Percobaan Pertama

1697 Words
Di dalam sebuah ruangan yang memiliki cahaya minim, sepasang remaja pria dan wanita mencurahkan seluruh perhatian untuk menikmati satu sama lain. “Errrgh..” Wanita itu menahan desahannya saat sang pria menelusuri tubuhnya dengan ciuman panas. Ia merasakan jemari pria itu meremas dadanya dan menyebabkan sensasi menggelitik di perut saat putingnya dipermainkan. Bibir pria itu kembali pada wajahnya untuk menghisap bibir dan membungkam semua desahan yang sedari tadi ia tahan. Dengan tidak sabar, wanita itu menurunkan lengannya untuk menggapai kancing celana yang dikenakan lawan mainnya. Membuka dengan cepat dan melepaskan bukti gairah pria itu dari sangkarnya. Mata cantiknya tertuju pada benda yang sangat familiar itu. Terbersit sedikit kekecewaan pada matanya saat mengetahui ukuran benda pria itu namun ia menutupinya dengan senyuman sopan. Pria itu, karena tidak tahan menyerang tubuhnya hingga ia berbaring di atas ranjang dan mulai menyusuri bagian inti kewanitaannya dengan seksama. Saat jari pria itu ingin memasuki area terlarang tersebut, wanita itu menghentikannya. “Tunggu, Di.” Pria itu, Adi, mendongak padanya. “Kenapa?” “Gue ga bisa ngelakuin ini sekarang. Harus jemput mama di bandara.” Alena Arsjad bangkit dari tempat tidur itu setelah menggulingkan Adi dari atas tubuhnya. Ia mengenakan kembali pakaiannya dengan cepat dan menyisir rambutnya dengan jari. “Hah? Kenapa ngedadak banget sih.” Nada suara Adi terdengar kesal karena Alena menghentikan kegiatan panas mereka. “Ngga ngedadak, gue aja yang baru inget barusan.” Mengambil cermin dari tas kecilnya, ia mengecek lipstick lalu membubuhkan sedikit warna yang hilang karena ciuman panas mereka tadi. Alena selesai merapikan dirinya lalu menghampiri Adi yang masih terduduk di atas ranjang menatapnya dengan tatapan kesal namun tidak bisa melakukan apapun. Ia menempelkan bibir sekilas pada bibir Adi yang cemberut. “Bye, sampai nanti.” “Len, besok kita ketemu lagi kan?” Alena menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Adi sambil tersenyum. “Liat besok ya.” Lalu ia  pergi meninggalkan pria itu di dalam kamar hotel yang biasa mereka sewa. Di dalam mobil yang ia kendarai, Alena menghubungi teman dekatnya, Echa. “Cha, gue gagal begituan sama Adi!” Serunya. “Loh kok  gagal sih? Lo bukannya udah siapin semuanya?” Di seberang panggilan, Echa hampir berteriak-teriak karena musik di tempat ia berada mendominasi pembicaraan mereka. “Punyanya Adi ngga segede yang gue harapkan.” Suara tawa Echa menggelegak. “Gila, dasar lo! Terus lo maunya yang segede apa? Emangnya selama ini lo ga ada bayangan punya dia segede apa?” Selama Alena main-main dengan Adi, ia pikir milik pria itu belum bangun sepenuhnya karena mereka memang tidak pernah berniat untuk bercinta. Atau setidaknya Alena yang tidak pernah berniat untuk bercinta. Ia sudah mengatakan pada pria yang sedang dekat dengannya bahwa dirinya belum mau melakukan hubungan sejauh itu. namun malam ini, ia sudah bersiap-siap untuk melakukannya tapi apa yang selama ini Alena lihat memang sama dengan yang akan ia dapatkan dari Adi. “Ga usah ketawa! Lo kan tau kalo gue selama ini cuma main cium sana sini doang. Ya paling grepe-grepe tapi kan ga pernah dia liatin semuanya, mana gue tau kalo aslinya cuma segede itu.” “Jadi karena ukurannya mengecewakan lo batalin rencana lo buat lepas perawan sama dia?” Alena menyandarkan kepalanya saat bertemu dengan lampu merah dan menunggu giliran mobilnya untuk melaju kembali. “Ya abis gimana dong, Cha. Masa gue ngasih keperawanan gue sama cowok yang itunya kecil. Gue kan maunya punya pengalaman pertama sama cowok yang akan memuaskan gue. Biar gue bisa punya patokan buat cari suami nantinya.” “Ada-ada aja sih lo. Mau lepas perawan aja ribet banget syaratnya. Ya udah lo cari lagi lah, tinggalin aja si Adi.” “Duh, itu dia gue males banget buat cari yang lain. Padahal gue kira Adi udah cocok dan nyambung banget sama gue. Sama-sama punya rasa penasaran ke arah sana yang tinggi, dan gue mikir dia bisa imbangin rasa penasaran gue.” Kekeh Alena saat menjelaskan alasan konyolnya pada Echa. Memang benar, salah satu factor ia terus menghabiskan waktu bersama Adi adalah karena mereka berdua sama-sama tidak bisa melepaskan tangan dari tubuh satu sama lain. Tiada hari tanpa bermesraan walaupun tidak pernah hingga bercinta. “Sini deh lo samperin gue, gue bantuin cari gantinya Adi.” “Lo dimana sekarang?” “Gue kirim alamatnya via w******p ya. Lo ikutin mapsnya aja.” “Oke deh. See you there.” Alena menutup panggilannya dan membuka pesan yang baru saja masuk dari Echa. Setelah melihat titik lokasinya, ia langsung mengikuti arahan yang ditunjukkan aplikasi penunjuk arah. =-= Tempat itu ramai dan penuh, berdesakkan dengan orang-orang yang menghibur dirinya di tengah lantai dansa dengan musik yang membuat para pengunjung ingin menggoyangkan tubuhnya. Alena berjalan membelah kerumunan untuk menuju meja dimana Echa berada. Sesuai petunjuk Echa, wanita itu berada di area yang lebih sepi karena salah seorang temannya menyewa meja VIP untuk mereka. Saat matanya menangkap keberadaan Echa, Alena langsung bergegas menghampiri wanita itu. Echa berdiri dan menyambut Alena dengan pelukan. “Sini, sini, gue kenalin dulu sama temen gue.” Tangannya di seret dan di tempatkan di tengah antara Echa dan temannya. “Ini Jordan, temen gue. Dan, ini Alena yang tadi gue ceritain.” Alena melotot pada Echa. “Lo cerita apa barusan?” Ia panik karena tidak ingin rahasia memalukannya diketahui orang asing yang baru saja ia kenal. “Tenang, gue ngga cerita terlalu jauh kok.” Walau Alena masih belum puas dengan jawaban Echa, ia tetap mengulurkan tangannya dan tersenyum pada Jordan. “Hai, gue Alena.” “Gue Jordan. Dan please ngga usah khawatir. Sejauh ini Echa belum cerita hal memalukan tentang lo.” Alena tersenyum sarkas sambil menyindir Echa. “Belum berarti akan dong.” Echa yang ditatap Alena hanya tertawa menanggapi. “Udah, percaya aja sama gue. Gue kan sekarang mau cariin lo kandidat. Nih, Jordan ini akan sangat membantu lo makanya gue ceritain.” Alena mulai duduk dengan rileks sambil menuangkan minuman di botol pada gelas kosong yang sudah berada di atas meja. Dengan sekali teguk, cairan itu masuk melalui kerongkongannya. “Jadi, yang harus lo lakukan saat ini adalah terjun ke area tengah. Lo joged dah tuh sambil gerayangin cowok-cowok yang nempelin lo.” “Hah, gimana-gimana?” Alena merasa ada yang salah dengan pendengarannya. “Maksud lo gue harus grepein mereka di sana? Di tengah-tengah dan bisa diliat sama semua orang? Lo mau gue di grebek orang-orang apa gimana sih?” Echa mengibaskan tangannya. “Ngga bakal ada yang peduli apa yang lo lakuin di sana. Semua orang sibuk nari sambil mabok, sementara itu lo bisa tahu mana laki yang itunya gede sama yang engga, kali ini lo harus bener kalo grepe-in jangan sampe kejadian kayak Adi lagi.” “Terus lo kira gue mau make love sama orang yang bahkan lagi ngga sadar begitu?” Echa mulai berpikir lagi. “Iya juga sih, masa kali pertama lo lakuin sama orang yang lagi teler. Jadi gimana dong?” Echa memalingkan wajahnya pada Jordan. “Atau kalo lo mau ambil risiko, lo bisa ngelakuin hal yang lebih ekstra dari pada itu.” Kali ini Jordan buka suara dan berpartisipasi untuk memberikan saran pada Alena. “Apa?” “Lo samperin cowok di meja sana.” Dagunya mengedik pada satu arah. Beberapa meja dari tempat mereka duduk, seorang pria bersandar memperhatikan orang-orang yang sedang menggila di lantai dansa. “Lo kenalan dan deketin dia. Jackpot banget kalo lo bisa sampe tidur sama cowok itu.” Alena mengerutkan dahinya untuk melihat sosok itu lebih jelas namun karena pencahayaan yang sengaja diatur serendah mungkin untuk menambah suasana, ia tidak berhasil menangkap detail wajahnya. “Kenapa harus dia? Karena dia lagi ngga minum dan sepenuhnya akan sadar saat gue ajak gituan?” Jordan menggeleng. “Lo ngga tau? Dia pangeran keraton, calon putra mahkota yang bakal megang tahta selanjutnya.” Echa terkesiap. “Itu Raditya?” Jordan mengangguk. “Raden Mas Raditya Rahardi. Pewaris tunggal kerajaan kita.” Alena terpaku mendengar nama yang sering ia dengar di media masa maupun social media. Ia beberapa kali melihat berita mengenai pria itu namun belum pernah sekalipun menaruh perhatian padanya. Alena tidak tertarik sama sekali dengan kehidupan kerajaan maupun kepresidenan. Bodo amat, pikirnya, apapun yang mereka lakukan Alena tidak ingin mengetahuinya tapi kali ini ia menyesal karena ketinggalan sesuatu yang ia rasa akan menjadi penting. “Kenapa lo berpikir gue harus deketin pangeran itu?” “Loh bukannya lo bilang sama Echa kalo ini kali pertama lo dan lo ingin seseorang yang spesial buat ngelakuin kehormatan itu? Kurang spesial apa seorang pangeran?” “Bener, Len. Lo bisa menyombongkan diri lo nanti di ** pake hashtag TELAH DIPERAWANI OLEH PANGERAN. Gue jamin semua cowok bakal rebutan nantinya pengen nyobain cewek bekas pangeran kita kayak gimana.” Alena tidak tahan untuk tidak menoyorkan telunjuknya di kepala Echa. “Bangke! Sialan lo! Lo kira gue barang lelang yang bisa dipamer-pamer? Pake tulis hashtag segala.” Echa tertawa namun kembali menyemangati Alena. “Udah buruan, mumpung dia lagi sendirian. Nanti keburu ada temen-temennya terus lo ngga ada kesempatan.” Alena menggigit bibirnya. Keputusannya memang sudah bulat. Ia ingin melepaskan keperawanannya pada usia 21 tahun ini karena beberapa bulan lagi ia akan berulang tahun dan menginjak angka 22 tahun . Ia sudah menyusun acara untuk menghabiskan malam dengan Adi namun diluar ekspektasi pria itu tidak sesuai yang ia harapkan. Jika ia harus mendekati pria lain untuk menjalankan rencananya semula, apakah akan berhasil? Tiba-tiba saja ia meragukan dirinya sendiri. “Tunggu apalagi, Len.” Jordan menyikut lengannya lembut. “Kalo dia ngetawain gue gimana? Seorang pangeran mana mau sama cewek buluk kayak gue.” Jordan otomatis melarikan pandangan pada Alena. Seolah memindai dari atas kepala hingga ujung kaki. “Buluk dari mananya sih? Udah sana coba aja dulu.” “Seandainya gue ditolak di detik pertama? Mau taro dimana muka gue.” “Lo pura-pura mabuk terus balik ke sini. Dia ngga bakal inget muka lo nantinya lagian belum tentu kita bakal ketemu dia juga di lain kesempatan.” Echa mendorong tubuhku hingga berdiri dan menjauh dari meja. “Sana! Jangan bikin gue malu dengan title perawan di usia lo yang akan menjadi 22 tahun.” Itu artinya Alena harus melepas masa perawan sesegera mungkin sebelum berganti usia. Dan mungkin inilah saatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD