Chapter 04 - Pegangan tangan

1119 Words
Entah apa yang terjadi, tapi, ini lah kenyataannya. Sri, wanita muda itu duduk didalam satu ruangan bersama dengan calon suami, dan juga kekasihnya. Hening, belum ada percakapan sama sekali. Karena menurutnya terlalu canggung, kemudian, Sri mengambil minuman yang disuguhkan diatas meja dan meneguknya. Saat dia meneguknya, dia lalu menyemprotkan minumannya dengan kasar. Dia mengerutkan keningnya dan melihat gelas yang ada dihadapannya ini, "Ya Allah, iki minuman apa to? Kok rasanya nggak enak banget to. Aneh, lidahku sampai pahit begini," kata Sri dengan khas medok Jawanya. Wanita dihadapan Sri tersenyum simpul, dia menatap Sri dengan tertawa, "Itu wine, aku yang menyajikan untukmu. Apa kamu suka?" tanyanya. Sri menggelengkan kepala, "Ya Allah Mbak, wine opo to iku, aku nggak pernah denger. Aku dengernya cuma es teh manis aja. Itu pun jarang minum, karena yang jual dikampung warungnya jauh." Nindy, dia tertawa, dan menaikan satu kakinya menompang kaki lainnya. Lalu, dia tertawa kecil, "Jika kamu tidak bisa meminumnya, lalu kenapa kamu berani mengakui dirimu sebagai calon istri Romeo? Asal kamu tau, Romeo itu suka wanita yang high bukan norak seperti ini." Ekspresi Nindy yang tadinya bersahabat kini berubah datar, dan terkesan sarkas. Dia menatap Sri datar, membuat wanita itu tertawa, "Mbak, namanya juga jodoh. Kita nggak tau to, saya yang bentukan begini bisa jadi istrinya Mas Romeo. Mbak yang bentukan begitu, cuma bisa jadi pacarnya saja. Kan nggak ada yang tau Mbak hehe," kata Sri. Nindy, yang mendengar ucapan wanita itu menjadi kesal. Dia lalu menggebrak meja dengan kasar. Membuat Sri terkejut dan memegang dadanya. "Seharusnya dari tadi saya bilang, kamu itu harus tanggap! Saya meminta kamu jauhkan diri kamu dari kekasih saya. Kamu itu harusnya sadar diri!" kata Nindy dengan sarkastiknya. Sri orangnya kelewat santai, dia menganggukan kepalanya, "Iya, saya bakal mundur kok Mbak. Mbak tenang saja, tapi... setelah Ibu Rosa bilang mundur, saya mundur kok." Romeo yang tadi hanya diam mendengarkan perdebatan dari mereka berdua mulai jengah, dia lalu memijat pangkal hidungnya. "Nin cukup." Nindy mengeratkan pelukannya dilengan Romeo, "Rom, tapi dia ngeselin parah sih, aku sampai pusing ngomong sama dia." Sri yang melihat mereka berdua bermesraan merasa tidak boleh, lalu dia bangun dan melerai Romeo dan juga Nindy dengan cara duduk ditengah mereka. Nindy yang merasa dilerai, tidak terima dan marah, "Apaan sih.Minggir nggak!" Sri tetep kekeuh ditengah - tengah Romeo dan Nindy. Dia malah memelotot ke arah Nindy tidak takut, "Mbak, Mas Romeo itu calon suami saya titik!" "Nggak, dia pacar aku!!" teriak Nindy tidak terima. "Calon suami aku!" "Pacar aku!" "Calon suami!" "Pacar aku!!" Mereka terus berdebat membuat kepala Romeo sakit. Karena muak, Romeo berdiri dan berteriak, "Stop!! Keluar dari ruangan saya sekarang!!" Sri mengerjapkan matanya melihat Romeo yang marah. Dia tidak tau, niatnya mengganggu malah seperti ini, membuat Romeo marah sekali. "Mas tapi anu--" "Sekarang!!" Sri meneguk salivanya dan kemudian berdiri. Dia lalu pergi dari ruangan Romeo karena tak ingin lebih membuat masalah. Nindy tertawa, dia lalu berdiri tersenyum ke arah kekasihnya. "Rom--" "Kamu juga, silahkan tinggalkan ruangan aku." Nindy hendak memperotes, tetapi Romeo malah menunjuk pintu keluar ruangannya, "Kamu juga, tidak ada tapi - tapi. Sekarang keluar dari ruangan aku." Dengan kesal, wanita itu menghentakan kakinya. Dia merasa kesal diusir seperti ini karena wanita kampung itu. "Liat aja, si Sri itu bakal aku balas!" geram Nindy dengan mengepalkan tangannya. **** Sri keluar dari ruangan Romeo sedikit kebingungan. Pasalnya, dia masuk dari mana, sekarang keluar dari mana. Membingungkan sekali, kantor Romeo pun tidak kecil, tetapi sangat besar. Bahkan lapangan dikampungnya tak sebanding dengan kantor Romeo, bahkan tak ada apa - apanya. "Iki aku lewat mana to? Kok bingung banget to. Lewat sana, apa lewat sini ya?" kata Sri bingung dengan menunjuk ke lorong kanan, dan lorong sebelah kiri. Sri menggelengkan kepalanya, "Ah mungkin lorong sebelah sana." Akhirnya Sri berjalan menyusuri lorong kanan. Dia berjalan hanya melihat pintu, pintu, yang tak berujung. Dia malah merasa takut, dia sering liat film hantu melalui layar tancap di acara kampung setiap malam minggu. "Jangan - jangan, ini bekas penjajahan jaman dulu lagi. Waduh, la kok mrinding gini to Sri..." Sri melihat - melihat lorong yang tak berujung yang semakin ke sana semakin remang cahaya. Dia berhenti dan meneguk salivanya, "Wis bener to iki, perasaanku nggak enak begini. Aduh, aku tak balik saja wis." Saat dia berbalik badan, dia menabrak tubuh tinggi yang membuat Sri terkejut, dan berteriak, "Aaaa!! Setan pocong kuntilanak ampun... Sri nggak ganggu tenan, suer Ya Allah, pie iki Pak Bu... Tolong Sri..." Sri jongkok sambil berkomat - kamit ketakutan. Dia lama memejamkan matanya, lalu dia membuka perlahan, dan melihat sebuah tangan didepan wajahnya, "Eh, kok tangannya mulus tenan to?" Sri melihat keatas dan meneguk salivanya, dia yang tadinya berjongkok menjadi terduduk saking tak kuat menerima aura orang ganteng yang tiba - tiba dihadapannya. Pria yang mengulurkan tangannya tertawa melihat tingkah Sri yang menurutnya sangat lucu. Dia menggerakan tangannya untuk membantu Sri berdiri, "Jangan melihatku seperti itu, aku bukan hantu." Pria itu lalu memegang tangan Sri dan menarik membuat wanita itu berdiri. Tetapi, namanya orang kampung, tetaplah orang kampung, dia merasa seperti jelly yang akan roboh saat berdekatan dengan jarka lima centi dengan pria tampan itu. Dengan sergap pria itu merangkul pinggang Sri sehingga Sri tidak jadi terjatuh. Mereka saling menatap satu sama lain. Bisa dengan jelas Sri lihat warna manik mata pria itu, meski dia terhalang oleh kacamata. "Ganteng banget Ya Allah..." batin Sri. Sri mengerjapkan matanya tersadar, dia memundurkan tubuhnya, "Eh, Ya Allah Mas maapin Sri.." Pria itu malah mengerutkan alisnya, "Sri?" tanyanya aneh. Sri menyengir kuda, dia mengelap tangannya dengan baju, dan menjulurkan didepan pria itu, "Nama saya Sriani Mas, orang - orang manggil saya Sri. Ibu Bapak juga manggil Sri, kecuali Mas saya manggilnya Srintil hehe." Pria itu tertawa, dia tertawa mendengar ucapan dari Sri. Sri menjadi bingung mengerjapkan mata, "Masnya kok malah ketawa? Ada yang lucu to?" Pria itu menjabat tangan Sri dan tersenyum manis, semanis gula yang pastinya bikin diabetes mati berdiri. Dia menyebutkan namanya di bibir merah mudanya, "David." Sri menganggukan kepalanya, "Ah Mas David to, salam kenal yo Mas hehe." "Kamu tadi saya perhatikan dari sana bingung, saya ikuti kamu sampai gudang, kamu cari apa?" tanya David. "Mau pulang, saya ndak tau jalan pulang Mas..." "Mari saya antar," kata David. David menggenggam tangan Sri dan menariknya untuk pergi dari sana. Sri membelakan mata, dia menjadi bingung, "Loh loh Mas, kok tangan saya--" Pria itu menoleh ke belakang, dia tersenyum kembali, "Iya biar kamu tidak hilang." Sri sudah klepek - klepek sekali sama orang yang namanya David ini, senyumnya manis pol kayak gula jawa. Suaranya lembut dan idaman sekali. Tangannya digenggam oleh David, tapi hatinya yang dari tadi berjoget ria. "Lumayan, dipegang orang ganteng hehehe," batin Sri sambil melihat tangannya yang digenggam oleh David. ----------------------------------------- Melted banget nemu cowok kayak David nggak sih haha. Jadi pingin nemu satu kayak gitu masa ??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD