Satu

755 Words
"Mel! Ini ada Ajiz, Mel!" gedoran pintu terdengar semakin menjadi karena tak kunjung mendapat sahutan dari dalam. Amelia menggeram menggeliat dibalik bedcover putihnya yang begitu lembut. "Hari ini hari minggu Mbak, kantor juga libur!" seru Amel tetap memejamkan matanya. "Astaga! Amel! Ajiz sudah nunggu satu jam lebih, kamu nggak kasihan apa!" teriak Mbak Laras lagi. Amelia mendesah kesal bangkit dari tidurnya dengan mata yang masih terpejam. "Mbak, apa susahnya sih tinggal bilang Aku masih tidur?" gerutu Ameliakemudian menguap lebar. "Mbak hitung sampai lima, kalau belum keluar juga. Mbak minta Mas Burhan dobrak pintu kamar kamu!" Astaga... Barbar sekali dirinya punya kakak, Amelia bergidik ngeri membayangkan pintu kamarnya rusak karena Mas iparnya nanti. "Iya, iya! Sepuluh menit!" serunya kemudian hening. Amelia beranjak dari duduknya mengambil handuk yang menggantung di dekat ranjangnya kemudian melangkah masuk ke kamar mandi. Aish... Rasanya malas sekali hari istirahat harus digantikan dengan olahraga. Amelia mendesah kasar seraya menyalakan shower untuk mengguyur tubuhnya. Memang, sejak lulus SMK,  masuk ke jenjang kuliah dulu, Ajiz semakin dekat dengannya. Ajiz banyak mengenalkan beragam macam olahraga padanya. Sebenarnya Amelia tipe wanita yang tak mau ambil pusing. Dulu, dirinya gemuk juga tak ambil pusing, banyak yang mengejeknya ia memang sering sakit hati, tapi tak sedikit pun terbesit ingin diet, karena prinsip hidupnya adalah yang penting kenyang. Setiap Sabtu pagi dan Minggu pagi, Ajiz selalu mengajaknya berolahraga, entah nge-gym, entah berenang, entah lari, pokoknya olahraga setiap weekend. Dan yang paling parah adalah waktu kuliah dulu dirinya ditaktor harus makan satu kali sehari pada siang haridan pada jam yang lainnya, Amelia hanya diperbolehkan makan buah atau sayuran. Menyedihkan bukan?Tapi, sekarang badannya jadi ramping bak gitar Spanyol, bahkan Nino yang sering mengejeknya dulu terheran-heran melihat perubahan drastis Amelia. "Mau ke mana nih?" tanya Amel yang sudah siap dengan setelan olahraganya juga rambut ikalnya yang dicepol asal ke atas. Ajiz menoleh, tersenyum tipis ke arahnya. "Kamu kenapa pakai baju kayak gitu?" Dahi Amel mengerut dalam, "Bukannya kita mau olahraga, kan? Ya pakai baju ini lah..." Ajiz tersenyum geli menggeleng pelan. "Aku nggak bilang mau mengajak kamu olahraga." Amel melirik pakaian Ajiz, Ajiz mengenakan pakaian kasual? Jeans abu-abu yang dipadupadankan dengan kemeja kotak-kotak berwarna hitam.Dahi Amelia semakin mengerut dalam. "Jadi kita nggak olahraga hari ini?" tanyanya yang diangguki Ajiz. Amelia mendengus kasar mencebikkan bibirnya. "Bilang dong dari tadi!" sungut Amel tak terima dikerjai. Ajiz terkekeh pelan lalu beranjak dari duduknya mendekati Amelia yang bersedekap sebal.Tangan Ajiz terulur mengacak rambut Amel. "Ajiz..." geramnya kesal. "Makanya kalau ada orang yang datang itu samperi dulu, jangan langsung asal pakai baju," ejek Ajiz. Amelia memutar bola matanya malas, mendengus kasar sebelum berbalik melangkah untuk berganti baju. Amelia merutuki Ajiz dalam hati, meski sebenarnya hatinya senang mendapatkan perlakuan tadi dari Ajiz. Amelia memang masih mencintai Ajiz, bahkan masih sangat mencintai Ajiz. Namun, semuanya Amel kubur dalam-dalam karena Ajiz dan dirinya hanya sebatas teman baik, tidak lebih. Amelia sudah siapa dengan jeans putih yang dipadupadankan dengan kemeja polos berwarna peach lengan panjang.Rambutnya masih ia cepol ke atas, sebodoh amat dengan rambut, yang penting dirinya nyaman. Karena dulu sering diejek, Amelia jadi masa bodo dengan penampilannya. Yang terpenting baginya adalah tetap sopan.Percuma toh, pakai baju bagus tapi ujung-ujungnya kurang bahan. Bahkan waktu dulu dirinya masih gemuk, Amelia malah suka pakai traning dan kaos besar, itu pakaian terluar biasa nyaman baginya. "Yuk." Amelia sudah berdiri di samping Ajiz yang tengah duduk di sofa. Ajiz mendongak menatap Amelia, terbit sebuah senyum tipisnya yang menggoda iman wanita."Yuk." Ajiz melirik kanan-kiri mencari keberadaan Mbak Laras. "Mbak Laras sedang beresin gudang, tadi juga dia sudah tahu kalau kita mau keluar," ucapnya seakan tahu apa yang sedang dicari Ajiz. Bibir tipis Ajiz membulat, tidak lama kemudian Ajiz beranjak dari duduknya meraih jemari Amel untuk ia genggam. Amelia terpekur, matanya menatap genggaman tangan Ajiz. "Ada maksud apa ini?" tanya Amelia menunjuk genggaman tangannya dengan tangan yang bebas. "Biar nggak hilang," sahut Ajiz cepat menuntun Amel untuk berjalan beriringan dengannya. Aduh, Ajiz ini paling jago buat dadanya kempang-kempis tidak karuan.Seketika pipi tirus Amel merona, Astaga... Dia bukan anak gadis lagi. Belum dijelaskan bahwa Ajiz itu adalah atasannya di kantor.Nino pun, ini lucu, kantor mereka bagai tempat reuni SMK. Banyak teman-teman SMK-nya yang bekerja di sana, hanya berbeda jabatan saja. Seira pun kerja di sana, jadi sekretarisnya Nino.Sedangkan dirinya, jadi staf di divisi marketing. Sedangkan Ajiz menjabat sebagai CEO di sana, dan Nino menjabat sebagai General Manajer. Astaga... Semuanya berubah begitu drastis. Berbeda dengan waktu SMK dulu. Ajiz tambah berkarisma dan juga bertambah kewibawaannya, dan Nino berbeda dari yang dulu, awalnya urak-urakan, Nino berubah tak berbeda jauh seperti Ajiz.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD