tiga

1006 Words
Berbekal dengan alamat yang ia dapatkan di internet, Radha menaiki bus untuk ke gedung Dexter Group. Ia yakin kalau Mimi yang berada di posisi Radha, gadis itu pasti memilih menaiki taksi karena ia tidak bisa menaiki kendaraan umum. Tetapi Radha tahu diri, ia tidak ingin menambah pengeluaran keluarga. Radha melangkahkan kakinya menuju gedung Dexter Company, dua orang satpam membukakan pintu untuknya dan Radha membalasnya dengan ucapan terima kasih. Radha rasa penampilannya cukup sopan, ia mengenakan blus bishop sleeve berwarna putih, rok pensil selutut berwarna hitam dan heels tiga cm berwarna senada. Radha mendekat kearah resepsionis dan berdeham, "Permisi." Resepsionis itu menatapnya dengan senyum dan berdiri. "Ada yang bisa saya bantu, Bu?" "Saya ingin bertemu dengan Pak Maximilian," ujar Radha tergagap. "Sudah membuat janji temu, Bu?" tanya sang resepsionis dengan sopan. Radha menggigit bibir bagian bawahnya. "Belum ta-tapi bilang saja saya dari PT. Bratha Layar Abadi." "Tunggu sebentar ya Bu." Resepsionis itu tampak berbicara di telefon beberapa saat lalu menoleh kearah Radha. "Maaf Bu, kata Pak Max perwakilan PT. Bratha Layar Abadi sudah datang beberapa hari yang lalu." "Bi-bilang saya merupakan anak perempuannya, kemarin kakak saya yang pasti menemuinya." Resepsionis itu tampak enggan tetapi akhirnya kembali berbicara di telefon. Setelah berbicara beberapa lama, ia meletakkan gagang telefon dan menatap Radha. "Pak Max bersedia menemui anda, Bu. Mari saya antar." Radha merasa was-was seketika, bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan? Jemari Radha menggenggam erat tali tas jinjing yang ia bawa. Resepsionis itu membawanya ke lantai 50 gedung ini—alias lantai teratas!—. Meski pemandangan ini wajar bagi Radha, namun dia tidak bisa menahan rasa gelisahnya. Dia tidak pernah berurusan dengan bisnis sebelumnya dan sekarang dia hendak menemui salah satu CEO ternama untuk menyelamatkan keluarganya. Sebenarnya Radha tidak memiliki strategi bagaimana cara membujuk Max. Dia hanya bermodalkan nekat. TING. Pintu lift terbuka lebar, resepsionis itu menunjukkan ke Radha lorong yang tepat berada di depan matanya. "Silahkan anda berjalan lurus terus sampai ke depan pintu ruangan Pak Max, Bu." Radha mengangguk perlahan. "Te-terima kasih." Setelah mengucapkan itu, dengan ragu-ragu Radha berjalan menyusuri lorong, tampak sekretaris yang sedang sibuk--entah karena apa-- dengan telefon sembari membuka file-file yang tentunya Radha tidak tahu itu apa. "A-anu, permisi..." Sekretaris itu menatap Radha dan meletakkan filenya. "Nanti aku hubungi lagi setelah mendapatkan filenya." Sekretaris itu menutup telefonnya dan menatap Radha datar. "Perwakilan PT. Bratha Layar Abadi?" Radha mengangguk. "Silahkan masuk saja Bu, sudah ditunggu Pak Max." Radha mengucapkan terima kasih dan membuka pintu berwarna hitam dengan pelan, di dalam ia menemukan seorang pria yang tengah berbincang menggunakan bahasa asing--sepertinya Prancis-- memunggungi dirinya sembari memandangi pemandangan kota. Ruangan kerja ini sangat besar dan mewah menurut Radha tetapi cukup menghemat listrik di siang hari karena terdapat jendela yang berada di seluruh sisi ruangan, menampakkan gedung-gedung dan ratusan kendaraan yang mengisi keramaian kota Jakarta. "Merci beaucoup." Pria itu memutar tubuhnya dan memergoki Radha yang asyik menikmati interior ruangan, Radha yang sadar kalau pria itu sudah berhenti berbincang segera menunduk. "Maafkan saya, saya..." "Apa yang perlu dibicarakan lagi?" Tanya pria itu dingin. Radha melongo mendengar pertanyaan pria itu, pria itu menyibakkan jasnya ke belakang dan duduk di kursinya yang besar. 'Bahkan pria itu tidak mempersilahkannya duduk?! Manner macam apa yang dimiliki pria ini?' maki Radha dalam hati. "Oh, well, silahkan duduk," ujar pria itu seolah-olah dapat membaca pikiran Radha. Dengan enggan Radha duduk di kursi tepat di hadapan pria itu dan menarik nafasnya dalam-dalam. "Saya ingin meminta diberikan waktu tambahan dalam membayar hutang perusahaan Ayah saya." Max menatap Radha yang sudah menegakkan tubuhnya dan menatap Max tegas. "Tidak bisa," balasnya dingin. "Kenapa?" Tanya Radha tak percaya. "Perusahaan keluarga anda terancam bangkrut dan saya yakin diberi waktu tambahan pun, perusahaan anda tidak akan bisa membayar seluruh hutang itu," balas Max dingin. Radha mengepalkan jari-jarinya tak terima, pria itu melanjutkan pembicaraannya. "Lagipula, sebelum perusahaan keluarga anda meminjam hutang ke perusahaan saya disana terdapat perjanjian mengenai tenggat waktu dan sebagainya. Jadi kalau memang tidak bisa membayar sampai tenggat waktu yang diberikan, maka jaminannya rumah, harta benda, dan bahkan saham perusahaan pun bisa saya ambil." "Apa anda tidak punya hati?" Tanya Radha spontan. Max menyeringitkan dahinya, "Maksud anda?" "Bagaimana bisa anda mengatakan hal itu seolah-olah hal itu adalah hal yang biasa saja?" Tanya Radha penuh penekanan. "Kami juga membutuhkan tempat tinggal untuk hidup, tempat berlindung dari terik matahari dan dinginnya hujan. Dan juga ada ribuan karyawan yang terancam dipecat karena hal ini, bagaimana juga mereka bisa menghidupi keluarga mereka?" "Jangan terlalu naïf dan kekanakan, Nona Brathawidjaya." Max menatapnya setajam belati dan nada bicaranya sangat dingin, membuat Radha merinding. "Inilah hidup. Semua berputar seperti roda. Kemarin anda memang orang kaya sedangkan besok anda sudah menjadi gelandangan." "Memang! Tapi itu berlaku untuk anda 'kan? Apa anda ingat karma?" potong Radha. Max tertawa mendengarnya. "Hal mengenai hutang piutang tidak ada sangkut pautnya dengan karma. Berani berbuat maka berani bertanggung jawab. Perusahaan keluarga anda sudah berhutang maka harus bisa bertanggung jawab mengembalikan uang perusahaan saya. As simple like that." Pria ini benar-benar iblis! Radha menyumpahi semoga perusahaan ini bangkrut saja! Pria ini tidak memiliki hati nurani! Radha benar-benar tidak bisa habis pikir, pria ini benar-benar menyulut emosinya. Dia saja selalu menyumbangkan 1/4 dari uang jajannya ke yayasan yang kurang mampu karena Radha selalu kasihan dan memikirkan kaum kelas menengah kebawah, tetapi pria ini? Argh! Dia ini pasti iblis yang lolos dari neraka lalu menjelma menjadi manusia di dunia ini! "Anda... benar-benar tidak punya hati." Max menatap gadis muda di hadapannya yang sudah menatapnya dengan tatapan membunuh, wajah Radha sudah memerah, jemarinya mengepal kuat dan matanya bak bola api yang siap meluncur. "Memang. Apa anda tidak pernah mendengar kabar tentang saya? Saya sudah sering dijuluki iblis bertangan dingin," balas Max membenarkan. Radha benar-benar pasrah. Apa yang harus dia lakukan? Tepatnya, apa yang harus keluarganya lakukan? "Tetapi... saya sesungguhnya sudah mendapatkan penawaran dari kakak anda." Radha terdiam. Penawaran? Matanya menatap bola mata Max yang tajam dan dingin itu. "Kakak anda menawarkan saham perusahaan anda untuk diberikan ke saya sebesar 45% dan..." Radha masih terdiam menunggu kelanjutannya, apakah rumah? Mobil? Atau apa? "...anda."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD