturan dan hukumannya?" aku mengulangi ucapanku.   Si setan menatapku. Bibirnya yang membisu seakan berkata, mana mungkin ada yang tidak tahu hukuman bagi setan yang bermain-main dengan nyawa manusia.   Aku balas menatapnya. Aku memang tidak tahu hukuman bagi setan yang bermain-main dengan nyawa manusia dan aku ingin tahu.   "Kami gak boleh berurusan sama nyawa manusia, kami gak boleh membocorkan rahasia tentang masa depan, kami gak boleh jatuh cinta sama manusia juga." Jawab si setan. "Kalo gue melanggar, gue terancam dibuang ke bumi."   Aku terdiam sejenak. Berpikir."Nggak papa, dong dari katanya akhirnya. "Kan, enak di bumi."   "Siapa bilang?" kata si setan dengan suara heran   "Gue!" Aku meletakkan kedua tangan di pinggang. "Di bumi kan, ada AC," alasannya. "Di neraka,  neraka kan panas, di bumi ada TV. Bisa nonton apa aja. Enak, kan?"   Si setan tertawa terbahak-bahak. "Kalo jadi setan, gue  bisa berbuat apa aja yang gue mau. Nggak ada aturan." Si setan mengayunkan kedua tangannya. Nggak perlu izin sama siapa-siapa." Si setan mengayunkan kedua tangannya lagi. "Ke mana-mana tinggal ngedip." Sekali lagi, si setan mengayunkan kedua tangannya. "Nggak ngerasain laper. Nggak ngerasain capek. Enak, kan?" Si setan mengakhiri alasannya dengan nada yang sama dengan ku tadi.   Aku mencibir. "Kalo nggak pernah lapar, mana bisa ngerasain enaknya makan. Kalo gak pernah jatuh cinta mana tau bahagianya."   "Bilang aja ngiri," ledek si setan. Dia lalu duduk lagi di tepi tempat tidurku. "Sekarang cepetan bilang apa permintaan lo. Gue mau cepet pulang, nih!"   "Belom tau!" Aku menggeleng. "Gue malah jadi penasaran sama lo, lo nanti aja pulang ke neraka nya."   "Apa?!" seru si setan. "Enak aja,!"   "Biarin!" kataku cuek sambil melangkah menuju pintu kamarku.   "Nggak bisa gitu." Si setan menghalanginya ke luar kamar dengan tiba-tiba muncul di antara aku dan pintu kamar.   "Gue sih nggak maksa," kata ku, "Terserah lo aja."   "Itu namanya maksa," cibir si setan. Dia terlihat berpikir-pikir sesaat. "Gini, aja, deh. Lo pikirin baik-baik. Gue kasih waktu sehari."   "Gue nggak janji."   "Dengerin dulu." bentak si setan. "Biar gimana pun juga," lanjutnya setelah aku diam. "Walau lo udah punya segalanya, pasti ada hal lu pengen banget, pacar aja gimana? gue tau lo itu cantik-cantik juga jomblo."   "Eee.. malah ngejek, " Aku bertolak pinggang. Aku menatapnya dengan tatapan menantang.   "Lah memang bener kan?" Si setan ikut bertolak pinggang.   "Lo tunggu aja sampe gue tau apa yang gue mau," kataku, masih dengan nada yang sama dengan sebelumnya.   "Dasar jomblo rese. Bilang aja lo kesepian, tapi gak bisa juga lo nahan gue disini." Ledek si setan lagi.   Mendengar kata kesepian, rasanya hatiku sakit karena tahu bahwa ia benar, aku menatapnya dengan tatapan kesal dan mata yang berkaca-kaca.   Si setan terlihat sedikit merasa bersalah namun ia  lalu menghilang.   Sesaat aku menunggu. Tidak ada suara., bahkan desir angin pun tidak ada. "Gue kangen orang tua gue," aku bergumam sendirian lagi.  pada dinding-dinding membisu di kamarku. Tapi si setan sudah benar-benar pergi.   Aku menunggu lebih lama. Tapi, masih tidak ada suara apa pun yang menjawabnya. Aku mulai terbayang kenangan-kenangan indah bersama mama dan papa saat mereka masih bersamaku, aku menunduk, berusaha menghindari bayangan diriku yang balas menatap dari cermin meja rias di sisi lain kamarku.   "Lo bener, gua kesepian, ," katanya lirih disusul isak tangis yang pecah.          

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook