BUCKET LIST - 02

1290 Words
INDIRA'S BUCKET LIST - 02 Di hari Minggu yang cerah ini, Denis dan Ira terlihat sudah rapi dengan baju yang sangat serasi, yaitu baju bercorak batik yang dulu sengaja dijahit untuk menghadiri acara-acara penting seperti saat ini. Karena mereka berdua akan pergi ke acara pernikahan dari salah satu anak tetangga yang diadakan di gedung serba guna yang sering disewa oleh semua penduduk di sana saat akan menggelar sebuah acara. Sebenarnya Indira turut diundang juga, tapi ia sengaja ingin pergi agak siangan, tepatnya saat akad nikahnya sudah benar-benar selesai, dan kedua mempelai pun sudah berganti pakaian untuk langsung memulai acara resepsi pernikahan. Namun, tanpa diduga, ternyata Mahanta dan Siera juga akan pergi ke acara itu sekarang. Sehingga mereka berdua pun mampir terlebih dahulu ke rumahnya Denis dan Ira untuk menitipkan Sabrina di sana. Karena anak itu tadi sempat menolak saat ingin dipakaikan gaun selutut khas anak-anak. Sedangkan Hilda, ibunya Mahanta, sudah pergi duluan ke acara pernikahan yang akan mereka hadiri sekarang. Sehingga Mahanta dan Siera pun tidak tahu harus menitipkan putri mereka kepada siapa selain kepada penghuni di rumah sebelah, alias di rumahnya Denis dan Ira. Berhubung Denis dan Ira juga sudah ingin pergi, jadi Indira dan Mika lah yang harus menjaga Sabrina saat ini. Karena Genta akan pergi bersama teman-temannya sebentar lagi. “Kalau dia minta es krim, jangan dikasih.” Indira langsung menganggukkan kepalanya ke arah Siera. Tetapi, Sabrina yang mendengar ucapan ibunya itu barusan, segera menyahut saat itu juga. “Tapi, Mama ... kenapa aku gak boleh makan es kerrrim?” tanya Sabrina yang sudah amat sangat fasih mengucapkan huruf R. Anak berumur tiga tahun itu tampak mendongakkan kepala ke arah ibunya. “Kan aku enggak lagi sakit.” Siera lantas menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungilnya Sabrina sembari memegang bahu anak itu dengan kedua telapak tangannya. Kemudian, ia pun menggelengkan kepalanya dengan gerakan pelan. “Enggak boleh pokoknya, karena ini masih terlalu pagi buat makan es krim. Kan Papa udah bilang, enggak boleh makan es pagi-pagi.” “Berarti kalo udah siang, boleh?” Mahanta langsung tertawa begitu mendengarnya, sementara Siera mencoba untuk tetap bersabar menanggapi pertanyaan dari putrinya. Karena ia tahu kalau obrolan seputar es krim ini akan berlangsung cukup lama. *** Saat ini Indira sudah selesai berdandan sekaligus berganti pakaian. Karena ia akan segera pergi ke kondangan. Sedangkan si kecil Sabrina sudah diambil kembali oleh kedua orang tuanya, lantaran Siera dan Mahanta segera pulang begitu selesai menghadiri acara akad nikah yang tadi mereka hadiri bersama. Indira tampak pergi sendirian ke gedung tempat acara itu diselenggarakan, karena ia memang tidak memiliki pasangan. Sementara Malika—sahabat karibnya sekaligus adiknya Mahanta yang tinggal di sebelah rumahnya—saat ini sedang tidak ada di rumah, karena perempuan itu sedang ikut pergi bersama keluarga besar calon suaminya yang berasal dari Sumatra. Terakhir kali mereka saling bertukar pesan, kira-kira minggu depan baru Malika akan bertolak pulang. Indira lantas mengembuskan napas pelan begitu ia sudah sampai di tempat tujuan. Seperti perkiraannya, tempat itu pasti sangat ramai. Dan entah hanya perasaannya saja, atau memang sungguhan, rasa-rasanya semua orang di sana malah mengalihkan perhatian kepada dirinya yang saat ini baru saja datang sendirian. Seharusnya ia tadi mengajak Mika untuk ikut serta. Bukannya malah nekat datang sendirian, dan menyuruh adik bungsunya itu untuk menjaga rumah. Indira tampak memamerkan senyum kikuk di bibirnya setelah selesai mengisi buku tamu yang tersedia di meja sekaligus meninggalkan kadonya di sana. Setelah itu, Indira pun mulai bertanya di mana keberadaan orang tuanya kepada salah satu panitia yang tak sengaja melewati dirinya. Untung saja panitia itu sempat melihat keberadaan Denis dan Ira yang ternyata sudah duduk terpisah, jadi Indira tidak perlu repot-repot lagi untuk menatap ke segala penjuru ruangan demi bisa menemukan keberadaan kedua orang tuanya. Begitu sudah sampai di salah satu meja yang dihuni oleh Ira, dan beberapa orang ibu-ibu yang sebaya dengannya, serta anak-anak gadis mereka yang baru beranjak remaja, Indira langsung mencolek pelan bagian lengan atas milik ibunya. Ira lantas tersenyum lebar, dan segera menyuruh Indira untuk duduk di atas kursi kosong tepat di sampingnya. Karena ia memang sengaja mengosongkan kursi yang satu itu untuk putrinya. Lalu, Indira pun mulai sedikit membungkukkan tubuhnya sambil menyapa para ibu-ibu yang juga duduk semeja bersama mereka. Baru setelah itu, Indira duduk tenang di atas kursi yang telah disediakan khusus oleh ibunya. “Lama gak kelihatan, sekarang Indi makin cantik aja ya?” celetuk salah satu ibu-ibu yang duduk di sana. Indira hanya tersenyum kecil sembari mengucapkan terima kasih atas pujian yang baru saja diterima olehnya saat ini. “Kamu pake skin care apa sih, Sayang?” tanya salah satu ibu-ibu yang duduk tepat di sampingnya Indira sambil merangkul sebelah tangannya. “Anak saya tuh, lihat, bekas jerawatnya gak hilang-hilang. Padahal dia pake skin care yang mahal. Satu set produk Warbiyasah.” “Kamu tahu kan seberapa mahalnya skin care merek Warbiyasah?!” todong si Ibu kepada Indira yang saat ini masih setia dirangkul olehnya. Namun, Indira malah menggelengkan kepalanya. Karena ia memang tidak mengetahui berapa harga semua produk kecantikan yang sering berseliweran di iklan, kecuali harga produk yang rutin ia gunakan. Ibu itu langsung mendesah dengan raut wajah sabar, atau lebih tepatnya lagi sedang menahan rasa sebal. “Tapi skin care yang mahal gitu memang lama bereaksinya, Jeng. Apa lagi kalo baru habis sekali, terus gak beli-beli lagi.” Lalu ibu-ibu yang lain mulai menimpali kalau memakai produk kecantikan itu harus rutin, bahkan ada juga yang menawarkan produk lain untuk membantu menyelesaikan masalah bekas jerawat yang mungkin bisa dicoba oleh anak perempuan ibu yang tadi. Sementara Indira malah sibuk mengamati. Karena beberapa teman sebayanya yang datang ke acara ini terlihat sudah membawa pasangan mereka masing-masing. Entah itu suami, calon suami—karena sudah sempat dilamar secara resmi, atau pasangan yang masih berstatus sebagai pacar mereka saat ini. Pokoknya, tidak datang sendiri. Sejujurnya Indira merasa sedikit iri, dan tolong garis bawahi kata ‘sedikit’. Karena teman sebayanya yang membawa pasangan mereka ke acara ini tidak perlu terjebak di antara perkumpulan ibu-ibu rempong seperti dirinya saat ini. Meski ia bisa saja pergi dari meja ini, tapi ... itu artinya ia akan sendirian, dan hal itu malah akan terlihat lebih menyedihkan di mata orang-orang yang haus akan bahan gosip murahan. Indira lantas menghela napas pelan. Ia ingin mengeluarkan ponselnya dari dalam tas kecil yang dibawanya, tapi sebelah tangannya tidak bisa bergerak. Karena tangan itu masih dirangkul—atau lebih tepatnya lagi dikepit di dekat ketiak—oleh ibu-ibu yang duduk di sampingnya. “Eh terus kamu pakenya skin care apa dong?” si Ibu yang tadi malah bertanya kepada Indira lagi. “Jangan bilang cuma pake air wudhu aja ya? Soalnya saya gak akan percaya,” sambungnya dengan sedikit nada bercanda. Kontan saja hal itu membuat Ira serta beberapa orang lainnya tampak tertawa, dan Indira mulai menggelengkan kepalanya. “Gak kok, Bu. Saya cuma rajin pake facial foam sama pelembap merek low-frée,” jawab Indira. Ibu itu pun langsung terperangah, dan kembali mengamati wajahnya Indira untuk yang kesekian kalinya. “Masa sih?” tanyanya yang benar-benar merasa tak percaya. “Kan produk itu harganya cuma dua belas ribu.” “Iya gak sih, Jeng?” sambungnya sambil menatap ibu-ibu yang lain. “Maaf ya kalo saya salah. Soalnya saya gak pernah beliin anak saya skin care harga murah.” “Gak pernah beli skin care harga murah, tapi bisa tahu harganya ya, Bu?” Indira lantas menarik pelan tangan kirinya yang sejak tadi berada di dekat ketiak ibu-ibu yang duduk di sampingnya, lalu ia pun menatap jam tangan yang melingkar di sana. Selanjutnya, Indira bertanya apakah mereka semua sudah menyantap hidangan yang tersedia, karena ia ingin mengisi perutnya sekarang juga, lantaran sebentar lagi ia harus pulang ke rumah sebelum bersiap-siap kembali ke indekosnya, karena besok ia sudah akan kembali bekerja. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD