04

1063 Words
Dari semalam Kanaya terus memikirkan tentang cowok yang akan dibawanya ke pernikahan mantannya. Sampai saat ini dia belum menemukan orang yang pas. Padahal pernikahan Niko tinggal beberapa hari lagi. Laras juga tidak bisa membantunya lagi karena stok cowok yang sahabatnya kenal itu sudah habis dan sama sekali belum ada yang cocok menurut Kanaya. "Apa gue pilih random aja kali ya, cowok-cowok kenalan Laras kemarin?" Kanaya bergumam sendiri sambil memainkan bolpoin di tangannya. "Ahh ... Jangan! Niko kan punya bakat psikologi, kalo dia tau gue cuma bawa pacar pura-pura ke pernikahannya mau ditaruh di mana muka gue." Lagi-lagi Kanaya berdebat dengan dirinya sendiri, hingga orang-orang di kantor yang melihatnya bingung. "Ngemeng sama siapa lo, Ay? Daritadi komat-kamit gak jelas. Lo gak lagi cosplay jadi dukun, kan?" Raja yang baru saja datang dari arah pintu masuk memperhatikan tingkah Kanaya yang menurutnya sedikit aneh. "Iya gue mau cosplay jadi dukun. Dukun beranak! Lo mau jadi pasien gue, hah?" Kanaya berujar kesal pada Raja. Padahal mood-nya pagi ini sedang terombang-ambing. Kenapa pula dia harus meladeni Raja yang tidak bisa sehari saja tidak julid. "Buset deh! Galak bener!" "Diem lo, ah! Pagi-pagi bikin mood gue makin rusak aja." "Duh, apaan sih pagi-pagi udah ribut. Drama rumah tangga apalagi ini?" Tiba-tiba dari belakang sosok Salma datang menengahi perdebatan Kanaya dan Raja. "Mata lo drama rumah tangga!" "Terus apa dong? Masa gue harus bilang sinetron azab, sih?" Salma cekikikan sendiri yang tak ditanggapi oleh Kanaya maupun Raja. Mereka menganggap hal itu tidak lucu sama sekali. "Awas tuh jatuh ke bawah bibir lo berdua. Manyun mulu," ujar Salma. Kanaya lebih memilih untuk menyalakan komputernya. Masih ada sepuluh menit sebelum jam masuk kantor. Kanaya bisa menggunakan waktunya untuk main f*******: sebentar atau melakukan hal lainnya di PC daripada meladeni orang-orang di kantornya yang kadang kewarasannya dibawah minus 1 derajat. Komputer di depannya menyala, menampilkan wallpaper bawaan PC yang sengaja tak Kanaya ganti. Tangannya bergerak menggerakkan mouse. Men-double klik aplikasi Chrome di PC-nya kemudian iseng mengetikkan sesuatu di sana. Sebuah ide tiba-tiba muncul diotak Kanaya. Apa dia harus mencoba mencari cowok di aplikasi dating? Kanaya mengetikkan salah satu aplikasi dating yang dia ketahui kemudian mencoba untuk login. Namun, gerakan tangannya yang ingin meng-klik “daftar” seketika terhenti. Seputus asa itukah dirinya sampai harus melakukan cara se-ekstrem ini? Kanaya berdiri dari duduknya kemudian menghampiri meja Salma yang berada di sebelahnya. "Sal, nanti malem lo sibuk, gak?" Salma yang sedang fokus mengetikkan layar di komputernya menghentikan aktivitasnya kemudian berbalik menghadap Kanaya. "Kenapa emang?" "Ke klub, yuk!" Kanaya memang bukan anak-anak lagi, tetapi ke klub adalah hal baru baginya. Seumur hidup, Kanaya belum pernah mencoba alkohol atau sejenisnya. Apalagi alkohol, menginjakkan kaki di bar atau club saja Kanaya tidak pernah. Itu karena didikan dari orang tuanya yang membuat Kanaya tidak berani masuk ke dunia malam. Namun, entah dorongan setan dari mana, rasa penasaran itu tiba-tiba muncul. Sepertinya Kanaya terlalu menekan perasaannya untuk bersikap baik-baik saja di depan semua orang. Padahal dirinya juga butuh pelampiasan. Diputuskan oleh Niko ternyata menimbulkan efek sedahsyat ini. Bagi Kanaya yang sangat menghargai arti dari setiap hubungan, ditinggalkan dengan alasan yang tidak masuk akal cukup membuat hati Kanaya tersentil. Apalagi Niko yang notabene adalah cinta pertama dan teman “dekat”-nya dari zaman kuliah. Keabsenan pria itu di dalam hidupnya cukup memberikan dampak “parah” bagi hidupnya. Apalagi tekanan dari keluarganya yang mulai curiga dengan keabsenan Niko ke rumah Kanaya. Ibunya sering menanyakan kepada Kanaya soal Niko dan sampai saat ini Ibu belum tahu kalau dirinya dengan Niko sudah tidak bersama lagi. "Gue gak salah denger?" Raja yang tak sengaja mendengar percakapan mereka ikut mengomentari. Pria itu bahkan sampai menghentikan aktivitas mengetiknya dan menarik kursi mendekat ke arah kubikel Salma. "Benerlah!” "Lo lagi ada masalah apa, sih? Tumben banget kayak gini?” Salma memutar kursinya menghadap Kanaya. “Abis putus paling sama pacarnya. Itu pasti kemaren matanya bendul gara-gara habis marahan,” tambah Raja. “Dih, sok tahu lo!” Kanaya menyahuti Raja sewot. “Tapi, bener, kan? Bener, gak?” cecar Raja. Kanaya hanya diam. Tak membantah perkataan Raja, yang sialnya separuhnya memang benar. “Gue bilang juga apa. Dua tahun lo berakhir dia-sia cuma buat habisin waktu sama cowok kayak dia. Cari cowok minimal yang gantengan dikitlah. Kayak gue misalnya. Mukanya aja mirip buronan gitu, masih aja mau dipacarin.” “Najis! Narsis banget lo, Ja. Ya udah, lo aja yang jadi pacarnya Aya, Ja.” Tiba-tiba Mbak Ana ikut bergabung membuat suasana kubikel tambah ramai. “Nah! Seratus persen gue dukung kalo itu!” Salma malah ikut mengompori membuat Kanaya mau tidak mau memutar bola mata malas. “Gue kalo nyari pacar milih-milih jugalah, Mbak. Enggak mungkin modelan bocil kayak dia, gue pacarin. Yang ada, gue dikira pedofil.” Kanaya melotot mendengar Raja yang mengoloknya. “Heh! Mulut lo emang minta dicabein ya, Ja?” “Lo jagain deh, Sal, anak satu ini. Mala mini gue gak bisa ikut karena harus jemput suami yang baru pulang dinas dari luar kota. Spill aja nanti ceritanya ke gue. Oke?” Salma mengacungkan jempolnya pada Mbak Ana. “Siap, Mbak. Gue bakal nerapin prinsip pantang pulang sebelum dapetin cogan buat Aya nanti.” “Gue gak nyari cowok!” Kanaya protes tidak terima ketika dituduh mencari cowok di klub. Padahal tujuannya kan hanya ingin melampiaskan kekesalannya. “Udah, deh, Ay. Gue tahu kok apa yang lo rasain. Udah, serahin aja sama gue. Tenang aja. Sebagai teman yang baik, gue bakal nemenin lo dan ngajarin lo betapa nikmatnya dunia malam itu.” “Cewek sesat!” teriak Raja. “Eh, tapi gue juga ikut, deh, nemenin Aya. Itung-itung perdana nonton seorang Kanaya Atmajaya nyicipin alkohol.” Raja berkata sambil menarik-turunkan alisnya. Menggoda Kanaya. “Aish, rese, nih, kalo orang satu ini ikut. Awas aja, ya! Jangan macem-macem lo!” “Tenang aja, Dek. Nanti di sana gue bakal ajarin lo gimana cara mikat hati cowok. Biar lo cepet move on dari mantan lo itu.” “Jangan diajarin yang sesat-sesat anjir, Ja!” Mbak Ana memprotes Raja. "Tenang aja, Mbak. Serahin semuanya sama gue." "Gue malah khawatir kalo semuanya diserahin sama lo. Muka lo kayak gak meyakinkan gitu soalnya." "Astaghfirullah, Mbak, jangan suuzon mulu sama gue kenapa. Terzolimi banget gue di sini." "Tuh, kan, mulai lagi dramanya. Jadi makin gak yakin gue." Kanaya ikut menimpali. "Sialan lo!" Raja mendengus membuat Kanaya dan Mbak Ana tertawa ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD