Wife 8

1254 Words
Hito memeluk Sekar spontan. Sekar sedikit menyembulkan wajahnya dari dekapan Hito. "Rumah.. kebakar.." ucapnya gagap, ia sudah seperti orang b*doh saking tidak percayanya, Sekar sadar rumah yang mereka tinggali kini hanya hasil sewa, lalu bagaimana jika pemiliknya minta ganti rugi, dan Sekar tahu semua itu salahnya, ia tidak sengaja meninggalkan kompor yang sedang menyala. Raut kecemasan menghiasi wajah cantiknya, ia tak tahu harus menggantinya dengan apa. Hito justru mencubit pipinya gemas, mengatensi gadis itu agar kembali sadar dari keterkejutannya. "Kamu tenang saja!" sahutnya seraya mencoba berdiri, ia juga membantu Sekar untuk berdiri. Meski tubuh mereka begitu kotor, dan sedikit terbakar tapi Hito terlihat tetap santai saja. "Hito..." pertama kalinya Sekar memanggil pria itu lantang, membuat Hito menyinggulkan senyum miring. "Kau ingatkan uang hasil penjualan mobil? aku sudah menyimpannya di tempat yang aman,dan dengan uang itu, kita akan membayar rumah ini" ucapnya seraya menggenggam tangan Sekar, agar wanita itu tak lagi cemas. ia tahu Sekar masih memikirkan caranya membayar ganti rugi. Tanpa memperdulikan Sekar, Hito langsung menggendong tubuh Sekar, mendudukan didepan motornya, tangannya memegang stang mengunci Sekar disana. Ia ingin membawa gadis itu ke klinik terdekat, dan beruntung motornya ia taruh di luar sehingga tidak terkena amukan api. Sepanjang jalan Sekar terus menatap wajah Hito, wanita itu tengah cemas karena darah terus mengalir dari pelipis Hito. Tapi Hito dengan santai membalas tatapan Sekar dengan mencium bibir gadis itu singkat, setelahnya kembali fokus mengendarai motornya. "Bbuuuggghh..!" Sekar memukul da*da Hito, rasanya nyesel banget udah mengkhawatirkan laki-laki m*sum itu. --- Sesampai di klinik Hito langsung meminta Sekar memeriksa luka-lukanya, sementara ia sama sekali tak peduli dengan lukanya sendiri. "Kamu juga periksa!" Kukuh Sekar, meski Sekar tahu tubuh kekar Hito terlihat masih baik-baik saja. Tapi tetap saja darah yang mengucur dari dahinya harus diperiksa lebih lanjut. "Engga perlu, aku tidak suka masuk rumah sakit! kamu saja yang masuk sana?" Sahutnya sedikit mendorong tubuh Sekar pelan. Tapi Sekar masih bertahan disana, ada satu hal yang membuat jantungnya tak tenang. "Kenapa kamu baik padaku?!" Tanya Sekar dengan tatapan intens ke arah Hito, ia sungguh tidak mengerti dengan maksud dan tujuan pria itu, ia bahkan mau menolong Sekar meski tahu, itu akan membahayakan nyawanya sendiri. Hito yang ditanya tiba-tiba jadi bingung sendiri, selama ini tanpa sadar, ia melakukan semuanya untuk Sekar tanpa pernah berpikir alasannya. Yang hanya ia tahu untuk terus mengikuti nalurinya. Hito mulai bertanya pada dirinya sendiri, tapi ia juga tidak mendapatkan jawaban yang pasti, selain karna Sekar mengingatkan dirinya dengan Arum, adiknya dulu. Aku membantu, karena kebetulan bisa membantu" ia memutuskan jawaban yang mendasar sebagai sesama manusia, karena sungguh Hito tak pernah dan tak akan pernah ingin menceritakan masa lalunya dengan siapapun itu. Mendengar jawaban Hito, membuat Sekar lemas seketika, entah mengapa ia merasa... kecewa! --- Sekar telah selesai diobati, ia cukup banyak mendapat salep luka bakar dan obat-obatan lainnya, beruntung luka bakarnya hanya seperti lecet kemerahan. "Udah? Yuk..!" ucap Hito saat melihat Sekar keluar. Sekar memilih duduk di boncengan belakang, ia gak mau "terjebak" di tempat yang salah lagi. Matanya menatap punggung Hito, ia baru sadar ternyata banyak juga luka bakar di punggung lelaki itu, spontan Sekar menarik tangan Hito, yang berniat mengeber motornya. "Kamu harus periksa!" Kali ini Sekar sedikit memaksa. "Engga perlu!" jawab lelaki itu santai, alasan ia mendudukkan Sekar di depan tadi, agar wanita itu tak melihat lukanya. "Harus, pokoknya harus!" Suara Sekar sedikit serak menahan airmata serta emosi. "Tolong jangan paksa aku masuk ke rumah sakit!" Kali ini Hito lebih serius, ia mengatakannya dengan wajah yang tiba-tiba saja murung, bahkan Sekar dapat melihat sorot mata pria itu berubah menjadi sedih. Sekar sadar mungkin Hito sedikit trauma dengan rumah sakit, karena itu pegangannya pada lengan Hito mengendur, ia tak lagi ingin memaksa Hito untuk masuk kesana. "Kalau begitu, biar nanti aku ajah yang obatin kamu!" sahutnya tulus, Hito tersenyum karena akhirnya Sekar mengerti maksudnya. --- Hito terlihat menelpon seseorang, dengan Sekar yang sedang duduk-duduk digubug es, seraya meminum air kelapa pesanannya, menghilangkan dahaga pada kerongkongannya. "Sebentar lagi temanku akan membawakan uangnya" Ucap Hito tanpa ditanya, dan ia yang langsung meminum air kelapa kepunyaannya. "Kamu tahu, air kelapa baik untuk kesehatan" Ucap Sekar karena sejak tadi Hito dan dirinya hanya diam saja, Hito hanya membalasnya dengan mengangguk. Dalam hati ia bahagia karena Sekar sudah terlihat baik-baik saja. "Hito...." Panggil Riski, teman Hito. "Jangan kenceng-kenceng!" Ucap Hito membekap mulut Riski, ia tak mau sampai orang lain tahu dirinya disini. "Siapa tuh?!" Tanya Riski menunjuk kearah Sekar. "Cantikyah?!" Hito sedikit mengulas senyumnya membuat Riski jadi termanggu sendiri dengan perubahan sahabatnya itu. "Lo jatuh cinta" pekiknya tak percaya, "Apaan sih lo, yaudah pergi sana. Gue cuma butuh uangnya!" Hito langsung mengambil tas ransel yang ada ditangan Riski membuat pria kemayu itu cemberut tak senang. "Oke.. gue cuma dibutuhin kalo lo perlu ajah!" Sahutnya seraya pergi dari hadapan Hito. Sebenarnya, Ia tak mau menggangu sahabatnya itu. Hito langsung memarani Sekar lagi, ia tersenyum kearah wanita itu. "Aku udah dapet uangnya!" Bisik Hito ditelinga Sekar, gugup membuat Sekar terus-terusan menyeruput es kelapanya yang meski hanya tinggal es batu. "Kamu masih haus? kita pesan lagiyah, kamu bilangkan air kelapa bagus untuk kesehatan" sungguh perlakuan kecil Hito pada Sekar membuat gadis itu rasanya ingin terbang jauh. "Pak.. esnya pesan lagiyah!" "Kamu mau dibawa pulang juga gak?!" Sekar menggeleng, ia malu sudah banyak merepotkan Hito. "Hehhee...!" Tangan Hito dengan santai mengacak rambut Sekar, gemas. Tapi Sekar hanya mampu menunduk bagai anak kucing. Setelahnya mereka menuju pemilik rumah, membayar uang ganti rugi rumah tersebut, meski awalnya mereka dimarahi bahkan sampai ingin dipolisikan tapi akhirnya semua berlalu karena Hito dengan mudahnya meyakinkan pemilik rumah, apalagi uang ganti rugi yang diberikan Hito tidaklah kecil lebih dari cukup dari sekedar bangunan reyot yang mereka tempati. "Selesaikan, jadi kamu gak perlu cemas lagiyah!" Katanya cuek. "Maafyah. Gara-gara aku, uang kamu habis" Sekar cemberut manja, tidak tahukan semakin ia mengatup bibirnya kuat, maka semakin kuat juga Hito ingin menekan bibirnya dibibir Sekar. "Dulu aku malah tidak tahu cara menghabiskan uang, untung sekarang ada kamu!" Sekar hanya tersenyum bodoh, kok ia merasa jadi cewek matre saat Hito bilang seperti itu. --- Hito mengajak Sekar ke perumahan yang jauh lebih besar. "Ini rumah siapa?" Tanya Sekar seraya mengedarkan pandangannya kesegala arah. "Ini rumah kenalanku, kita bisa tinggal disini untuk sementara waktu" Balas Hito, ia berjalan masuk seiring dengan Sekar yang mengekor dibelakang. Didalam sana sudah banyak barang dan begitu foto-foto yang sayangnya terlihat sudah usang dan berdebu, Sekar memperkirakan tempat ini sudah ditinggal cukup lama. "Plettaakk.." "aahhkkk..." Spontan Sekar memeluk Hito yang didepannya ia begitu takut dengan bunyi suara tadi. "Kamu tenang ajah, paling cuma tikus, jatohin barang!" Sahut Hito berusaha tidak tersenyum karena ia tak ingin terlihat mentertawakan Sekar. "Hhhaaah.. Tikus... iiihhh" bukannya tenang Sekar malah semakin memeluk Hito erat, sebenarnya pria itu gak masalah malah kalau bisa lebih erat lagi. Tapi ia juga kasihan dengan Sekar. "Aku jijik sama tikus" adu Sekar dengan muka memelas, ia bahkan mengatakannya dengan suara yang begitu manja. "Yaudah kita naik kelantai dua ajah yuk..." Sekar menurut, ia berjalan dengan terus memeluk Hito. Meski ruangan itu tak terlihat seperti memiliki lantai. Nyatanya memang ada kamar yang didesain khusus diatas loteng, mereka hanya perlu sedikit menaiki anak tangga. Kamar tersembunyi yang terlihat jauh lebih baik dari ruangan bawah. Lebih bersih, rapi dan tenang. "Ini tempatku saat ingin menyepi makanya lebih rapi, kalau dibawah biasanya banyak teman-temanku yang datang, jadi kita akan tinggal dikamar ini.! Jelas Hito sambil membuka jendela kacanya. Sekar jadi semakin berdebar teman seperti apa yang sering datang. Pikirnya. --- bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD