Amelia terdiam beberapa saat mengerjapkan matanya beberapa kali. Amelia gagal paham dengan apa yang terjadi saat ini.Dia dibawa ke sebuah kafe yang banyak hiasan beratasnamakan dirinya.
"Ini bukan hari ulang tahunku, Jiz." Amelia berbisik pelan.
Ajiz tersenyum tipis mengusap puncak kepala Amelia pelan. "Memang bukan."
"Lalu, kenapa hiasan di sini semua tentang aku?"
"It's suprise.."
Amelia terbelalak tak menyangka, "Suprise apa? Aku turun kiloan?"
Ajiz terkekeh pelan, mengacak rambut ikalnya. "Katakan begitu, tapi yang lebih tepatnya.. Em.. Apa, ya?" Ajiz sengaja menggoda Amelia.
Amelia memutar bola matanya malas, gemas dengan sikap Ajiz.Ajiz berjalan meninggalkannya kemudian kembali lagi dengan sebukat bunga Lily yang masih segar. Sungguh, Amelia tak mengerti dengan keadaan sekarang.
Ajiz menyodorkan bunga Lily itu padanya, bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman yang jarang Amelia lihat.
"Sudah hampir Tujuh tahun kita bersama dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu." Ajiz berucap seraya menyelami iris kelabu miliknya.
"Tujuh tahun lebih bersama hanya menjadi instruktur olahragaku. Dan Kamu mau menghabiskan sisa hidupmu jadi ahli gizi juga? Oh Ya Ampun.. Aku nggak habis pikir kamu sebaik itu Ajiz." Amelia malah mengalihkan pembicaraan dengan melempar candaan.
"Aku serius, Mel." Wajah Ajiz terlihat sungguh-sungguh menatap Amel lekat.
Oke, Amelia berhenti tertawa kemudian membalas tatapan Ajiz tak kalah lekat. Sedetik kemudian Amel mendesah gusar.
"Ada apa ini, Ajiz? Aku kurang mengerti dengan ini." Ameliamendesah pelan. "Bukankah kamu mencintai seseorang?" Ajiz mengangguk mantap. "Lantas kenapa kamu malah mengajak aku menikah?” Amelia tak habis pikir dengan ini. Karena setiap olahraga, Ajiz pasti menceritakan wanita yang ia cintai. Dan itu jauh dengan ciri-cirinya.
"Aku hanya sedang membuktikan cintaku," jawab Ajiz pelan.
Alis Amelia tertarik sebelah, menatap Ajiz penuh selidik."Membuktikan Cinta dengan menyatakan Cinta?"
Kali ini Ajiz yang mendesah gusar. "Aku hanya membuktikan kalau aku mencintai kamu." Ajiz bohong, matanya memencar tak berani menatap Amelia.
Amelia tersenyum kecut. "Kamu pikir aku anak kecil? Kamu pikir aku nggak tahu maksud kamu? Kamu nggak cinta sama aku, Jiz."
Ajiz mengepalkan kedua tangan yang ada di sisinya, memejamkan matanya sejenak sebelum membuka kembali matanya menatap sosok Amelia yang berdiri berhadapan dengannya. Ajiz menyimpan buket bunga Lily itu di kursi, lalu tangannya ia gunakan merangkum kedua jemari Amelia.
"Aku mencintaimu, sungguh." tegas Ajiz berani menatap matanya
Amelia menemukan secercah kebohongan di mata Ajiz.
Kenapa juga dirinya harus merepotkan ini, toh Ajiz yang memintanya menjadi calon istrinya, bukan dia yang mengajukan. Jadi, apa masalahnya? Amelia menghela napas panjang, kemudian bibir tebal kecilnya membentuk sebuah senyuman.
"Ya sudah, asal kamu nggak menyiksa aku lagi dengan pola hidup sehatmu. Aku mau deh jadi calon istri kamu."
Ajiz tersenyum lebar mengecup punggung tangannyaberkali-kali. "Kamu harusnya bilang makasih, karena aku jadi banyak Pria melirikmu."
Amel mendengus. "Mending gendut lah tapi aman, daripada kayak sekarang, risi banget sumpah."
Suasana berubah menjadi hangat karena candaan yang dilontarkan Amelia pada Ajiz.
Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk menonton film, lalu jalan-jalan ke taman mengahabiskan waktu sampai sore nanti Mobil Ajiz berhenti di halaman rumah Amelia, Ajiz mematikan mesin mobil. "Makasih sudah mau menerima aku," ucapnya seraya tersenyum.
Amel mengangguk. "Sering-sering deh nembak aku, biar sering juga makan fastfoodnya."
Ajiz menyentil keningnya yang tidak terhalang poni atau apapun sehingga membuatnya mengaduh kesakitan. "Aku sangsi, kalau kamu makan fastfood terus berat badan kamu bakal naik lagi secepat kilat."
Amelia memonyongkan bibirnya, mencibir Ajiz yang keterlaluan sangat keras menyentil dahinya. "Kiloan naik? Ya nggak apa-apa dong, kan sudah ada yang tertarik ini..." godanya mengedipkan sebelah matanya.
Ajiz mendengus geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. “Ya sudah sana turun, besok aku jemput, ya." Amelia mengangguk membuka pintu mobil kemudian keluar dari dalam mobil.
Amelia melambaikan tangannya saat mobil perlahan mulai melaju meninggalkan halaman rumahnya.
"Cie yang habis jalan," suara Seira membuat Amel terperanjat langsung menoleh ke belakangnya.
Amel tersenyum lebar. "Aish.. Sei kamu tahu nggak?"
"Nggak."
Amelia mendengus sebal mendelik ke arah Seira, sedangkan Seira hanya cengengesan menunjukkanderetan gigi kelincinya.
"Ajiz nembak aku!" pekik Amelia girang.
Sekejap Seira membatu, namun sedetik kemudian ia berhasil tersenyum lebar. "Kamu ditembak?" tanya Seira yang diangguki Amel. "Tapi kok nggak mati?" sarkas Seira mengejek kemudian berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan Amel di luar.
"Astaga, Seira!" teriak Amel setelah mencerna ucapan Amel.
Seira terbahak-bahak, tapi seketika tawanya terhenti.
Wajahnya mendadak lesu, senyum perih tercetak jelas di bibirnya.