bc

Returned

book_age16+
1.1K
FOLLOW
4.8K
READ
goodgirl
badgirl
neighbor
band
student
drama
tragedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Bercerita tentang sepasang sahabat yang bertetangga sejak masih kecil.

Althaf dan Kalila.

Kalila adalah seorang playgirl sementara Althaf adalah salah satu siswa teladan di SMA Santer.

Sangat bertolak belakang bukan? Memang, mereka tidak jarang terlibat kerecokan kecil karena kedua memiliki jalan pikir yang sedikit berbeda. Althaf adalah di sisi selalu yang mengalah, terkadang, sih.

Tidak, hubungan mereka tidak baik-baik saja. Ada banyak sekali oknum-oknum yang ingin memisahkan kedua anak Adam ini namun sebanyak itu pula mereka menemukan jalan untuk kembali bersatu.

Namun, ketika Althaf dikirim ke luar negeri dan bertemu dengan teman satu negaranya yang pintar dan cantik, akan kah Kalila bisa kembali merebut Althaf nya?

"Cepat pulang ke rumah, Al."

chap-preview
Free preview
Next Door
"Al, tau nggak, semalem gue ditembak sama Andika!" Althaf yang sedang merangkum catatan dari buku paket hanya menggumam kecil menjawab perkataan sahabatnya. "Ih, Al! Gue lagi cerita, simpen dulu bukunya," rengek Kalila seraya menarik-narik lengan kemeja Althaf. "Diem, Kal, gue masih nyatet. Nanti aja ceritanya ya?" Kalila langsung bersidekap dan mengerucutkan bibirnya sebal. "Gimana lo mau laku kalo sahabat lo aja dikacangin, nyebelin lo!" Althaf hanya menoleh singkat, membetulkan letak kacamata dengan jari telunjuknya dan kembali melanjutkan mencatat. Dan Kalila lagi-lagi hanya menggeram tertahan. "Kal!" Kalila menoleh cepat saat tiba-tiba seseorang meneriaki namanya dari pintu. Mata Kalila langsung berbinar melihat Andika berdiri di sana, dia menoleh singkat ke Althaf dan langsung mengacak rambut sahabatnya. "Gue main dulu ya, Al. Selamat mencatat!" Dan Kalila langsung melesat menuju Andika. Althaf hanya meliriknya kecil dan kembali sibuk mencatat. Ia sudah kelas 12 dan semua materi harus ia matangkan secepat mungkin. Padahal Althaf sudah sangat pintar, entah apa yang ia khawatirkan saat UN nanti. Andika kini mengajak Kalila duduk-duduk santai di pinggir lapangan sepak bola. Andika yang menjabat sebagai kiper terbaik sekolah ini sedang mengawasi adik-adik kelas mereka yang sedang dilatih untuk menjadi kiper, tentu saja menggantikan Andika yang sudah kelas 12. "Kal, tau ga bedanya lo sama bola?" "Gue cantik sedangkan bola bulet. Bener ga?" "Salah. Bola masuknya ke gawang dan lo masuknya ke hati gue hahaha." Kalila menatapnya dengan mengernyit. Itu sama sekali tidak lucu dan terlalu pasaran, bagaimana bisa Andika tertawa hanya karna tebak-tebakan recehnya sendiri. "Ga lucu, Dik. Selera humor lo rendah banget." Pedas seperti biasa. Kalila memang seperti itu, kata-katanya yang pedas memang menjadi daya tariknya. Tentu saja selain wajahnya yang nyaris sempurna. Semua mantannya di sekolah ini dari adik kelas, sepantaran sampai para alumni pernah mencicipi ucapan pedas Kalila. Dan mungkin sampai sekarang masih melekat di bayang-bayang mereka. Andika menggaruk tengkuknya. Malu sekaligus jengkel. Rasanya ia ingin menjitak Kalila saja, gemas sekali mendengar ucapan pedas Kalila atas selera humornya. "Ga lucu ya, yaudah deh." Kalila hanya menggumam kecil dan Andika semakin bingung dibuatnya. Apa lagi yang harus ia bicarakan dengan gadis bermulut pedas ini? "Kal, gue cowok ke berapa lo?" Kalila menatap Andika dengan raut wajah berpikir. Tangannya bergerak-gerak bersamaan dengan bibirnya yang bergerak-gerak. "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam-ah gatau! Gue ga pernah ngitung." Andika kembali mengangguk dan kembali berpikir mencari topik pembicaraan. "Kal, besok malem bisa ikut gue ngumpul sama temen-temen gue ga?" "Di mana? Dalam rangka apa?" "Di tempat tongkrongan biasa, ga ada apa-apa sih, ngumpul doang." "Ga penting-penting amat berarti ya, gue ga bisa. Gue besok harus belajar sama Althaf." Andika mengernyit tidak suka. "Lo kan pacar gue, kok malem mingguan malah sama si Althaf sih?" "Ya emang kalo gue pacar lo kenapa? Mesti gitu malem mingguan? Old school banget lo," sahut Kalila cuek. Malam mingguan tidak ada di dalam kamus hidupnya. Apa istimewanya sih malam mingguan? Ga ada. Lebih baik duduk anteng di kamar sambil menikmati semilir angin dari jendela dan ditemani setumpuk novel best seller. Nah itu baru malam minggu yang indah. Cielah. "Kok lo ngomongnya gitu?" "Kenapa? Ga suka? Yaudah putus. Baru jadian sehari tapi lo ngelarang gue belajar bareng Althaf, ga bayangin gue kalo nyampe seminggu sama lo," dengus Kalila dan langsung bangkit dari kursi panjang di pinggir lapangan. Andika menatapnya tidak percaya. Gadis itu sama sekali tidak memberi kesempatan untuk Andika membuka suara. Dan nasib Andika harus berakhir tragis seperti mantan-mantan Kalila yang lain. "Sialan. Harga diri gue berasa diinjek-injek!" gerutu Andika kesal. Sepanjang Kalila melangkah santai di koridor, banyak anak menyapanya, tak peduli mereka adik kelas atau sepantaran. "Hai Kal, makin cantik aja," sapa seseorang yang bertengger di sandaran balkon bersama beberapa temannya yang lain. "Lo juga, makin konyol aja," Dan semua anak yang mendengar sapaan balik Kalila ketawa ngakak. Pasalnya yang menyapa Kalila itu mantannya yang pernah menjadi pacar Kalila dengan jangka waktu terlama, delapan hari. Kalila kembali melanjutkan langkahnya, kali ini menuju kelas untuk mencari Althaf. Ia tidak sabar ingin bercerita bahwa dia baru saja memutuskan Andika! "Al-loh? Althaf mana we?" tanya Kalila pada teman sekelasnya yang lain. "Ikut pelajaran tambahannya Pak Jo sama Benji," sahut Meilisa. Teman perempuannya yang rada oriental. "Oh, makasih ya, Mei." Dan, Kalila kembali keluar dari kelas dan menuju ruangan Pak Jo. Tidak masuk kok, hanya duduk diam di depan ruangan itu. Dapat ia dengar jelas suara Pak Jo yang sedang menggunakan bahasa Inggris. Pak Jo memang mengajar Sastra Inggris yang enggan menggunakan bahasa Ibu Pertiwi saat pelajaran. Kalila ingat pada saat ia masih kelas sepuluh dan belum lancar berbahasa Inggris dirinya pernah menyeletuk kesal karna bahasa Inggrisnya dihina habis-habisan oleh Pak Jo. "Yaelah Pak, lagian kita tinggal di Indonesia. Bahasa Inggris dasar juga bisa kok. Lagian nih ya Pak, dengerin saya, kita itu harus mencintai bahasa sendiri, Pak. Kalo bukan kita yang mencintai, siapa lagi?" Kira-kira begitu isi celetukan Kalila, semua temannya yang bernasib sama dengannya langsung bertepuk tangan takjub. Namun respons Pak Jo malah berbalik. Pak Jo menyuruh Kalila dan teman-temannya yang bertepuk tangan tadi berdiri di luar kelas dengan kaki terangkat satu dan tangan menjewer telinga sendiri. Hukuman yang mainstream. Dan sejak saat itu teman-temannya enggan memihak pada Kalila saat membantah ucapan guru. Takut-takut dihukum lagi, kan memalukan. Setelah beberapa saat Kalila termenung di depan ruangan Pak Jo akhirnya pintu itu terbuka dan menampilkan Pak Jo dengan perut buncitnya. "Kalila, ada perlu apa?" "Saya nungguin si ganteng pak, Althaf." Kalila memang biasa menyebut Althaf dengan 'Si Ganteng'. Karna Althaf memang ganteng, namun karna kacamata baca yang selalu bertengger di hidungnya malah membuat Althaf terlihat manis akhir-akhir ini. "Kamu ini, dia masih beresin bukunya. Tunggu aja disini." "Okay, sir!" Dan, Pak Jo langsung melenggang dari hadapan Kalila dan Althaf langsung keluar dari ruangan Pak Jo, bersamaan dengan Benji yang memilih langsung pulang. Ya, kelas dua belas selama seminggu ini bebas pelajaran entah karna apa. Tapi tetap masuk sekolah untuk mengisi absen. "Al," "Apa?" sahut Althaf. "Masa gue diajakin malem mingguan tadi sama Andika, terus kan gue ga mau ya, gue bilang gue udah ada janji belajar bareng sama lo, eh dianya ga suka gitu." "Terus gimana?" sahut Althaf seraya membetulkan lagi letak kacamata bacanya. "Ya gue putusin aja lah. Baru jadian sehari dia udah batesin ruang gerak gue aja." Althaf tersenyum dan langsung merangkul Kalila. "Mangkanya Kal, kalo nerima cowo itu jangan asal terima. Lo liat dulu dia gimana, kalo udah kaya gini kan ga enak. Belum apa-apa udah putus. Pacarannya bocah banget." "Tap-tapi Al, gue kan lagi nyari yang bisa buat gue nyaman." "Cara satu-satunya emang harus dipacarin ya?" "Em ya, menurut gue sih gitu." "Sebenernya ga mesti Kal, lo bisa ajak dia temenan dulu gitu atau PDKT-lah." Kalila menggelengkan kepalanya kuat. "Gue ga mau PDKT, kalo jadiannya cuman nyampe seminggu mah mending gini-gini aja." "Ya terserah lo aja sih, gue kan cuman kasih saran." "Oke, makasih sarannya, Al." o0o "Mama geli ih liat kamu pake kacamata gitu," ujar Lila--Mamanya Althaf-- dengan kekehan di akhir ucapannya. Althaf melepas kemeja sekolahnya dan langsung menyampirkan di sandaran sofanya, sementara Althaf sendiri langsung berbaring di pangkuan Lila. "Geli kenapa, Ma? Ini kan biar mata Al tetep sehat, jadi di sekolah pake kacamata baca gitu." "Ya tapi nggak tiap hari juga kali, Al." "Kebiasaan, Ma." "Kamu ini, udah sana cepet ganti baju terus makan biar nggak sakit," sahut Lila seraya mengangkat kepala Althaf dari pahanya. "Mama kaya bilangin anak kecil aja, bikin geli." "Kamu kan emang pangeran kecil Mama." "Ew, Ma. Mama sadar ga sih kalo Mama lagi ngomong sama anaknya yang kelas 3 SMA?" "Bawel ah, udah sana cepetan ganti baju." Putus Lila seraya menepuk paha Althaf. "Yee Mama, kiss kiss dulu dong," Dan, Althaf langsung mengecup pipi dan kening Lila dan setelah itu langsung melesat menuju kamarnya. Kamarnya berhadapan langsung dengan kamar Kalila. Pertemuan mereka sepuluh tahun yang lalu lah yang akhirnya berbuah manis, dari sekedar tetangga kamar menjadi sahabat. Althaf membuka jendela kamarnya dan melihat jendela kamar Kalila masih tertutup rapat. Dan Althaf memanfaatkannya dengan mengganti celananya cepat. Belum sempat Althaf memakai bajunya kembali, jendela di kamar sebelah langsung terbuka dan langsung menampilkan wajah Kalila. "Ya ampun Althaf! Lo seneng banget sih ga pake baju!" pekik Kalila nyaring. Althaf mendengus seraya mengambil kaos putih dari lemarinya dan langsung memakainya. "Lo buka jendela tiba-tiba banget, untung gue udah pake celana." Kalila tergelak mendengarnya dan langsung bertopang dagu di jendela kamarnya dan Althaf melakukan hal yang sama. "Kenapa, Kal? Lo galau abis putus dari Andika?" "Engga lah, nggak level galau gara-gara putus sama cowok." "Terus?" "Abang gue, mau ke Aussie," sahut Kalila lesu. Semua tau Kalila memang dekat dengan abangnya. Jadi tidak usah heran kalau Kalila galau karna Abangnya mau pergi. "Ngapain Bang Faro ke Aussie?" "Kegiatan dari kampusnya, dua minggu aja sih," jawab Kalila dan langsung nyengir. Althaf yang sudah berpikir jika Faro akan pergi selama beberapa tahun merasa dikerjai, ia dengan cepat melempar gulungan kertas ke balkon kamar Kalila. Tapi tak sampai. Tiga meter itu lumayan jauh. "Kalila! Jangan buang sampah ke bawah! Mama abis nyapu!" teriak Laura-Mama Kalila- dari halaman rumah Kalila. "Bukan Kalila, Ma! Althaf yang lempar!" "Althaf!!" "Maaf Tante maaf! Althaf ga sengaja!" Dan Kalila hanya bisa tertawa melihat Althaf yang lagi cengar-cengir ga jelas ke arah Laura yang sedang berkacak pinggang di bawah sana. To be continued

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pengganti

read
301.9K
bc

T E A R S

read
312.9K
bc

Dependencia

read
186.9K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.8K
bc

Turun Ranjang

read
579.1K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

RAHIM KONTRAK

read
418.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook