Disumpel mulutnya pakai dot bayi

684 Words
"Gue nggak ngerasa memermalukan lo, kok. Seharusnya lo seneng mulut lo gue sumpel pake dot bayi. Kan energi bicara lo jadi berkurang." KENALKAN, ibu-ibu yang dipaksa Ayap pulang itu namanya Tumba. Dia tergopoh-gopoh membuka pintu sambil sesekali melirik jam tangannya, takut kalau Ayap nanti terlambat turun sekolah, padahal belum tentu juga anak laki-lakinya itu masuk meski dari rumah memang pamit. Itu sudah menjadi tabiatnya Ayap sebagai penyandang gelar Badboy. "Yap," teriak Tumba. "Mama pulang, nih. Ayap sudah mandi belum?" Suara langkah kaki berlari langsung terdengar menghampirinya. "Mama, kok, baru datang, sih? Ayap udah nungguin dari tadi loh. Karet dot ini sampe bolong Ayap gigit-gigitin terus karna kelamaan nungguin Mama." Tumba terkejut melihat penampilan anaknya. "Ya ampun, Ayap! Kamu, kok, masih pakai piyama sama topi bayi, sih? Cepat ganti! Terus mandi. Nanti Ayap terlambat turun lagi." "Mama yang salah. Sudah tahu Ayap nggak bisa turun kalau belum minum air susunya Mama. Makanya lain kali bilang-bilang kalau mau pergi, Ma." Ayap menggerutu sambil melepaskan ikatan topi bayi di kepalanya. Dia juga mencomot kancing-kancing piyama yang kental dengan nuansa bayi itu, lalu segera menuju kamar mandi. "Ma, nanti celana piyamanya kutaruh di dalam aja, ya." "Iya, cepat sudah mandi. Udah jam tujuh lewat lima menit, nih. Mama mau siapin bedak, minyak kayu putih sama minyak rambut kemirinya dulu." "Iya, Ma." Bunyi pintu kamar mandi tertutup pun segera terdengar. Selesai mandi, Ayap diperlakukan layaknya bayi oleh Tumba. Kalau dulu memang dia yang selalu memaksa anaknya untuk menjalani ritual ini, tapi sekarang justru Ayap sendiri yang gelisah jika sehari saja tidak diperlakukan demikian. Setelah semua ritual ala bayi selesai, Ayap duduk di meja makan, menunggu Mamanya keluar dari kamar sehabis menaruh perlengkapan bayi itu. Pas keluar, Tumba langsung hendak melepas bajunya. Ayap sedikit terkejut. "Loh, ngapain Mama mau buka baju?" "Loh, katanya kamu mau minum susunya Mama, kan!" ONDENG memandang sinis ke arah seorang cowok. Sementara dua orang teman di sampingnya justru terpukau. Apalagi ketika cowok itu melintas di hadapan mereka. Mereka sungguh seperti rakyat jelata yang ingin sekali minta tanda tangan kepada artis ternama. Ondeng mendengus. "Huh, cowok b******k baru aja lewat." Cowok itu ternyata mendengarnya. Dia langsung menoleh. Tatapannya itu memiliki dua arti, berarti tajam dalam pandangan Ondeng, tapi berarti indah dalam pandangan dua orang temannya. "Apa lo bilang? Lo barusan nyebut gue cowok b******k?" Ondeng memajukan mukanya yang cekung mirip bagian tengah karet botol s**u. "Iya, lo, kan, memang cowok paling b******k di sekolah ini. Nggak nyadar apa?" Cowok itu mendekat dan membuat dua orang cewek di samping Ondeng semakin terpesona. "Lo masih nggak terima dengan kejadian kemarin? Itu, kan, salah lo sendiri kenapa terlalu cerewet kayak nenek-nenek." "Ya tapi, kan, bukan berarti lo permalukan gue di depan anak-anak futsal, Yap." Ayap mengernyit. "Gue nggak ngerasa memermalukan lo, kok. Seharusnya lo seneng mulut lo gue sumpel pake dot bayi. Kan energi bicara lo jadi berkurang." "Apa lo bilang?" Ayap tersenyum meremehkan. "Makanya jadi cewek itu nggak usah sok ngatur-ngatur orang. Mentang-mentang seksi olahraga." Ondeng makin tak terima. Dia mengeluarkan dot bayi dari saku baju sekolahnya, lalu melemparkannya ke d**a Ayap. "Ambil, tuh, dot bayi lo, dasar cowok minyak kayu putih! Lagian, nih, dimana salah gue? Wajar, dong, kalau kemarin gue ngelarang lo ikut tim futsal ade kelas. Lo, kan, udah punya tim sendiri. Ngapain juga lo maksa gabung dengan tim mereka." Setelah itu, Ondeng mengangguk-angguk. "Oh, gue tahu. Lo mau dianggap jagoan, kan. Mau dianggap Kakak kelas yang hebat, kan. Halah, ngaku aja, deh, lo." "Terserah lo, deh. Males gue ngeladenin nenek-nenek." Ayap pun melangkah pergi dan hendak dikejar diam-diam oleh temannya Ondeng, tapi Ondeng segera menahan mereka. "Eh, eh, lo pada mau kemana? Sekarang juga ikut gue ke ruang OSIS." "Nggak, ah!" Tolak Sri. "Gue mau ngejar pangeran kayu putih gue." Yuli tak terima. "Eh, enak aja. Ayap itu pangeran botol s**u gue." Pada akhirnya mereka bertengkar. Ondeng yang semakin kesal melihat tingkah mereka yang sama sekali tidak membelanya di depan Ayap tadi, pergi meninggalkan posisinya. Dia tak peduli dengan dot bayi yang dilemparkannya ke Ayap tadi dan Ayap membiarkannya terjatuh begitu saja di lantai. Sekarang, dot bayi itu menjadi bahan rebutan Sri dan Yuli.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD