part 3

692 Words
Malam berikutnya, hujan kembali turun. Sebuah van hitam melaju pelan di jalan industri dekat pelabuhan utara. Di dalamnya, Ezra memeriksa senjatanya, sementara Haily memantau layar laptop yang terhubung ke drone kecil di udara. Haily : “Penjagaan normal. Dua regu di luar, kamera di empat titik, jalur patroli berganti tiap lima menit.” Ezra : “Terlalu rapi.” Haily : “Kenapa?” Ezra : “Karena dunia nyata tidak pernah serapi itu… kecuali ada yang menunggumu datang.” Haily terdiam. Tatapannya cepat berpindah ke layar, mencoba menemukan kejanggalan. Drone menyorot gerbang besi besar yang terbuka sedikit. Di dalamnya, sebuah gudang terlihat sepi. Terlalu sepi. Ezra melompat turun dari van, bergerak cepat menuju gerbang. Haily mengawasi dari jarak aman, jari-jarinya siap menekan tombol untuk mematikan listrik gedung jika dibutuhkan. Ezra menyelinap ke dalam. Lorong-lorong kosong berbau logam berkarat. Kotak-kotak peti kemas tersusun rapi, membentuk lorong sempit seperti labirin. Ia menekan earpiece. Ezra : “Aku di dalam. Mulai cari server pusat.” Haily : “Salin semua data, lalu keluar. Jangan—” Tiba-tiba, suara klik terdengar di belakangnya. Ezra menoleh — tiga pria bersenjata laras panjang berdiri di ujung lorong, senjata terarah tepat ke dadanya. Lampu-lampu di gudang menyala semua. Dari balik peti kemas, puluhan pria bersenjata bermunculan, mengepungnya. Di telinga Ezra suara Haily terdengar panik. Haily : “Itu jebakan! Mereka sudah tahu kau datang!” Ezra : “Terlambat.” Lalu suara sirene meraung, dan baku tembak pecah. Ezra melompat ke balik peti kemas, menarik pistol dari sarungnya. Peluru menghujani dinding logam, memantul seperti hujan besi. Ia membalas tembakan cepat — dua lawan tumbang. Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Haily, di luar, menekan tombol di laptopnya. Seluruh lampu gudang padam. Kegelapan total memberi Ezra keunggulan. Dengan gerakan cepat, ia berpindah posisi, memanfaatkan pantulan suara untuk membingungkan lawan. Dalam hitungan detik, ia sudah berada di pintu keluar belakang. Begitu melangkah keluar, Haily sudah menunggu di atas motor sport hitam. Haily : “Naik!” Ezra : “Kita harus bicara tentang ‘rencana aman’ milikmu.” Motor meraung, melesat menembus hujan deras. Di belakang mereka, suara tembakan dan teriakan masih terdengar samar. Tapi Ezra tahu — musuh sekarang sudah resmi tahu bahwa dia kembali. Dua hari setelah insiden di pelabuhan, Ezra dan Haily berada di sebuah dermaga kecil di Balikpapan. Kapal nelayan tua yang mereka sewa berderit pelan saat dihantam ombak. Haily menatap peta lusuh di tangannya. Haily : “Koordinat terakhir dari data server itu ada di pedalaman Kalimantan Timur. Dekat Sungai Mahakam.” Ezra :“Gudang senjata di tengah hutan? Pintar… tak ada saksi, tak ada gangguan.” Ezra meraih tas hitam berisi senjata dan peralatan. Kapal mulai bergerak, meninggalkan dermaga, perlahan mengarah ke sungai lebar yang membelah hutan. Suasana berubah drastis saat mereka memasuki pedalaman. Air sungai berwarna cokelat pekat, dikelilingi pepohonan raksasa yang menjulang, akar-akar besar mencengkeram tepian. Suara burung dan serangga bercampur dengan deru mesin kapal. Di tengah perjalanan, Haily memicingkan mata. Haily : “Kau dengar itu?” Ezra : “Apa?” Seketika, suara mesin lain terdengar dari arah belakang. Dari tikungan sungai, sebuah kapal barang besar muncul, catnya terkelupas, tapi dek atasnya dipenuhi pria bersenjata. Ezra : “Sepertinya tuan rumah sudah tahu kita datang.” Kapal barang itu mendekat cepat. Suara tembakan meledak di udara, peluru menghujani air di sekitar mereka. Ezra meraih senapan dari tas, membalas tembakan sambil berjongkok di dek. Salah satu penyerang mencoba melompat ke kapal mereka, tapi Ezra menendangnya tepat ke sungai. Haily : “Kita tak akan bisa kabur dengan kapal nelayan ini!” Ezra : “Kalau begitu, kita ambil kapal mereka.” Ezra melompat ke kapal musuh, bergulat dengan dua pria bersenjata sekaligus. Teriakan bercampur suara tembakan dan dentingan logam. Haily mengarahkan senapan dari kapal kecil, menembak tepat waktu untuk menyelamatkan Ezra dari serangan belakang. Setelah beberapa menit pertarungan brutal, Ezra berhasil mengambil alih kemudi kapal barang itu. Haily melompat ke dek, wajahnya basah oleh hujan dan percikan air sungai. Haily : “Kita kemana sekarang?” Ezra : “menyusuri sungai… sampai ke sumber masalah.” Kapal besar itu melaju menembus hutan rimba, meninggalkan bangkai kapal nelayan mereka yang perlahan tenggelam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD