Adrian dan Lionel mendatangi tempat pertempuran besar terjadi 20 tahun lalu.
"Setelah perang besar terjadi dan berita kematian Anda tersebar, kota kita kemudian dipimpin oleh Tuan Revan. Namun beberapa tahun ini Tuan Veer dan Tuan Rega melakukan pemberontakan. Hal ini menyebabkan kelompok kita terpecah belah Tuan," jelas Lionel.
"Revan? Adikku itu benar-benar tidak bisa diandalkan. Lalu bagaimana dengan para pecundang Kota Cahaya itu?" Adrian penasaran setelah duapuluh tahun ini apa saja yang terjadi.
"Baru-baru ini, Devan yakni adik dari pemimpin Istana Putih, berhasil merebut beberapa wilayah kekuasaan kita. Tadi malam saya berniat menyusup ke Istana untuk menyerangnya, tak disangka gadis itu menggagalkan rencana saya," Lionel merutuki dirinya sendiri.
"Siapa gadis itu?" Adrian penasaran.
"Saya tidak mengenalnya Tuan, hanya saja dia sempat memberitahu kalau dia hanya seorang pelayan istana," jawab Lionel.
Tiba-tiba Adrian merasakan sakit di da*danya.
"Tuan Anda kenapa?" Lionel merasa khawatir.
"Penyakit aneh ku ini memang membuat wajahku sama sekali tidak berubah, namun juga membuat tubuhku lemah dan tidak stabil. Kehadiran gadis yang kamu bawa tadi malam, sepertinya membuat tubuhku kembali mendapatkan kekuatan." Jelas Adrian sambil tetap memegang da*danya yang terasa sakit.
"Bagaimana bisa?" Lionel merasa aneh.
"Kita harus mencari gadis itu untuk membuktikannya," jawab Adrian.
Adrian dan Lionel mencari cara agar bisa menyusup ke Istana Putih.
"Tuan apakah ini tidak terlalu berlebihan?" ujar Lionel merasa heran seumur hidupnya baru kali ini Tuannya melakukan hal yang mustahil hanya demi menemukan seorang pelayan.
"Kita harus melakukan ini!" Sebenarnya Adrian pun merasa lelah namun demi mengetahui apa yang sebenarnya terjadi ia harus bertemu dengan gadis itu.
Kebetulan saat ini sedang diadakan pasar internasional di Kota Cahaya, sehingga Adrian dan Lionel memanfaatkan kesempatan itu dengan menyamar sebagai pedagang internasional.
Rasa sakit di da*da Adrian semakin terasa ketika mereka sampai di depan Istana Putih.
Tiba-tiba Aira datang dengan jalan terpincang-pincang dan nafasnya terengah-engah. Ia menahan sakit di sekujur tubuhnya setelah perjalanan cukup jauh.
BRUK !
Tubuh Aira ambruk tidak jauh dari gerbang istana.
"Tuan, gadis itu!" Lionel terkejut melihat gadis yang mereka tunggu sedari tadi akhirnya tiba, namun mereka tidak menyangka kondisi gadis itu terlihat sangat lemah.
Melihat ekspresi yang ditunjukkan Lionel membuat Adrian yakin bahwa gadis yang tidak sadarkan diri itu adalah gadis yang mereka tunggu sedari tadi.
Adrian melihat sekeliling. Menurutnya tidak mungkin jika ia harus membawanya langsung ke istana.
"Baringkan dia disana!" Adrian menunjuk tempat yang cukup teduh karena terdapat pohon besar di atasnya.
Lionel membopong tubuh Aira kemudian membaringkannya di tempat yang diperintahkan Tuannya.
"Tuan, saya akan mencari air dulu!" Lionel pamit pergi.
Kini hanya tinggal Adrian dan gadis di depannya yang masih tak sadarkan diri.
"Aku harus membuktikannya," batin Adrian.
Adrian menempelkan bibirnya pada bibir Aira.
Perasaan hebat yang menjalar ke sekujur tubuhnya, mengisi kembali energi pada tubuh Adrian. Sama halnya dengan Adrian, Aira tiba-tiba mendapatkan kesadarannya kembali.
"Ka..kamu siapa? Jangan macam-macam denganku ya!" Aira terkejut karena tiba-tiba muncul pria asing dihadapannya.
***
Kota Baru
"Maaf pemimpin kami kehilangan gadis itu." Wakil pemimpin merasa menyesal.
"Kesalahanmu membiarkan gadis itu lari sangat fatal," ujar pemimpin Kota Baru yang mengenakan topeng di wajahnya.
"Ampuni saya Tuan, saya pantas dihukum." Wakil pemimpin bersedia menerima konsekuensinya.
"Hukuman terlalu mudah untukmu, rencanaku akan gagal jika gadis itu membocorkan rahasia Kota Baru." Pemimpin masih belum puas.
"Saya akan mencari gadis itu." Wakil pemimpin berjanji.
***
"Begitu caramu membalas orang yang sudah menolong mu?" Adrian merasa tidak senang.
Aira kembali mengingat apa yang terjadi. Ia ingat terakhir kali tubuhnya merasa lemas hingga ambruk di depan sana.
Tiba-tiba Lionel datang.
"Saya sudah bawakan airnya, Tu.." Lionel belum menyelesaikan kalimatnya, ia terkejut melihat gadis yang pingsan tadi sudah kembali sadar.
"Kamu!" Aira refleks menunjuk pria yang baru muncul dihadapannya
Aira sepertinya tidak asing melihat pria itu. Ia mencoba mengingat, walaupun ia masih tidak yakin dengan pria yang menculiknya beberapa waktu lalu.
Tetap saja Aira merasa tidak nyaman dengan kehadiran dua pria dihadapannya itu.
"Terimakasih kalian sudah menolongku. Aku harus kembali ke istana." Aira berusaha berdiri sekuat tenaga.
Adrian dan Lionel tidak bisa mencegah gadis itu pergi.
Aira menarik nafas lega.
"Tuan apakah Anda sudah menemukan sesuatu pada gadis itu?" Lionel penasaran.
"Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat aku harus bergantung kepadanya." Adrian menjelaskan hal mustahil yang terjadi pada dirinya.
Lionel merasa aneh dengan penjelasan Tuannya.
"Aku harus mencari tahu apa yang terjadi padaku ini." Adrian merasa heran karena tubuhnya selalu merasa lebih baik setelah mencium gadis pelayan itu.
Begitupun Lionel yang masih bingung dengan semua yang terjadi ini.
"Selanjutnya apa rencana Anda, Tuan?" Lionel penasaran.
"Aku harus masuk ke Istana itu." Ujar Adrian sambil pandangannya tak lepas dari Istana Putih. Ia tidak percaya harus menginjakkan kakinya ke tempat musuh bebuyutannya demi mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Apakah Tuan yakin akan pergi kesana? Kondisi Anda masih belum stabil." Lionel merasa khawatir.
Adrian mengangguk.
"Aku akan mencari cara agar bisa tinggal disana sementara waktu." Adrian merasa yakin dengan keputusannya.
Aira menceritakan semua yang dialaminya kepada teman-temannya.
"Kenapa nasibku sial sekali. Setelah pesta itu aku diculik dan sekarang pun aku dikejar-kejar orang dari Kota Baru." Aira merasa sangat lelah.
"Barang-barangku juga masih ada di Toko Jenny. Aku harus kembali kesana untuk mengambilnya." Aira ingat harus lebih memperhatikan penampilannya.
Baru saja Aira menginjakkan kakinya keluar dari gerbang istana. Salah satu pria asing yang siang tadi ia temui masih berada disana.
Aira menghampirinya.
"Kenapa kamu masih ada disini?" Tanya Aira penasaran.
"Ini Nyonya, aku melihatmu tadi sepertinya dalam kondisi tidak baik. Kebetulan aku menjual rempah-rempah yang bagus untuk kesehatanmu," jawab Adrian cepat.
"Terimakasih untuk niat baikmu. Aku baik-baik saja. Lagipula aku sudah tidak punya uang lagi untuk membelinya." Aira berbicara apa adanya.
"Aku tidak bisa pergi dari tempat ini begitu saja," batin Adrian.
"Nyonya, tolong bantu saya. Saya sudah melewati perjalanan jauh kesini, dan belum ada satupun dagangan saya yang laku." Tiba-tiba terbesit ide dalam pikiran Adrian untuk berpura-pura memasang wajah iba.
Aira merasa tidak tega.
"Bagaimana ya?" Aira tampak bingung. Ia berpikir sejenak.
"Baiklah! Aku akan coba menawarkannya pada teman-temanku." Karena tidak tega, Aira akhirnya luluh juga.
Aira melihat-lihat apa saja yang ada di dalam wadah pedagang di depannya.
"Aku bawa yang ini saja." Aira membawa beberapa rempah dan berniat kembali masuk ke istana.
Adrian mengikutinya dari belakang.
"Eh! Tunggu!" Aira berusaha menahan pedagang yang mengikutinya.
Adrian terkejut karena tiba-tiba gadis di depannya menahannya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Aira khawatir takut pria itu ikut masuk ke dalam istana.
"Aku akan ikut denganmu," jawab Adrian sekenanya.