Bab. 3 - Susah Move On

1313 Words
Malam ini rencana Nessa ingin menginap di rumah Anna. Sekalian mengerjakan tugas bersama. Lagipula pembantu yang biasa menemani Nessa-karena Nessa tinggal seorang diri, sebab kakaknya tinggal di asrama TNI- sedang sakit. Dan gadis itu paling tidak bisa tidur sendirian di rumah. Usai merebus mie di dapur, Anna menghampiri temannya. Ikut duduk lesehan di ruang televisi. Mangkuk mie dan air minum ia letakkan di meja untuk disantap selagi hangat. "Masih mikirin Aya? Nessa tak menjawab. Hanya mengembuskan napas berat. Kemudian menutup folder friendship pada galeri ponsel. Ia baru saja mengenang salah satu sahabatnya. Mereka bertiga sudah hilang komunikasi sejak dua tahun lalu. Ada kesalahpahaman yang hingga detik ini mungkin belum disadari. Anna mulai menyantap makananya. Sesekali bayangan omelan Gama terus berputar di kepala. Ia jadi heran, kenapa bisa dirinya bertahan menjadi bendahara organisasi. Padahal sepeser uang pun tak diterima sebagai imbalan. Mengejar kepopuleran? Tentu saja dia bukan tipikal gadis seperti itu. Yang dia tau, dia hanya suka bila berguna bagi orang-orang di sekitar. Tanpa memandang materi tentunya. "Tugas lo udah selesai belum, Ness?" Nessa melirik sebal. Secara tidak langsung kembali diingatkan dengan Gama juga. "Gue mager bikin dialog. Jadi nggak fokus, karena kebayang ending drama Joongki mulu." Anna menyeruput kuah mie, menikmati sensasi rasa pedas campuran saus sambal dan Boncabe. "Gue jadi kepo. Lo pilih Joongki atau Gama?" Nessa tak menjawab. Ingin sekali dia melempar bantal pororo ke arah Anna. Sebagai bentuk protes dari pembahasan soal Gama. Untung lemparan meleset ke punggun Anna. Bila sampai mengenai mangkung di atas meja, bisa tumpah ruah seluruh isinya. Getar di ponsel Nessa mengurungkan niatnya untuk melempar bantal lagi. Ia baru menerima pesan dari kakaknya. "Na, gue nggak jadi nginep!" "Kenapa?" "Abang gue balik. Gue disuruh pulang ini." "Oh .... " "Mau nitip salam?" ledek Nessa. Tahu kenapa? Karena kakak  Nessa adalah mantan pacar Anna yang berhasil membuat Anna susah move on. ============== Ruang tamu kediaman Nessa tampak sepi. Hanya ada seorang cowok berperawakan tegap duduk menyandar sofa. Satu tangannya lincah berkutat pada ponsel hitamnya. Tangan lainnya menggenggam sebatang wafer cokelat yang hampir habis. "Kak Juna!" pekik Nessa kegirangan. Memang sudah biasa cowok itu pulang tanpa kabar lebih dulu. Bagi Nessa, sikap kakaknya ibatat bom atom. Sulit dijinakkan, susah diperkirakan, dan berbahaya. "Sendirian?" tanya Juna, seolah berharap sesuatu yang lain. Nessa menyandarkan punggung di sofa empuk. Mengamati sang kakak seksama. "Kenapa? Ngarep banget yan Anna bakal ikut ke sini?" Juna menegakkan tubuhnya. Meraih segelas air untuk diteguk. Tenggorokkannya mendadak kering. Ia bahkan belum sempat mengganti seragam kerjanya. "Gimana kabarnya? "I'm fine .... " "Bukan kamu." "Terus?" "Temenmu gimana kabarnya?" "Oh si gesrek Niko baik-baik aja." Nessa sengaja mengalihkan nama. Ia tak suka kakaknya terus menyembunyikan perasaan di depannya. Mendengan jawaban asal Nessa. Juna tak berniat mengulik masa lalu lagi. Sementara Nessa melipat dua tangan ke d**a. Sebal dengan pertanyaan kakaknya. Bukannya mengkhawatirkan dia malah orang lain lebih dulu. "Kayaknya ada yang  belum bisa move on nih dari sang mantan? Padahal udah hampir setahun putus ya?!" sindir Nessa. "Move on mah gampang. Kangennya yang susah hilang." Nessa meraih beberapa bungkus wafer dan memakan isinya. "Kalo kangen ya datengin. Gitu aja kok repot. Pegang pistol berani, tapi pegang hati demenan ciut. Apa kata dunia?" seloroh Nessa lagi-lagi membuat Juna geram. Nessa tetap nikmat melahap wafer. Dibarengi tatapan ngeri kakaknya. "Kamu belum paham situasi dan kondisiku, Nes. Aku cuma khawatir." Dahi Nessa berkerut. "Khawatir nyakitin Anna? Aduh Kak, Kak Juna putusin dia itu udah nyakitin banget tahu! Telat kalau baru sekarang merasa khawatir soal itu." Juna menghentikan aktifitas mengunyah. Dilepasnya satu persatu kancing seragam yang melekat di badan. Ia selalu kepanasan berdebat dengan adik kesayangannya. Nessa tak cerewet di luar sana. Tapi dia bisa berubah drastis ketika berhadapan dengan kakaknya. "Samperin sana, Kak. Bawain kembang setaman sama menyan sekalian." Sekali hempas, Juna bergasil melempar bantal ke wajah Nessa. Keabsurdan kalimat Nessa selalu berhasil menimbulkan percikan emosi di hati Juna. Sekaligus menghibur kehampaan jiwa Juna. Gadis itu mencibir dengan bibir berpout. "Ganteng iya, punya pangkat lumayan iya, gagah iya, tapi jagain satu cewek aja nggak berani. Kalah sama Kapten Yo Shijin." "Kamu tuh kebanyakan nonton drama Korea. Makanya suka halu. Idolamu angkat senjata dan peluk cewek buat jadi tontonan banyak orang. Sekalian buat naikin rating drama," jelas Juna sembari membuang napas kuat. Ia selalu kelelahan menghadapi perkataan hiperbola adiknya. Melihat kakaknya berlalu hendak masuk kamar, Nessa sedikit iba. Ia tahu Juna masih sayang pada Anna. Tapi kejadian yang pernah menimpa Nessa dulu, membuat Juna mengambil keputusan demikian. "Kak, kubikinin teh ya?" teriak Nessa, lalu berhambur menuju dapur.  Di dalam kamar, Juna merebahkan diri di peraduan empuk. Menikmati langit-langit kamar dengan sekelebat bayangan Anna. Gadis itu masih saja menyergap sebagian halusinasi fana Juna. Kenangan mereka selalu datang tanpa terduga. Membangkitkan sisi hati yang kian merana. Juna meraih ponselnya. Berulang kali  menengok aplikasi w******p. Menilik nomor Anna, namun akhirnya menutup kembali. Rindunya semakin memuncak, bisa saja mengalahkan Himalaya. Sementara itu, di rumah Anna. Gadis itu tengah menikmati mie goreng pedas rasa sambal geprek. Lidahnya hampir mati rasa sangking panasnya dikecap. Bukan Anna bila makan sesuatu tanpa rasa cabai. Getar ponsel membuyarkan aktifitas makannya. Ia menekan tombol hijau dengan jari telunjuk. "Ya, halo? Siapa di sana?" sapanya to the point. Nomor tak dikenal itu hening. "Halo? Ada orang di sana? Mau nawarin kartu kredit ya? Lagi nggak butuh." Tetap tak ada jawaban dari seberang ponsel. Anna mengerutkan kening bingung. Tak merasa kenal nomor tersebut. Setelah panggilan usai tanpa suara, ditaruhnya kembali ponsel ke meja. Melanjutkan kunyahan mie yang sempat tertunda. Tapi lagi-lagi ponsel bergetar. Dengan nomor  sama. Ia mengangkat setelah menarik napas panjang. "Halo? Siapa sih?!" cecarnya. ======= Anna berkacak pinggang. Memandang horor sahabatnya yang masih mengenakan piama mandi. Rambut basah terbalut handuk juga agaknya belum terlihat tanda-tanda kering. "Wah parah lo, Ness! Lo ngibulin gue ya?! Minta jemput cepet tapi sendirinya belum ready. Kita ada rapat pagi sama tim Senat tahu! Lo mau kena sangsi lagi sama Killer Boy kalau sampai telat?! Gue nggak mau-" Kalimat panjang beruntun Anna terhenti. Dua bola matanya membulat hampir utuh. Seseorang baru saja ke luar kamar. Jantung Anna nyaris loncat dari kungkungan, menyaksikan sosok cowok yang selama ini sering mengganggu angannya. "Nes, aku ada urusan. Siang nanti kujemput, kita makan siang sama-sama," tukas Juna seraya merapikan kemeja birunya sejenak. Hingga akhirnya berlalu meninggalkan ruangan. Seolah sengaja mengabaikan mantan kekasih tercintanya begitu saja. Walau ada rasa rindu menyelundup batin. Namun rasa khawatir jauh lebih besar menyelimuti hati Juna. Perasaan sesal berbaur ketidakyakinan selalu berputar dalam benaknya. Cowok itu masih sama, menyembunyikan rindunya dengan kediaman serta kepuraan semata. Berharap isi hatinya tidak terbaca oleh orang lain, terutama Anna Syahilani. "Wait!" teriak Nessa menghentikan langkah Juna. "Bisa tolong sekalian antarin temanku ke kampus kan, Kak?"lanjutnya, sengaja memberi kesempatan dua insan untuk memperbaiki hubungan kembali, setidaknya mereka mungkin bisa menjadi teman. Kapan lagi Nessa bisa merencanakan ini, sebab Juna jarang punya waktu untuk pulang ke rumah. Barak menjadi tempat tinggal utama Juna selama ia masih seorang abdi negara. Tuntutan dan tanggung jawab pekerjaan, menjadikan cowok ini sulit berinteraksi langsung dengan sang pujaan. Parahnya, insiden masa lalu jelas menjadi jembatan pemisah antara keduanya. Juna menarik napas panjang, ia tahu maksud terselubung dari permintaan tolong adiknya. Anna mendelik, memandang tajam pada Nessa yang cuek dan tak acuh. "Lo ngomong apa barusan, Ness? Gue nggak perlu tumpangan orang asing! Mending naik angkot deh!" dumel Anna menyimpan kekesalan. "Udah sih ikut aja, lagian gue udah izin ke Gama hari ini nggak ikutan rapat dulu. Ada urusan sebelum ke kampus. Mending lo cari aman, nebeng sekali aja sama abang gue. Daripada telat terus kena omel Gama, Jakarta suka macet loh," bujuk Nessa. Anna melengos dengan seringai kasar. "Ogah! Mending gue berangkat sendiri! Ngeselin banget!" Sementara Anna membuang muka, Nessa tampak memberi isyarat kakaknya. Matanya mengindikasikan agar Juna mengambil alih kesempatan yang berusaha Nessa berikan. "Aku anterin kamu, Na." Juna menginterupsi Anna. "Nggak perlu repot-repot." "Masih sayang banget kamu sama aku? Sampai segitunya."  =======♡Romanceship♡=======
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD