Tiga

662 Words
Ajiz menepati janjinya yang akan menjemput Amelia untuk berangkat kerja bersama.Kebetulan jalanan tidak terlalu macet, jadi Ajiz bisa sampai lebih cepat dari biasanya. "Eh Ajiz," ucap Laras ketika pertama kali membuka pintu rumahnya. Ajiz tersenyum tipis mengangguk sopan. "Mbak, Amel-nya belum berangkat, kan?" Laras tersenyum, "belum, tapi Amel belum bangun, Jiz." Laras melirik jam tangannya. "Kamu terlalu pagi datang ke rumahnya, Jiz." Dahi Ajiz mengerut. "Terlalu pagi?" Ajiz melirik jam tangannya. "Ini sudah jam tujuh pagi, Mbak." "Masuk dulu deh, nanti Mbak bangunin dulu." Laras membuka lebar pintu rumahnya memersilakan Ajiz masuk.Ajiz memang sudah dianggap keluarga oleh Laras, karena kebaikannya yang berada di sisi Amelia, selain Seira. Ajiz masuk ke dalam, membenahi jasnya sebelum duduk di sofa. "Tunggu ya, Jiz." Laras berlalu setelah mengatakan itu. *** "Amel!" teriak Laras menggedor pintu kamar Amelia. Amelia memang sudah seperti anaknya sendiri, karena dari sejak kecil, mereka sudah berjuang berdua karena orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan. Laras berjuang untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua, bekerja serabutan sampai akhirnya bertemu Burhan dan menikahinya hingga akhirnya mereka serba berkecukupan. "Amelia!" teriak Laras lagi menggedor pintu kamar lebih keras. Amelia mengaduh mengusap  kakinya yang ditendang Seira keras. "Sei apaan sih, main tendang saja!" gerutu Amel masih memejamkan matanya. Seira bangkit dari tidurnya mengerjapkan matanya pelan. Malam tadi Seira menginap di rumah Laras, dan mendengarkan semua cerita Amelia sampai larut malam. Mereka memang begitu, kalau bukan Seira yang menginap, ya Amel yang menginap di rumah Seira. Seira menggaruk kepalanya yang memang gatal, beralih menatap Amelia yang masih membungkus dirinya dengan bedcover tebalnya. "Mel!" Seira menepuk p****t Amel keras. "Sei!" Amelia melotot seketika merasa pantatnya perih. "Kita kesiangan Mel, Mbak Laras sudah gedorin pintu kamar daritadi. Kebo banget sih ah!"Seira segera berdiri mengambil handuk yang memang tersedia untuknya kemudian berlalu masuk ke dalam kamar mandi. "Amelia!" teriak Laras lagi. Amelia berdecak bangkit dari tidurnya, kepala Amel sedikit pening karena harus bangun mendadak. "Iya, iya, Mbak! Amel sudah bangun ini. Astaga.. Berisik banget sih!" gerutu Amel mengikat rambutnya asal. "Buka dulu pintunya, itu Seira sudah bangun apa belum?" Amelia merasa dirinya berada di tengah Hutan di mana orang-orang yang tinggal di sana harus berteriak sampai urat suaranya hampir putus. Amelia membuka pintu hanya kepalanya saja yang menyembul mengintip dari celah pintu. "Kalian tidur jam berapa tadi malam? Jam segini belum bangun juga!" omel Laras berkacak pinggang. Amel mengucek matanya mengerjap pelan, "Sekarang kan baru jam tujuh pagi Mbak," gumamnya setengah sadar. Satu hal yang membuat Amelia  gampang bertambah kiloan adalah dia bisa tidur di mana saja dan kapan saja, bahkan dia bisa menghabiskan waktu liburnya hanya untuk tidur seharian.Laras berdecak sebal, "Tuh di ruang tamu Ajiz sudah nungguin kamu dari tadi." Amelia menguap lebar menggaruk kepalanya karena gatal, "Ngapain dia ke mari pagi-pagi?" tanya Amel pada dirinya sendiri. "Ya jemput kamu lah, Odong! Masa mau ngajak main Juna!" serobot Seira yang baru keluar dari kamar mandi. Juna anak pertama Laras yang baru berusia lima tahun, anak manja, suka bermain, dan kesayangan Mama Papanya tentu saja. Amel menoleh, sedikit berpikir. Sekejap, mata Amel membulat melebarkan pintu kamarnya. "Mbak kok nggak ngomong sih daritadi." Amel berlari ke sana- ke mari entah mencari apa. "Coba deh nanti bangunin aku itu jam lima pagi. Atau bahkan lebih bagus suruh Juna datang ke kamar saja habis subuh." Amel masih mondar-mandir mengacak-acak lemarinya. Laras dan Seira saling melempar pandangan tersenyum geli. "Nyari apaan sih, Mel?" tanya Seira bersedekap. Amelia terdiam sejenak. "Nyari handuk," singkatnya. "Kok nyari handuk ke lemari?" tanya Laras kali ini membuka suara. "Nyari baju lah Mbak buat kerja," sungut Amel kesal. Keduanya cekikikan tak jelas. "Ya ampun Mel, lebay banget sih! Biasanya juga seadanya," ucap Seira mencibir. Gerakan Amelia terhenti. “iya juga ya, ngapain repot-repot mencari baju." Amelia membenarkan sambil geleng-geleng kepala. Tangan Amelia menyambar handuk yang menggantung di tempat biasa. "Bilang sama Ajiz tungguin dulu, mau mandi dulu." setelah mengatakan itu Amelia berlalu masuk ke kamar mandi. Seira dan Laras saling pandang selanjutnya mereka geleng-geleng kepala tak habis pikir dengan sifat Amelia.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD