Aira berjalan dengan nafas terengah-engah, sesekali ia melihat ke belakang memastikan kondisinya benar-benar aman.
"Sebenarnya siapa mereka? Dan pria yang dipanggil Tuan? Apakah dia yang memerintahkan melenyapkan Tuan Devan." Aira terus bertanya-tanya, langkahnya tidak berhenti untuk terus menjauh dari tempat pria misterius itu.
"Syukurlah aku berhasil melarikan diri." Aira merasa lega.
"Aku harus segera melihat keadaan Tuan Devan," pikir Aira.
"Siapa disana?" Devan dan Hans yang sedang berjalan di taman merasakan ada seseorang yang menyelinap.
Aira buru-buru bersembunyi.
Devan berjalan ke arah pohon tempat Aira berada di baliknya.
Tiba-tiba dua orang penyusup hampir menyerang Devan, beruntung dia dan Hans sigap melumpuhkan kedua penyusup itu.
"Bawa mereka berdua ke penjara!" Perintah Devan.
"Baik Tuan." Para pengawal yang baru tiba segera membawa para penyusup itu.
Devan masih penasaran, sepertinya ia masih merasakan ada seseorang di balik pohon. Dia memastikan kembali dengan melihat ke balik pohon besar. Nihil, tidak ada siapapun disana.
"Lapor kakak. Dua penyusup sudah ditangkap dan dijebloskan ke penjara." Ucap Devan pada Tuan Raksa.
"Bagus. Tetap berhati-hati. Kita tidak tahu ada berapa banyak jumlah mereka," jelas Tuan Raksa.
"Baik kak." Devan pamit pergi.
Ketika berbalik meninggalkan kakaknya, Devan baru menyadari ia telah kehilangan kain berharganya.
"Aku harus mencarinya," pikir Devan.
Devan sudah menyusuri jalan yang ia lalui sebelumnya, namun tak kunjung menemukan benda yang ia cari.
"Bagaimana mungkin aku bisa ceroboh dan menghilangkannya." Devan merutuki dirinya sendiri.
***
Hari Pertama Ujian Istana Putih
"Semalam ada penyusup di Istana." Ucap beberapa wanita yang berlalu lalang di Istana Putih.
"Tapi syukurlah Tuan Devan sudah menangkapnya," sambung beberapa orang lagi.
"Ya, Tuan Devan menangkap semua penyusup itu," salah seorang kembali menjawab.
"Jika ada Tuan Devan, apa yang perlu ditakutkan." Mereka mengatakan dengan kompak.
Mendengar semua perkataan itu membuat Aira merasa tenang.
***
Lionel menceritakan keadaan Tuannya yang tidak sadarkan diri selama duapuluh tahun ini.
"Sekarang Tuan sudah kembali, saya sudah siap membalaskan dendam Tuan," ujar Lionel.
"Ikut aku ke suatu tempat dulu!" Perintah Adrian Lakeswara.
***
Kota Baru
"Persiapkan semuanya tanpa ada kesalahan!" Ucap wakil pemimpin Kota Baru.
"Baik." Jawab serempak bawahannya.
"Lapor wakil pemimpin. Orang yang bertugas mencari keturunan Kota Suci sudah kembali," ucap salah satu anak buah.
"Kembali ke paviliun utama!" Perintah wakil pemimpin.
"Baik," jawab sigap anak buah.
"Tidak ada tanda-tanda keturunan Kota Suci, singkirkan gadis itu!" Wakil pemimpin Kota Baru merasa kecewa karena mereka kembali salah membawa orang.
"Wakil pemimpin kami sudah mencari begitu lama, namun entah seperti apa gadis yang diinginkan pemimpin itu." Para bawahannya mengadu.
"Jangan banyak mengeluh! Lakukan apa yang harus kalian lakukan!" Wakil pemimpin merasa sudah cukup sabar menghadapi bawahannya.
"Baik wakil pemimpin." Para bawahan hanya bisa menurut.
***
Toko Fashion Jenny
"Terimakasih sudah belanja disini." Ucap Jenny sang pemilik toko.
"Sama-sama. Saya pasti akan kembali lagi." Pelanggan merasa puas dengan pelayanan dan kualitas barang yang ada di Toko Jenny.
"Untuk apa kamu datang kemari?" Tanya Jenny kepada seseorang yang tidak ia harapkan.
"Hari ini aku membawa uang, aku tidak akan berhutang" ucap Aira.
"Baiklah. Apa yang kamu inginkan?" Tanya Jenny.
"Aku ingin ini, ini, dan ini." Aira menunjuk barang-barang yang ia pikir bisa membuatnya tampil cantik.
Jenny sejenak berpikir. Ia tidak percaya Aira mampu membelinya.
"Aku mau membelinya." Aira sambil menyerahkan semua uang yang dibawanya.
Jenny menghitung uang yang dimiliki Aira.
"Uang ini masih belum cukup," jelas Jenny.
"Jenny bukankah kita adalah teman. Apakah kamu tidak memberiku potongan harga?" Bujuk Aira.
"Bisnis adalah bisnis. Jangan dicampur adukkan dengan pertemanan," jawab Jenny dengan tegas.
"Jenny aku mohon. Aku tidak akan pergi sampai kamu memberikan barangnya." Aira memohon-mohon.
"Terserah." Jenny tidak peduli, baginya bisnis tetap yang utama.
"Nyonya Jenny ini baju yang dipesan wakil pemimpin Kota Baru." Salah satu anak buah Jenny melapor.
"Kenapa baju ini masih ada disini? Seharusnya dari kemarin sudah dikirimkan." Jenny memarahi anak buahnya.
"Maaf Nyonya, pekerjaan kami sibuk dari kemarin sampai kami melupakannya." Anak buah itu merasa menyesal.
"Sekarang pergi antarkan!" Perintah Jenny.
"Tidak Nyonya, aku takut. Orang-orang di Kota Baru sangat kejam apalagi wakil pemimpin wanitanya. Karena aku terlambat mengirim baju ini pasti nyawaku tidak akan selamat. Kelak tidak ada orang yang membantumu." Anak buah itu merasa ketakutan.
Jenny mencoba memahami anak buahnya. Ia melihat ke arah Aira.
"Berikan padaku! Pergi sana!" Perintah Jenny pada anak buahnya.
Jenny berjalan ke arah Aira yang masih terduduk disana.
"Hei! Karena kita teman. Aku akan membantumu, tapi lakukan sesuatu untukku." Ucap Jenny memberikan penawaran.
Aira merasakan ada angin segar. Ia tersenyum sumringah.
"Bantu aku mengirimkan baju ini ke paviliun utama Kota Baru. Sebagai balasannya aku akan mengizinkanmu berhutang," ucap Jenny.
"Setuju." Jawab sigap Aira sambil merebut baju yang akan ia kirimkan di tangan Jenny."
Aira segera pergi meninggalkan Toko Jenny.
***
"Rencana pemimpin bergantung pada ini, tidak boleh ada yang salah." Wakil pemimpin Kota Baru terus mewanti-wanti bawahannya.
Tiba-tiba.
"Gadis itu kabur!" Teriak salah seorang pengawal disana.
Semua orang yang berjaga berhamburan mencari gadis yang kabur itu.
Aira menginjakkan kakinya di paviliun utama Kota Baru. Hawa gelap disana membuatnya sedikit takut, tapi demi barang-barang yang diperlukannya, ia harus mengalahkan ketakutannya.
"Letakkan di lemari itu dan cepatlah pergi!" Perintah seseorang yang berjaga disana.
Aira terkejut ketika membuka lemari menemukan seorang gadis disana.
"Jangan. Jangan bunuh aku!" Ucap gadis itu ketakutan.
Aira mencoba menenangkan gadis itu.
"Di luar sangat kacau. Mereka sedang mencari mu. Kenapa mereka mau membunuhmu?" Tanya Aira kebingungan.
"Aku juga tidak tahu." Ucap gadis itu sambil ketakutan.
"Ku mohon selamatkan aku. Aku belum ingin mati." Pinta gadis itu pada Aira.
"Aku akan mencari cara membawamu keluar," ucap Aira.
Gadis itu mengangguk cepat.
Aira membawa gadis itu bersembunyi di balik jubahnya. Mereka berjalan dengan mengendap-endap.
"Berhenti!" Suara seorang wanita di belakang menghentikan langkah Aira dan gadis yang ingin diselamatkannya.
Aira memberikan isyarat pada sang gadis untuk secepatnya lari dari sana.
"Lari !!" Teriak Aira. Keduanya berlari secepat mungkin.
Dengan nafas yang tersengal-sengal Aira berhasil keluar dari paviliun utama namun mereka terpisah karena mengambil arah berbeda.
"Syukurlah aku selamat. Bagaimana dengan gadis itu?" Aira merasa khawatir namun tak bisa berbuat apa-apa lagi karena ia sama sekali tidak mengenal gadis itu.
Aira memutuskan kembali ke Istana Putih.
***
"Siapa gadis itu? Berani sekali dia membawa tawanan kita pergi. Kalian harus mendapatkannya!" Wakil pemimpin Kota Baru tampak murka.