BAGIAN 2 (HARI PERTAMA)

1020 Words
Arta melenguh di saat sorot Sinar matahari menerobos masuk kedalam celah jendela, dengan perlahan matanya terbuka senyum indah terukir di bibirnya yang penuh ketika netranya menatap sosok yang sedari dulu dia impikan menjadi teman hidup. "Sayang?" Tak ada sahutan dari istrinya. Wajah istrinya terlihat tampak lelah. Dia tersenyum tipis, kemudian segera beranjak menuju kamar mandi. Hanya perlu lima belas menit untuk membersihkan diri, sesegera mungkin dia memakai baju santai. Laki-laki tampan itu mendekati sang istri yang masih bergelung dengan hangatnya selimut. Wajah damai sang istri tak luput membuat dirinya tersenyum, sesuatu yang dia impikan akhirnya terwujud juga. Sederhana yang dia impikan, hanya menatap intens Relly dari dekat adalah hal yang dia impikan sejak pertemuan mereka untuk pertama kali. Kecupan sayang dia daratkan di dahi sang istri, curahan cinta tak pernah surut dari hatinya. Setelah puas menikmati keindahan tuhan yang tak lain adalah sosok damai sang istri ketika tertidur, dia segera beranjak menyiapkan baju sang istri beserta air dan sebuah obat untuk Relly. Kemudian turun ke lantai bawah untuk menuju ke dapur. Lima menit dia berdiam diri di dapur, berpikir sekiranya apa yang cocok untuk sarapan pertama mereka setelah bergelar suami istri. Dia tersenyum dan segera mengambil sesuatu yang ingin dia masak. Dia yakin, istrinya akan sangat menyukai ini. Setelah beberapa menit bergelut dengan alat dapur, segera dia mencuci tangan dan segera naik ke kamar utama. Hal pertama yang dia lihat adalah Relly yang tengah menyisir rambut yang basah. Laki-laki itu mendekati sang istri dan mengambil alih sisir yang dipegang Relly. "Kenapa enggak bangunin aku?" Arta tersenyum lembut menatap pantulan Relly dicermin. "Aku tahu kamu capek, Mbul." "Tapi kan, harusnya aku yang bangun duluan. Siapin air anget buat kamu mandi, siapin baju juga. Terus masak juga. Masa kamu malahan yang nyiapin baju aku." Arta yang sibuk mengeringkan rambut Relly dengan hair dryer, lagi-lagi tersenyum lembut. "Udah ah. Enggak mulu suami yang harus dilayani. Istri juga harus dilayani. Mbul, mungkin banyak di luaran sana laki-laki yang akan marah jika tidak dilayani sang istri untuk menyiapkan kebutuhannya. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, kamu emang istri aku, tapi aku tidak menuntut kamu untuk menyiapkan keperluan aku, selagi aku bisa aku bisa menyiapkan sendiri, apalagi aku tahu lelah, Mbul. Aku ingin memuliakan kamu, Mbul." Relly tersentuh mendengar ucapan sang suami. Dia membalikkan badannya dan memeluk perut suaminya dengan erat. Aroma maskulin benar-benar bisa membuat dirinya tenang. Dia mendongak menatap suaminya yang saat ini tangannya mengelus rambutnya yang sudah kering. "Terima kasih. Tapi, mulai sekarang biar aku yang menyiapkan keperluan kamu. Apapun yang kamu butuhkan, bilang aja sama aku. Aku ingin jadi istri yang baik. Semisal nanti ada sesuatu yang kurang berkenan dihati kamu, kamu harus bilang sama aku. Apapun itu. Kamu harus bilang, jangan ada yang di sembunyikan jika ada yang salah dan ada yang membuat kamu enggak nyaman sama aku." Arta gemas dengan wajah serius Relly, dia mencubit hidung Relly dengan pelan. "Iya, iya, iya, siap istrinya Arta Anugrah yang tampan Enggak ada duanya." Relly terkekeh pelan. "Tapi kamu harus ingat, kamu juga harus bilang jika ada sesuatu yang kurang berkenan di hati kamu. Aku juga enggak akan maksa kamu jika kamu sedang lelah untuk menyiapkan keperluan aku." Relly mengangguk. "Oh ya! Obatnya udah di minum?" Relly terdiam sejenak kemudian mengangguk pelan. "Harus ya?" Tanyanya sedikit kecewa. Arta mengelus rambut istrinya dengan senyum manis guna memenangkan istrinya. "Kita udah bahas kan? Kamu juga tahu alasan aku kenapa harus nunda punya bayi dulu. Jadi jangan dibahas lagi ya?" Relly tersenyum tipis kemudian mengangguk. "Kamu udah masak?" Arta mengangguk semangat. Relly menarik nafas dalam. Dia tahu apa yang akan dia makan nanti. Apalagi kalau bukan mie instan Yang katanya makanan favorit seorang Arta Anugrah yang gantengnya tiada duanya. Jangan kira Arta sosok suami yang bisa masak, Relly akan menjawab dengan tegas, tidak! Arta hanya bisa membuat telur ceplok dan mie instan, makanan favoritnya. "Mulai besok biar aku yang urus dapur ya?" "Kamu kan udah harus mulai kuliah besok. Masa kamu juga yang harus masak, sedangkan kamu harus kuliah. Nanti kalau kamu capek gimana? Aku enggak mau kamu capek, apalagi kamu sampai kamu sakit. Aku enggak mau. Biar aku nyari pembantu aja ya? Biar ada yang ngurus rumah sama masak?" Relly tentu menggeleng. Ibu panti selalu mewanti-wanti jika sudah bersuami, harus bisa membuat suami senang dalam hal apapun, apalagi soal makanan, Relly Ingin Arta menjadi semakin cintai dengan dirinya dengan dia yang memasak untuk sang suami. "Aku udah biasa masak di panti. Kamu tahu itu kan? Jadi biar aku yang urus dapur. Itu udah jadi tugas aku sebagai istri, untuk memanjakan lidah suami dengan masakan yang enak." "Tapi aku takut kamu kelelahan," ujarnya sendu. Relly tersenyum manis. Perhatian Arta memang terlalu berlebihan, namun itu membuat dirinya senang. "Arta anugrah yang gantengnya tiada duanya. Percaya dong sama istrinya, masa Enggak yakin kalau istrinya bisa," ujarnya dengan kekehan pelan. Arta mengerucutkan bibirnya. "Tapi janji ya? Kalau kamu capek harus bilang sama aku." Relly mengangguk. Arta menunduk mencium kening Relly dengan lembut. "Kita sarapan yuk!" Relly bangkit dan segera menarik tangan Arta untuk segera turun ke bawah. *** Sepasang suami istri itu tengah berpelukan di ruang keluarga. Tatapan mereka tertuju pada televisi yang menyala, menampilkan sosok Arta yang tengah beradu akting dengan lawan mainnya. Arta banyak membintangi film romance komedi, sosoknya yang ramah kepada semua orang tak luput membuat dirinya digilai kaula muda dan emak-emak. "Besok aku anter kamu ya?" Relly yang tengah memakan camilan kesukaannya pun mendongak. "Aku bisa sendiri. Lagi pula ada sopir, sama Danu yang bisa antar aku." Arta mengerucutkan bibirnya. Dia sebenarnya ingin mengantar Relly untuk memberikan semangat kepada istrinya yang akan masuk jenjang perkuliahan, namun malah di larang oleh istrinya. Relly menggenggam tangan Arta dengan lembut. "Kamu tahu kan? Kamu itu artis tampan yang tidak ada duanya, dan belum ada yang tahu kamu sudah menikah. kalau kamu anterin aku yang ada aku bakalan di hujat sama mereka. Kamu mau aku terpuruk gara-gara hujatan mereka?" Dengan spontan Arta menggeleng. "Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa," ujarnya seraya mengelus rambut Relly. "Kalau gitu kamu enggak usah anterin aku, ya?" Dengan ketidakrelaan Arta mengangguk. Dia memeluk Relly dengan erat, menggumamkan kata cinta dan sayang kepada istrinya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD