Bab 8

1011 Words
Setelah memberi pengertian kepada yang lainnya, akhirnya kini Adrian dan Aira bisa bebas berbicara. Aira menarik nafas panjang. "Nah, Aryan! Mulai sekarang cukup panggil aku Aira. Jangan lagi memanggilku dengan sebutan Nyonya, karena orang lain bisa curiga. Dan.." Aira berhenti sejenak. Adrian masih diam mendengarkan. "Sebaiknya kamu menghindari banyak bicara dengan mereka. Kalau tidak kita bisa ada dalam masalah." Aira tidak ingin situasinya menjadi kacau. Adrian hanya menurut saja perkataan wanita dihadapannya selama itu menguntungkannya. Hari sudah semakin sore, pekerjaan demi pekerjaan sudah diselesaikan para pelayan termasuk Aira dan Adrian. Aira menarik nafas lega. Setelah seharian ini bekerja, tiba waktunya untuk mereka kini beristirahat. Aira belum memikirkan dimana Aryan akan tidur. Sudah sekian lama semenjak kepergian Nyonya Silvia, belum pernah ada pelayan baru di istana. Biasanya Nyonya lah yang akan mengatur semua keperluan para pelayan istana, dari mulai gaji, pakaian hingga kamar untuk mereka semua. "Ayo ikut aku!" Ajak Aira pada Adrian. Adrian menurut dan mengikuti Aira dari belakang. Mereka tiba di sebuah kamar yang cukup besar. "Nah, Aryan. ini kamar Nyonyaku! Walaupun sudah lama tidak ditempati, tapi kamar ini sering aku bersihkan. Kamu bisa tidur disini." Aira terpaksa memilih kamar atasannya karena kamar untuk para pelayan sudah terisi semua. "Walaupun sedikit kecil, tapi aku akan menerimanya," ujar Adrian. "Kecil? Memangnya seluas apa kamar di tempat asalmu?" Aira tidak habis pikir ada orang yang tidak tahu diri seperti pria di depannya. "Ini kamar Nyonyaku, kamu jangan menyentuh barang apapun apalagi sampai merusaknya! Dan ingat jangan sampai bicara macam-macam pada orang lain, kalau tidak kita bisa celaka!" Tegas Aira. "Aku tidak akan membiarkan orang lain mencelakai mu," jawab Adrian. Aira tertegun sejenak. "Sudahlah! Selamat beristirahat." Aira tidak bisa lama-lama lagi berbicara dengan pria dihadapannya. Ia berbalik hendak meninggalkan Adrian. "Kamu mau kemana?" Tanya Adrian. Aira menarik nafas dalam-dalam. "Aku akan pergi ke kamarku. Aku sudah lelah ingin segera beristirahat." Aira hampir kehabisan nafas menjelaskan. Adrian merasa bingung. "Kenapa tidak tidur bersama?" Tanya Adrian tanpa rasa bersalah. Aira melotot. "Hei! Aku sudah cukup sabar ya menghadapi mu. Jangan sampai aku hilang kesabaran dan mengusir mu dari sini!" Tegas Aira. Nyali Adrian tampak menciut, baru kali ini ada wanita yang berani memarahinya seperti itu. Aira berjalan cepat menuju pintu, sedang Adrian mengikutinya dari belakang. Aira keluar dari kamar dan membanting pintu sedikit keras. Aira mendengus kesal. Seketika ia berpikir sejenak. "Jangan sampai kebaikanku disalah artikan olehnya," pikir Aira. Aira kembali membuka pintu kamar. Adrian ada di balik pintu, ia refleks mundur ke belakang. "Oh ya! Aku perlu mengatakan sesuatu," ujar Aira. Adrian mendengarkan. "Aku sudah memiliki seseorang dalam hatiku." Aira tidak ingin pria dihadapannya menyimpan perasaan lebih kepadanya. "Lantas apa hubungannya denganku?" Adrian merasa bingung. Aira jadi kebingungan sendiri. "Tidak ada. Aku hanya ingin memberitahu saja." Aira segera menutup pintu kembali. "Kalau tidak menyukaiku untuk apa kamu menginginkan tidur bersama. Dasar pria me*sum." Gerutu Aira sambil tangannya seperti ingin memukul Adrian yang ada di balik pintu. Tak berapa lama Aira kembali ke kamarnya. "Huft. Akhirnya aku bisa tidur di kasurku yang nyaman," Aira memejamkan matanya segera pergi menjemput mimpi-mimpinya. Keesokan harinya Adrian datang ke kamar Aira berniat membangunkannya. Aira membuka pintu. Ia sedikit terkejut melihat seorang pria berdiri di depan kamarnya. Aira refleks menutup kembali pintu kamarnya. Setelah berpikir beberapa saat, Aira merasa aneh kenapa dia harus salah tingkah. Ia kembali membuka pintu kamarnya. "Hmmm, aku tidur nyenyak sekali." Aira meregangkan otot-otot tubuhnya. Adrian memperhatikan Aira. "Sebenarnya apa yang istimewa dari gadis bodoh ini," batin Adrian. "Hei! Kenapa kamu berdiri disana." Aira merasa heran. "Aku membutuhkanmu," jawab Adrian cepat. Aira merasa tersanjung karena baru kali ini ada orang selain atasannya yang begitu membutuhkannya. "Selain Nyonya Silvia, tidak ada orang lain yang berkata seperti.." Kalimat Aira terputus. "Sudahlah, perutku lapar. Aku ingin makan dulu," ucap Aira. "Makan?" Tanya Adrian. Aira mengangguk. "Kamu masih ingat makan setelah bangun terlambat seperti ini," ucap Adrian. "Sebentar lagi aku akan mengikuti ujian di istana. Aku harus menjaga imunitas tubuhku," Aira mencari alasan. Adrian tidak habis pikir bisa-bisanya harus bergantung kepada gadis dihadapannya. Tiba-tiba. "Kruk.." Perut Adrian ikut berbunyi. "Kamu dengar kan? Perutmu juga sudah berbunyi. Ayo kita makan saja dulu!" Ajak Aira. Adrian tidak bisa membantah lagi. "Bagaimana? Apakah enak?" Aira bertanya hasil masakannya. "Hmmm," Adrian mengangguk. Aira tersenyum. "Nah Aryan! Jadi dimana tempat asalmu?" Aira penasaran dengan asal-usul pria dihadapannya. Adrian belum menjawab sepatah kata pun. "Ya sudah jika tidak mau menjawab. Setelah ini aku harus menghafal dulu materi ujian," ujar Aira. "Hmmm," Adrian tidak keberatan. "Kota Cahaya berhasil mengalahkan Kota Tua yang dipimpin Adrian Lakeswara. Pria kejam itu akhirnya ma*ti." Aira sedang sibuk mempelajari buku sejarah. "Berhenti!" Perintah Adrian. "Ada apa?" Aira kebingungan. Mendengar perkataan gadis di depannya membuat Adrian geram, namun ia masih bisa mengendalikan diri. "Apakah kamu yakin Adrian Lakeswara sudah mati?" Tanya Adrian. Aira mengangguk. "Bagaimana jika ternyata Adrian Lakeswara itu masih hidup dan berada di sekitarmu?" Adrian ingin melihat reaksi Aira. Aira tertawa. "Tidak mungkin. Mmmm lagipula jikalau dia masih hidup dan ada di sekitarku, aku pasti akan langsung mengenalinya." Aira membayangkan bagaimana rupa pria jahat itu. "Benarkah? Apa kamu tidak takut kalau seandainya Adrian Lakeswara itu adalah aku?" Adrian kembali menguji Aira. Aira tertawa renyah. "Adrian Lakeswara apanya? Sudah jelas-jelas kamu hanya seorang pedagang." Aira segera memelankan suaranya. Ia melihat sekelilingnya takut ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua. "Sudah pasti kamu juga jauh lebih tampan dari dia," Aira menambahkan. "Haruskah aku berterima kasih?" Tanya Adrian. "Tidak perlu," ucap Aira cepat. "Hanya saja jika kondisimu sudah lebih baik, sebaiknya kamu segera kembali ke tempat asalmu," timpal Aira. "Apakah kamu sedang mengusirku sekarang?" Adrian tampak putus asa. Melihat reaksi yang ditunjukkan pria dihadapannya membuat Aira kembali dilema. Karena merasa tidak tega, muncul kembali perasaan iba dalam hati Aira. "Baiklah. Kamu bisa tetap tinggal disini." Aira jadi bingung sendiri dengan keputusannya. Mendengar perkataan gadis di depannya membuat raut wajah Adrian seketika berubah menjadi lebih baik. "Ayo kita segera bekerja!" Aira beranjak dari tempat duduknya. Adrian masih bergelut dengan pikirannya sendiri. "Sampai sekarang aku belum menemukan jawaban dari semua. Aku harus tetap bertahan." Batin Adrian "Hei! Ayo!" Teriak Aira membuyarkan lamunan pria di belakangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD