Malam sudah tiba. Acara perayaan kemenangan dihadiri banyak orang penting di Istana Putih.
Aira yang dihantui rasa cemas sedari tadi, tidak bisa berdiam diri begitu saja. Ia harus memastikan Tuan Devan baik-baik saja.
"Walaupun aku yakin Tuan Devan tidak mungkin kalah oleh siapapun, tapi tetap saja aku khawatir sebelum melihat keadaannya," gumam Aira.
Aira melihat setiap sudut Istana. Sudah hampir dua jam acara masih berlangsung kondusif.
"Mungkin ini hanya ketakutanku saja," batin Aira.
Tiba-tiba saja suasana menjadi ricuh.
"Ada penyusup." Beberapa orang mulai berteriak.
"Bagaimana ini? Tuan Devan, dimana dia?" Aira masih sibuk mencari keberadaan Devan ketika orang lain sudah mulai berhamburan keluar.
Karena banyaknya orang yang berlalu-lalang membuat Aira hilang keseimbangan dan terjatuh.
"Mungkinkah dia?" Saat terjatuh di lantai Aira melihat sesosok misterius yang mencurigakan. Pria bertopeng itu berjalan ke arah Tuan Devan.
Aira segera pergi menuju ke tempat pria itu berdiri. Ia berusaha menggagalkan rencana jahat pria itu.
Karena merasa dihalangi oleh wanita dihadapannya, pria misterius itu tidak bisa menjalankan misinya.
"Tuan Dev." Saat Aira hendak berteriak pria itu segera menutup mulut dan membawanya pergi meninggalkan Istana. Ia merasa kehadiran Aira menjadi ancaman baginya.
Devan menoleh ke semua arah, merasa ada seseorang yang memanggil namanya.
"Devan kamu tidak apa-apa?" Tanya Tuan Raksa khawatir bisa-bisanya pengawal istana sampai kecolongan seperti ini.
"Tidak Kak. Hanya saja tadi aku seperti mendengar seseorang memanggil namaku." Devan merasa ragu.
"Sudahlah! Sekarang kita harus lebih waspada. Kakak akan lebih meningkatkan penjagaan di Istana." Tuan Raksa tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi.
Pria misterius itu masih menutup rapat mulut Aira.
"Lepaskan! Kamu siapa?" Aira ingin berteriak namun suaranya tertahan.
Mereka akhirnya sampai di sebuah tempat yang sangat gelap.
"Dimana ini?" Aira melihat sekeliling, ia merasa kehabisan tenaga karena sudah sedari tadi memberontak.
"Kamu mau apa? Jangan macam-macam denganku ya!" Tunjuk Aira.
"Rencanaku gagal karena mu." Tegas pria itu.
Aira kembali teringat dengan rencana pria misterius yang ingin melenyapkan Tuan Devan.
"Kenapa kamu ingin melenyapkan Tuan Devan?" Aira mulai tidak terima ada orang yang tega akan menghilangkan nyawa penyelamatnya.
Suasana terasa dingin mencekam membuat bulu kuduk Aira merinding. Walaupun begitu, Aira tetap mengumpulkan semua keberaniannya.
"Aku tidak akan membiarkan kamu dan rencana jahat mu itu berhasil," ucap Aira dengan nada tinggi.
Walaupun Aira tidak bisa melihat wajah pria misterius itu, namun Aira bisa merasakan pria itu sepertinya tidak senang mendengar perkataannya.
"Aku tidak peduli dengan ucapanmu. Karena kamu sudah menggagalkan rencanaku kamu tidak akan bisa pergi kemana-mana!" Tegas pria misterius.
"Kamu." Teriak Aira sambil mencoba sekuat tenaga melepaskan tangannya dari genggaman sang pria.
"Kamu lihat saja apa yang akan aku lakukan kepada serangga pengganggu sepertimu." Pria itu mengancam Aira sambil mengikat tangan Aira dengan sebuah tali yang ia temui.
"Apa mau kamu? Aku hanya seorang pelayan istana. Biarkan aku pulang!" Aira berusaha melepaskan ikatan di tangannya.
Pria misterius itu meninggalkan Aira, membuat Aira terus berteriak tanpa henti.
"Hei lepaskan!" Aira sambil mencoba meraba-raba dinding sekitarnya yang gelap dan terasa dingin. Tiba-tiba
BRUK!
Aira terjatuh. Badannya menimpa sesosok tubuh yang terbaring disana. Ia menelan saliva nya. Wajahnya berada di atas wajah seseorang. Aira segera bangun.
Pria misterius yang membawanya datang ke tempat gelap itu datang kembali, dengan membawa cahaya penerang disana.
Aira cemas. Ia takut pria misterius itu akan berbuat sesuatu kepadanya. Namun ketakutan Aira hilang seketika, saat pria itu lebih tertarik kepada hal lain.
"Tuan, Anda sudah sadar?" Pria itu terlihat sangat antusias dan menghampiri Tuannya.
Aira terkejut dan segera membalikkan badannya melihat Tuan yang dimaksud pria misterius itu. Aira tidak bisa melihat jelas wajah keduanya.
"Siapa pria itu?" batin Aira.
Tiba-tiba Aira kembali sadar untuk secepatnya melarikan diri dari sana.
"Aku harus pergi dari tempat ini." Batin Aira, ia mundur secara perlahan segera mencari jalan keluar.
Pria yang baru sadar dari tidur panjangnya itu berusaha mengingat apa yang terjadi kepadanya.
"Ini adalah sebuah keajaiban." Lionel masih tidak percaya Tuannya sudah kembali.
Pria itu bangun dengan perlahan.
"Lionel sudah berapa lama aku tidur?" Tanya Adrian Lakeswara merasa dia telah tidur cukup lama.
"Anda tidak sadarkan diri selama 20 tahun Tuan," ungkap Lionel.
Entah keajaiban apa yang terjadi. Selama ini Lionel hanya memberikan air dari Kota Suci agar Tuannya tidak sampai kehilangan nyawanya. Dia sudah mencari obat ke seluruh penjuru negeri untuk menyadarkan Tuannya, tak disangka hari ini Tuannya bisa bangun kembali.
***
Di tempat lain
"Tuan sudah kembali. Tuan Hans sudah menunggu di dalam," ucap pelayan laki-laki yang paling dekat dengan Devan.
Devan merasa senang mendengar kabar itu.
"Tolong buatkan minuman spesial kesukaan Tuan Hans!" Perintah Devan.
"Baik Tuan." Pelayan sudah paham apa yang diinginkan Tuannya.
Devan berjalan menuju ruangan tempat sahabatnya itu menunggu.
Saat tiba di ruangan, Hans sedang asyik membaca buku.
"Istana Putih sangat ramai saat perjamuan kemenangan. Kenapa tidak menghadirinya?" Devan berbasa-basi. Dia sebenarnya tahu alasan sahabatnya tidak datang.
"Aku hanyalah orang biasa yang tidak memiliki jabatan, sebaliknya jika kamu tidak hadir tentu akan menimbulkan masalah," jelas Hans.
Sejenak suasana menjadi hening.
"Saat di pesta tadi terjadi keributan. Seorang penyusup datang namun sepertinya berhasil melarikan diri." Devan membuka suara.
"Penyusup?" Hans sedikit terkejut.
Devan mengangguk.
"Entah darimana penyusup itu. Aku yakin setelah ini kakak akan lebih memperketat keamanan," jelas Devan.
"Baguslah," jawab Hans singkat.
"Baiklah sekarang nikmati minuman kesukaanmu." Devan mempersilahkan.
"Kota Suci adalah tempat yang bagus. Jika bertemu dengan keturunan aslinya tentu akan jadi hal yang luar biasa." Hans membayangkan.
Devan hanya mendengarkan.
Tiba-tiba Hans tertarik dengan sesuatu yang ada di tangan Devan.
"Apa yang kamu pegang? Apakah hadiah dari wanita yang kamu sukai?" Tanya Hans penasaran.
"Bukan apa-apa. Ini hanya saputangan biasa." Devan terlihat gugup.
Hans tidak percaya begitu saja. Dengan cepat Hans merebut sepotong kain itu.
"Kain ini terlihat seperti robekan sebuah pakaian. Ketika melihatnya kamu terlihat sangat peduli. Jujurlah! Jika kamu merasa terbebani dengan perjodohanmu dengan keturunan Kota Suci. Kalian tidak pernah bertemu dan keberadaanya tidak diketahui." Hans mencoba mengerti perasaan Devan.
"Perjodohanku dengan keturunan Kota Suci sudah ditetapkan. Walaupun aku tidak mengetahui keberadaannya tapi aku harus tetap mencarinya. Kamu tidak usah bicara omong kosong lagi," jelas Devan sambil merebut kembali kain berharga yang ada di tangan Hans.
"Baiklah. Aku minta maaf. Jika aku terus membuatmu marah takutnya kamu tidak mau berteman denganku lagi. Ayo kita nikmati minumannya!" Hans mencoba mencairkan suasana agar tidak terlalu tegang.