Usai sarapan, Ellie memilih bercengkrama di taman bunga istana daripada harus kembali tidur di kamar. Meski sempat ada cekcok dengan Hera karena pelayan itu berpikir lebih baik Ellie kembali beristirahat, namun akhirnya ia mempersilahkan Ellie bersantai di taman bunga. Mungkin saja kondisi Ellie akan membaik setelah merasa lebih santai berada di istana Alterius.
Ellie duduk di kursi meja teh yang berada dalam naungan gazebo beton di tengah-tengah taman bunga. Ditemani oleh Hera dan satu pelayan, Ellie menikmati hamparan taman bunga yang belum sepenuhnya tertutup oleh salju. Matahari yang bersinar cukup cerah dan salju yang memilih tidak turun menciptakan pagi yang cukup hangat.
“Apakah anda tidak kedinginan, Nona?” tanya Hera dari belakang Ellie.
Ellie menyesap teh hangatnya sejenak sebelum menjawab Hera. “Tidak apa-apa. Pagi ini cukup hangat untuk bersantai di sini.”
Hera tersenyum kecil. “Anda sudah mulai terbiasa dengan suasana istana, Nona?” tanyanya.
Ellie terdiam, memikirkan perubahan suasana yang terjadi secara tiba-tiba dalam hidupnya. Memang mengejutkan. Kalau saja Grand Duke Alterius bukan Eugene de Gilbert, mungkin Ellie bisa bersikap lebih tenang. Alasan Ellie sangat gugup tiap kali ada Eugene karena pria itu dikenal kekejamannya sebagai tiran selama masa peperangan.
Walaupun tidak mungkin juga Eugene akan membunuh Ellie, namun tetap saja gadis itu merasa sangat ketakutan.
“Ya, aku sudah mulai beradaptasi,” jawab Ellie setelah lama terdiam.
“Apakah Nona merasa ketakutan di dekat Yang Mulia Grand Duke?” tanya Hera tiba-tiba membuat Ellie tersentak.
“Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu, Hera?” tanya Ellie balik dengan nada paniknya. Benar-benar tidak siap dihadapkan dengan pertanyaan terkait Eugene.
Hera terkekeh kecil. “Karena Nona sangat gemetar selama sarapan bersama Yang Mulia.”
“Memang benar,” desah Ellie akhirnya mengakui, “ya, aku cukup ketakutan. Yang Mulia dikenal sebagai Prajurit Kematian karena jasa-jasanya di masa peperangan. Dia tidak mungkin akan membunuhku, tapi bulu kudukku selalu otomatis berdiri tiap kali dia berada di dekatku.”
“Itu hal yang wajar, Nona. Saya dapat memahaminya,” Hera menarik napas sejenak, “Yang Mulia bukan orang yang suka membunuh sembarangan. Beliau hanya membunuh orang-orang yang pantas dibunuh. Jadi, anda tidak perlu takut, Nona.”
Ellie mengerjap, sedikit terkejut dengan penuturan Hera. Ia sampai menoleh ke belakang untuk bisa menatap Hera. “Beliau orang yang seperti itu?” tanyanya pada Hera.
Hera jadi mendekat, ia mengangguk. “Iya, Nona. Yang Mulia memang ditakuti oleh semua orang karena kabar-kabarnya sebagai pembunuh paling keji selama peperangan. Tapi, sebenarnya beliau tidak berdarah sedingin itu. Beliau hanya membunuh mereka-mereka yang pantas dibunuh.”
Ellie jadi termenung. Kalau dipikirkan ulang, ucapan Hera benar. Jika Eugene memang berdarah dingin sesuai kabar yang beredar, pria itu tidak akan menyelamatkan Ellie dari hutan. Eugene pasti akan membiarkan Ellie pingsan di sana tanpa mau repot-repot menyelamatkannya sampai sejauh ini.
“Sejujurnya, saya cukup terkejut melihat Yang Mulia membawa seorang perempuan ke istana setelah penobatannya sebagai Grand Duke,” tutur Hera menerawang jauh.
Ellie berdehem. “Kenapa?”
“Karena ini pertama kalinya beliau membawa seorang perempuan. Jangankan membawa, berdekatan dengan perempuan saja tidak pernah,” Hera terkekeh sejenak. “Sampai-sampai Tuan Charles selalu menasihati Yang Mulia tentang pernikahan untuk mengisi posisi Grand Duchess Alterius.”
Ellie mencomot kue kering, mengunyahnya sebentar sebelum menanggapi Hera. “Benar juga. Belum ada Grand Duchess Alterius, ya? Sedari tadi aku khawatir sekali Grand Duchess akan marah melihatku dekat-dekat Yang Mulia Grand Duke.”
Hera menoleh kepada Ellie. “Tidak, Nona. Setelah Yang Mulia dinobatkan sebagai Grand Duke Alterius, beliau tidak segera menikah. Maka, selama tiga tahun ini posisi Grand Duchess Alterius kosong.”
Ellie tertawa kecil. “Aku jadi memikirkan nasib kepala pelayan.”
“Benar,” Hera ikut terkekeh. “Tuan Charles bekerja sangat keras.”
Percakapan terhenti kala beberapa pasukan istana berjalan menyusuri koridor istana. Kehadiran mereka yang mencolok menarik perhatian Ellie yang duduk tak jauh dari koridor. Begitu pula dengan para pasukan tersebut. Mereka serempak menoleh ke kanan mengikuti pergerakan jenderal mereka yang berdiri paling depan.
Sang jenderal tiba-tiba berbelok arah menuju gazebo beton yang menaungi Ellie. Ellie yang tiba-tiba dihampiri jadi gugup. Ia segera membersihkan bibirnya dengan sapu tangan dan memperbaiki postur duduk.
Jenderal pasukan Alterius—Raymond—berhenti di anak tangga gazebo beton. Pria tua yang masih gagah itu menunduk sejenak kepada Ellie diikuti oleh anak buahnya di belakang.
“Selamat pagi, Nona Ellie. Bagaimana keadaan anda?” tanya Raymond selepas memberi hormat.
Ellie menyunggingkan senyum. “Sudah lebih baik. Terima kasih untuk kerja keras anda.”
“Siang ini akan ada kiriman kue caramel dari toko roti favorit anda dan Grand Duke,” kata Raymond memberitahu dengan senyum ramahnya membuat Ellie spontan mendelik terkejut.
“Benarkah?” tanya Ellie dengan riang.
“Benar, Nona. Kue caramel itu dipesan khusus oleh Grand Duke tadi pagi. Saya yang memesankan, sepertinya kue-kue itu untuk anda karena Yang Mulia tidak begitu suka kue manis.”
Ellie menutup mulut, semakin terkejut. “Aku harus memberikan rasa terima kasihku pada Yang Mulia.”
“Baiklah, Nona. Akan saya sampaikan pada Yang Mulia.” tutur Hera dengan senyuman, merasa ikut bahagia dengan kado kecil Grand Duke untuk Ellie.
“Tapi, kenapa mendadak sekali tiba-tiba memesan kue? Apakah akan ada acara khusus?” tanya Ellie setelah merasa lebih tenang.
“Sepengetahuan saya, tidak akan ada acara khusus di istana. Yang Mulia hanya memiliki jadwal untuk Royal Banquet sebentar lagi,” jawab Raymond.
Ellie mengerjap. “Royal Banquet?”
“Iya, Nona. Royal Banquet adalah acara resmi kerajaan untuk menobatkan gelar bagi orang-orang yang berjasa untuk kerajaan. Selain itu, Royal Banquet juga acara resmi tahunan bagi para bangsawan untuk tetap saling terhubung satu sama lain dengan keluarga kerajaan,” kata Hera menjelaskan.
“Wah, pasti itu acara yang megah sekali,” ungkap Ellie kagum, kini mulai membayangkan suasana istana kerajaan Ophelia dengan segala pesta meriahnya bagaikan dongeng pengantar tidur bagi anak-anak.
“Benar, Nona. Apakah Nona ingin datang ke Royal Banquet?” tanya Hera tiba-tiba membuat Ellie terlonjak.
Ellie langsung melambaikan tangan tanda tolakan. “Ah, kau bicara apa, sih, Hera. Mana mungkin aku datang ke acara resmi kerajaan semegah itu.”
“Anda bisa datang bersama Grand Duke sebagai pasangannya,” celetuk Raymond dengan senyum lebarnya seolah bangga melihat putrinya sendiri.
“Tidak, tidak. Mana mungkin aku selancang itu datang bersama Yang Mulia.”
Hera terkekeh pelan. “Yang Mulia juga akan senang bila ada yang menemaninya, Nona. Selama ini, Yang Mulia tidak mau menghandiri acara kerajaan karena beliau gampang bosan dan tidak suka keramaian.”
“Tapi, tetap saja, Hera…,” gumam Ellie malu, “Yang Mulia lebih baik pergi bersama perempuan bangsawan yang terpandang daripada aku.”
Raymond tertawa sejenak. “Anda terlalu merendahkan diri, Nona. Selama ini, anda adalah perempuan pertama dan satu-satunya yang menginjakkan kaki di sini.”
Disanjung seperti itu membuat Ellie salah tingkah. Wajahnya mulai memerah hingga harus melambaikan tangan untuk menghentikan sanjungan Raymond dan Hera.
Namun, jauh dalam lubuk hatinya, Ellie pun berandai-andai.
Apakah suatu hari nanti ia bisa hidup seperti perempuan bangsawan pada umumnya?
***
“Charles,” panggil Eugene di sela mengerjakan tugas-tugas menumpuknya.
Charles yang dipanggil jadi menghadap pada Eugene. “Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?” tanyanya sopan seperti biasa.
“Apa yang dilakukan Hera pada dia,” kata Eugene lebih seperti mengeluh daripada bertanya membuat kening Charles sedikit berkerut bingung.
“Maaf? Apa yang terjadi pada Hera?” tanya Charles sekalem mungkin.
Eugene meletakkan penanya, lalu menopang dagu. Mata tajamnya menatap Charles sengit seiring aura-aura menyeramkan keluar dari wajahnya. “Apa yang dipikirkan Hera membawa Ellie duduk di taman bunga di cuaca dingin seperti ini.”
Dalam batinnya, Charles ingin menghela napas menyadari betapa tidak berkompetennya Eugene dalam mengendalikan perasaannya. “Sepertinya Nona Elliana ingin bersantai di taman bunga daripada kembali beristirahat, Yang Mulia.”
“Tetap saja, dia masih belum pulih,” sembur Eugene begitu saja masih dengan wajah garangnya. “Sebagai pelayan pribadinya seharusnya Hera tidak membiarkan dia bersantai di luar.”
Charles mendesah pelan. “Baiklah, Yang Mulia. Akan saya bicarakan dengan Hera agar tidak terjadi lagi.”
Eugene memutar kursinya ke belakang untuk menatap ke luar jendela. Matanya tertuju pada gazebo beton tempat Ellie bersantai beberapa jam lalu. Ya, Eugene memperhatikan. Eugene melihat Ellie duduk di sana ditemani kedua pelayannya serta cemilan-cemilan manis. Ia tidak bisa melihat Ellie karena tertutup oleh atap gazebo, tapi ia yakin gadis itu merasa senang bercengkrama di sana.
Hal yang membuat Eugene sendiri tidak habis pikir.
Tidak lama Ellie bercengkrama, Raymond beserta beberapa pasukannya datang memberi salam pada Ellie. Eugene sudah was-was sendiri dengan tindakan jenderal pasukan tersebut, namun sampai akhir, tidak terjadi apa pun di antara mereka sehingga Eugene tanpa sadar menghela napas lega. Entah apa yang mereka bicarakan di sana hingga Raymond berkali-kali tertawa lepas.
Dan semua itu terjawab ketika Raymond menghadap Eugene untuk memberikan laporannya.
“Kami sudah menangkap dan melempar anak buah Count Efran ke penjara istana. Terkait Viscount Marten, Shadow sedang mengejarnya ke wilayah Utara Douphens.” tutur Raymond memaparkan hasil tugasnya. “Kami menunggu perintah anda untuk hukuman anak buah Count Efran.”
Tak seperti biasanya, Eugene tidak langsung memberi tanggapan. Pria itu tampak tidak berminat dan melempar tatapan sengitnya pada Raymond. Membuat sang jenderal pasukan was-was memikirkan apa yang sudah terjadi pada tuannya tersebut.
“Apakah ada masalah, Yang Mulia?” tanya Raymond pada akhirnya setelah keheningan tak berujung.
“Apa yang kau bicarakan dengan Ellie,” kata Eugene datar. Alih-alih bertanya, ucapannya lebih seperti tuduhan.
Raymond berdehem kecil, sedikit-sedikit mulai mengerti penyebab Eugene memasang raut seperti itu. “Kami membicarakan kue caramel pesanan anda untuk Nona Elliana. Nona tampak senang mendengarnya.”
Alis Eugene terangkat sebelah. “Dia senang?”
“Benar, Yang Mulia,” jawab Raymond, “selain itu, kami juga membicarakan Royal Banquet.”
Secepat kilat, kening Eugene berkerut. “Royal Banquet?”
“Iya, Yang Mulia. Nona bertanya-tanya apakah akan ada acara khusus sehingga anda memesan banyak kue caramel. Jadi, saya memberitahu tidak ada acara khusus yang akan datang selain Royal Banquet. Hera pun menjelaskan seperti apa acara tersebut dengan Nona dan mengusulkan Nona menemani anda ke acara tersebut.”
“Dia senang ditawarkan hal seperti itu?”
Raymond mengangguk tegas. “Benar, Yang Mulia. Nona tampak senang mengetahui acara seperti apa Royal Banquet itu. Dan meski malu-malu, saya yakin Nona senang saat mendengar usulan Hera untuk menjadi pasangan anda menghadiri Royal Banquet.”
“Apa kalian lupa betapa bencinya aku menghadiri pesta-pesta semacam itu?” tanya Eugene ketus.
“Kami tidak pernah lupa, Yang Mulia,” jawab Raymond tegas. “Sepertinya, Hera berpikir untuk membuat Nona Elliana merasa lebih santai berada di sini dan berprasangka baik pada anda.”
Eugene melengos. “Atau ini taktik kalian dengan Charles agar aku mau menghadiri pesta itu.”
Raymond berusaha menelan ludah. “Saya tidak mengerti maksud anda, Yang Mulia.”
Percakapan berakhir begitu saja tepat setelah Raymond berkata demikian. Jenderal pasukan yang biasanya garang itu tampak kikuk dan buru-buru pamit keluar sebelum Eugene membalas ucapannya. Hal yang sudah Eugene duga akan terjadi dan membuat prasangka buruknya terhadap seluruh pelayannya membulat sempurna.
Sudah beberapa jam berlalu sejak percakapan Eugene dan Raymond terjadi. Hal itu membuat fokus Eugene terbelah sampai tak bisa fokus sepenuhnya pada tugas-tugas pemerintahannya. Ia tidak pernah mengira akan sampai sejauh ini memerhatikan gadis boneka malang tersebut. Kalau dipikir kembali, kenapa sekarang Eugene begitu peduli pada Ellie?
“Charles,” panggil Eugene, masih menatap ke luar jendela.
“Ada apa, Yang Mulia?” sahut Charles tenang dari belakang.
“Aku membencimu.”
Charles mendesah pelan. “Saya bersalah, Yang Mulia.”
Memang sudah bukan rahasia lagi bahwa hubungan Eugene dengan seluruh pelayan dan pasukannya tidak begitu ketat. Para pelayan dan pasukan bebas bersikap di depan Eugene asalkan mereka berkompeten dan tidak mengkhianati kepercayaan Eugene. Sementara, Eugene juga bebas menunjukkan pemikirannya pada mereka. Hubungan majikan-bawahan yang seperti itu membuat image Eugene yang kejam luntur.
Charles berdehem keras. “Maafkan saya, Yang Mulia, tapi sekarang anda perlu memutar kursi anda kembali menghadap meja. Hera datang menghadap anda.”
“Seperti aku akan menuruti perintahmu,” cibir Eugene menolak.
Charles melengos sebelum mempersilahkan Hera menghadap Eugene. Hera yang tentu sudah tidak kaget dengan kelakuan tuannya pun berdehem singkat sebelum bersuara, “Setelah makan siang, Nona Elliana ingin menemui anda untuk menyampaikan rasa terima kasihnya atas kue caramel.”
Eugene memutar kursinya menghadap Hera. Membuat Charles dan Hera terlonjak melihat tindakan Eugene semakin aneh. “Siapkan saja kue caramel dan cemilan manis untuknya. Aku akan menemuinya di sini.”
TO BE CONTINUED
P.S JANGAN LUPA KLIK IKON LOVE UNTUK MENDAPAT UPDATE CHAPTER TERBARU LEBIH AWAL