Bab 7

1002 Words
"Kamu lihat disana!" Aira menunjuk beberapa pengawal istana yang menjaga istana dengan ketat. Adrian melihatnya. "Kamu tidak bisa masuk begitu saja. Mereka akan langsung menangkap mu!" Aira tidak berniat menakutinya, tapi itu adalah kemungkinan besar yang akan terjadi. "Tapi Nyonya, saya lapar. Saya baru pertama kali berdagang dan ternyata tak semudah yang saya bayangkan. Bahkan untuk makan dan tidur saya kesulitan." Adrian memegang perutnya. Aira semakin tidak tega. Ia berada dalam situasi yang cukup sulit. Melihat keadaan pria di depannya mengingatkannya akan masa-masa sulitnya dulu. "Kalau aku membawanya masuk begitu saja tentu semuanya akan curiga." Batin Aira. "Baiklah. Kamu ikutlah denganku." Aira akhirnya mendapatkan ide untuk menjadikannya seorang asisten. Adrian tersenyum dalam hatinya ia berpikir mudah sekali menipu wanita dihadapannya. "Terimakasih Nyonya." Adrian tidak ingin membuat gadis di depannya curiga. "Tapi kamu ingat! Ini hanya untuk sementara waktu. Setelah kondisimu membaik, kamu harus secepatnya pergi!" Aira tidak ingin mendapatkan masalah, karena baginya masalahnya sendiri sudah cukup banyak. *** Di tempat lain Devan masih memperhatikan bunga yang diberikan Aira tempo hari. "Apakah Tuan baik-baik saja?" Tanya asisten merasa khawatir melihat kondisi Tuannya. "Ya, aku baik," jawab Devan singkat. "Akhir-akhir ini sepertinya Tuan sedang ada masalah. Jika ada yang ingin Tuan ceritakan, Tuan bisa bercerita pada saya," ujar sang asisten. "Aku sedang ingin sendiri. Kamu keluarlah." Devan sedang dalam perasaan tidak senang. "Baik." Asisten itu pergi meninggalkan Tuannya. *** FLASHBACK Duapuluh tahun yang lalu ketika usia Devan berumur 10 tahun, terjadi pertempuran besar. Suasana genting, tubuh Devan penuh luka disana sini. Dia menutupi wajahnya agar tidak dikenali musuh, ia melarikan diri pergi ke dalam hutan. Saat hampir kehilangan kesadaran, seorang anak perempuan datang menyelamatkannya. *** "Lapor Tuan, setelah kejadian tempo hari beberapa penyusup sudah ditangkap, kita tidak menemukan lagi penyusup lainnya. Istana Putih kini sudah aman kembali." Seorang pengawal Istana melapor kepada Devan. "Apakah kalian sudah memeriksa di semua tempat?" Tanya Devan tidak yakin. "Semua sudah Tuan." Jawab pengawal yakin. Tetap saja Devan merasa cemas sebelum memeriksanya sendiri. Ia teringat kepada Aira dan mengkhawatirkan keadaannya. *** Aira mencari cara agar bisa dengan mudah melewati penjagaan istana di depan. Semua sudah mengenalnya, tapi untuk membawa seseorang yang baru ke dalam istana ia rasa akan cukup sulit, pikirnya. "Kamu bawa saja beberapa rempahnya. Tinggalkan peralatan dagangmu disini." Aira akan coba menyusun rencana. "Siapa dia?!" Tanya pengawal menghadang Aira yang membawa seorang asing masuk ke dalam istana. "Dia saudara jauhku, Tuan. Dia datang sebagai asistenku, karena aku membutuhkan seseorang yang pintar tentang aneka rempah untuk dapur istana." Aira berusaha menjelaskan. Karena sudah lama mengenal Aira, para pengawal itu akhirnya percaya begitu saja. Setelah memeriksa tidak ada benda-benda yang mencurigakan dan berbahaya pada pria itu, pengawal memperbolehkannya masuk ke dalam istana. "Apa?!" Teman-teman Aira terkejut karena Aira membawa orang asing masuk ke dapur istana. "Aku memerlukan bantuan kalian teman-teman," Aira jadi merepotkan teman-temannya. Demian memperhatikan wajah pria dihadapannya. Sedang Ivana dan Viona memang tidak bisa menyangkal bahwa pria yang dibawa Aira ini memiliki paras yang tampan. "Sepertinya wajahmu ini cukup familiar." Demian terus memperhatikan wajah pria di depannya. Selama ini Adrian tidak pernah memperlihatkan wajahnya di hadapan semua orang, hanya beberapa orang saja yang mengetahui rupa aslinya. "Aku tidak mengerti maksud Anda, Tuan. Tapi saya bukan berasal dari sini." Adrian membantahnya. "Sudahlah! Biarkan dia disini. Lagipula kita kekurangan orang disini." Ivana menjadi seseorang yang paling mendukung pria tampan itu bekerja di dapur istana. Demian dan Viona akhirnya menyetujuinya juga. Aira membawa pria itu berbicara empat mata. "Ingatlah! Setelah keadaanmu membaik kamu harus secepatnya pergi dari sini!" Aira terus mewanti-wanti. Adrian mengangguk. "Aku harus pergi ke suatu tempat." Aira khawatir meninggalkan pria itu. "Aku akan ikut denganmu." Adrian harus ikut kemanapun Aira pergi. Aira merasa terjebak dalam situasi ini. Tiba-tiba terdengar ribut-ribut suara pelayan lainnya. "Tuan Devan datang!" Seru beberapa pelayan. Jarang-jarang Tuan Devan berkunjung ke dapur istana. Adrian merasa penasaran dengan sosok Devan yang sering diceritakan oleh Lionel. "Tuan Devan." Batin Aira melihat pria yang ia sukai berdiri didepannya. "Tuan, apa yang membuat Anda datang kesini?" Aira tampak salah tingkah sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. "Aku hanya pergi untuk memeriksa. Baru-baru ini ada penyusup yang datang ke Istana Putih, apakah kalian melihat ada orang yang mencurigakan di sekitar sini?" Selidik Devan. "Hmm.." Aira tampak berpikir. Akhir-akhir ini banyak hal yang terjadi dengan dirinya, ditambah saat ini ada pria yang masih belum jelas asal-usulnya ia bawa masuk ke dalam istana. "Tidak ada Tuan. Jika saya melihatnya saya akan segera memberitahu," ujar Aira meyakinkan Tuan Devan. "Baiklah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik. Aku pamit pergi." Ucap Devan setelah meyakinkan diri bahwa gadis di depannya baik-baik saja. "Baik. Terimakasih Tuan sudah repot-repot datang kesini." Aira kembali salah tingkah dan tersipu malu. Semua pelayan yang ada disana merasa beruntung telah bertemu Tuan Devan. Mereka iri karena Aira bisa berbicara langsung dengan pejabat penting itu. Viona menyenggol bahu Aira. Ia tahu saat ini perasaan Aira sedang berbunga-bunga setelah kedatangan Tuan Devan kesana. Aira balas tersenyum. Tiba-tiba Aira teringat dengan pria itu. "Kemana dia?" Pikir Aira sambil celingukan mencari keberadaannya. Aira melihat pria itu tengah asyik dikelilingi pelayan wanita lainnya. Aira sontak menghampiri kerumunan itu. "Hei permisi-permisi! Aku harus bicara dengannya." Aira berusaha menarik tangan pria itu dari sekumpulan wanita yang mengepungnya. "Aira tunggu! Siapa dia? Kami belum berkenalan dengannya." Ujar salah satu di antara mereka. Aira baru ingat. Ia juga sama sekali belum bertanya nama pria di sampingnya itu. Aira tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang rapi pada pria di sampingnya itu. Adrian tahu ia harus berakting agar tidak dicurigai orang-orang bahwa mereka pun sebenarnya baru bertemu. "Ad..rian." Adrian berpura-pura berdeham. Aira mengerti. Ia berbalik dan tersenyum pada semua orang yang tengah menunggu jawabannya. "Oh! Ya. Aku lupa mengenalkannya pada kalian. Ini saudaraku. Namanya Aryan." Jawab Aira, ia yakin bahwa pendengarannya tidak salah, bahwa pria sampingnya itu berkata namanya Aryan. "Oh! Aryan. Tampan ya seperti orangnya." Semua orang saling berpandangan mengangguk setuju. Adrian menelan saliva nya. Ia merasa gadis pelayan bernama Aira itu bodoh karena telah salah memperkenalkan namanya. Namun sejenak ia berpikir. "Ada bagusnya mereka tidak tahu namaku yang sebenarnya." Batin Adrian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD