Duduk berduaan dalam satu ruangan dan bermalam di rumah calon suami merupakan pengalaman baru untuk Bella. Apalagi Bella mulai mempelajari sisi Ivan yang usil jika sedang berduaan dengannya. Bella merasa ada sesuatu dalan diri Ivan yang ia sukai, hanya saja dirinya masih belum bisa menebak alasan ia menyukai seorang Ivan yang terbilang kilat.
Seperti sekarang, dalam hatinya Bella kesal dengan tingkat percaya diri Ivan, tapi juga hatinya tergelitik bahagia melihat nama yang disimpan Ivan dalam kontak ponselnya tapi tidak mungkin ia tunjukkan rasa bahagianya itu.
Bella memutar bola matanya dengan rasa jengah, Bella meletakkan kembali ponsel dan gelasnya bersamaan. Rasa kantuk mendera, terlihat saat Bella menguap.
“Kalau sudah ngantuk, tidur saja. Anak-anak udah di alam mimpi. Mereka seneng banget hari ini. Baju tidur mami aku, muat kan?”
Tidak mau memperpanjang masalah menginap, Bella hanya mengangguk saja, kemudian berdiri untuk bersiap menuju kamarnya. “Hem, aku mau tidur. Permisi.”
“Besok pagi kita mampir ke rumah kamu buat ganti baju, terus langsung ke butik untuk fitting.”
“Hem.” Lalu berjalan hendak meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba Bella tangan Bella ditarik hingga tubuhnya membalik, kemudian merasakan ada yang menekan kedua sisi pipinya, siapa lagi kalau bukan Ivan.
“Iya, begitu kalau jawabin calon suami.”
Mata Bella membulat besar karena tindakan Ivan membuat wajah mereka berdekatan kembali. Sedikit saja memajukan wajahnya, hidung mereka pasti bersentuhan.
“Jadi, besok aku antar kamu, Mami Sin dan anak-anak pulang buat ganti baju dulu, terus kita ke butik sama-sama buat fitting. Oke?”
Tangan Ivan masih mendekap pipi Bella, matanya menatap dengan wajah menyeringai usil menunggu jawaban Bella lagi.
“Iya, Pak calon suami.” Jawab Bella menyerah dengan sikap Ivan.
“Nah, begitu kan enak di telingaku.”
Bella beralih kemudian melangkah menuju kamar di mana anaknya sudah tidur. Ivan menemaninya sampai di depan kamar.
Merasa kikuk karena Ivan masih menemaninya berdiri di dekatnya, Bella pamit.
“Udah, sana masuk kamar! Aku juga ngantuk, mau tidur sekarang.”
Baru saja tangan Bella memegang gagang pintu, Ivan memegang bahu Bella dan memutar tubuh Bella menghadapnya. Kemudian mengecup kening Bella dengan lembut.
“Good night, my Ella. Sweet dream.”
Kemudian Ivan membisikkan sesuatu di telinga Bella.
“I love you.”
Ucapan Ivan membuat Bella mematung masih menyaring ucapan Ivan yang berhasil membuat jantungnya berpacu. Ivan perlahan memundurkan kepalanya dengan mata menatap lembut, mengecup bibir Bella, mengecap rasa manis yang menjadi candu bagi Ivan sejak ciuman pertama mereka. Lalu menyudahinya dengan kelembutan masih dengan tatapan hangatnya.
“See you tomorrow, Hunny.” Hunny itu plesetan dari honey atau panggilan sayang.
Ivan meninggalkan Bella yang masih mematung di depan pintu kamarnya.
Bella kembali memegang ke arah jantungnya yang masih berdetak kencang tidak karuan, sambil melihat punggung Ivan yang sedang berjalan meninggalkannya.
‘Tadi dia bilang I love you. Secepat itu dia jatuh cinta sama gua? Terus kenapa setiap kali dia cium bibir, gua cuma diam kaya patung sih, malah ini jantung yang kejang-kejang. Apa gua juga sudah jatuh cinta sama dia yah. Ah enggak mungkin, cuma kebawa suasana aja pasti.’
Bella membalikkan badan, baru saja tangannya ingin memegang gagang pintu kamar, ia merasakan pinggangnya disentuh, tubuhnya berputar.
Bella terjengkit kaget.
“Eh!”
Belum sempat bersuara, bibirnya di bekap oleh bibir Ivan yang menciumnya dengan hasrat, kali ini melumatnya lebih dalam. Mata Bella membelalak, tangannya berusaha melepaskan diri dari dekapan Ivan, namun sia-sia karena kalah tenaga.
Perlahan, Bella ikut terbuai dengan lumatan di bibirnya, memejamkan matanya, membiarkan Ivan mencumbu bibirnya karena tanpa disadari, dirinya ikut terlena dalam pagutan bibir Ivan, bahkan tubuh Bella sampai melentik ke belakang, menyamakan ciuman Ivan yang begitu dalam.
"Ehm." Suara desahan mengalir begitu saja dari mulut Bella.
Ivan melepaskan ciumannya sembari mengatur nafas, karena sadar jika ia teruskan, bisa-bisa Bella akan dibawa masuk ke dalam kamarnya, dan ia tidak menginginkan reputasinya rusak di depan Bella.
"I love you."
Wajah Bella sudah merona, rasa panas menjalar di seluruh tubuhnya. Tangannya masih didekap Ivan. Ingin rasanya menampar pipi pria yang sudah beberapa kali mencuri ciuman bibirnya. Meskipun bukan yang pertama, tetap saja membuat perasaan Bella rancu. Mau marah tapi sulit, mau menolak tapi dirinya menikmati.
“Kalau muka kamu begini terus, kita nikah besok saja , yuk!”
“Hahh! Ngaco kamu.” Cepat-cepat Bella masuk ke dalam kamarnya.
Berdiri membelakangi pintu, memegang bibirnya yang terasa bengkak.
‘Astaga, perasaan apa ini.’
***
Seperti yang dijadwalkan Ivan. Pagi hari setelah sarapan, mereka pulang sebentar ke rumah Bella, mengganti pakaian, kemudian berangkat lagi ke butik untuk fitting pakaian pengantin dan baju keluarga.
Bella memilih gaun simple tanpa ekor berwarna putih dengan aksen lengan Sabrina dengan lapisan tule bertabur Swarovski. Bagi Bella harga gaun yang dipakainya terlalu berlebihan, namun karena gaun ini adalah pilihan calon mertuanya, Bella sungkan menolaknya.
Bella dan Ivan keluar dari tirai bersamaan.
“Kamu cantik sekali Bella. Ivan juga ganteng banget. Orang-orang pasti mengira kamu itu baru berumur 20 dan 25 tahun. Yang satu imut, satunya lagi gagah banget.” Seru Miranda.
Sintia menimpali. “Kalian berdua memang serasi, bahkan kalau Mami perhatiin, kalian itu mirip loh.”
“Yes, I’m the luckiest man in this earth.”
Bella menyikut kecil pinggang Ivan saat Ivan dengan berani mengecup kening Bella dihadapan kedua mami mereka.
“Aw, sakit, Hun. Suka banget deh kalau ngak nyubit, nyikut.”
“Makanya jangan nyosor aja. Mulut disekolahin dulu kalau mau ngomong.” Jawab Bella sedikit berbisik.
Kemudian Ivan membalas bisikan Bella dengan bisikan. “Mau disekolahin sekarang di ruang ganti sekarang? Aku mau banget.”
Bella tidak habis pikir dengan perangai Ivan yang begitu usil dan nakal namun selalu berhasil membuat darahnya mendesir, seperti anak remaja yang senang dirayu cowok incarannya.
Pemandangan tersebut tidak lepas dari perhatian Sintia dan Miranda yang segera tertawa menganggap hal itu sebagai kemesraan anak mereka.
“Yeay, Mami jadi plincessnya Uncle Ivan. Mami cantik banget.” Seru Jess.
“Jadi nanti kita panggilnya Papi Ivan, kapan?” Tanya Josh.
Ivan menyamakan tingginya dengan dua anak sambungnya.
“Panggil sekarang juga boleh kok. Iya kan, Mami?”
Ivan menatap Bella dengan senyuman usil karena berani memanggilnya dengan sebutan mami di depan kedua anak Bella, sedangkan mata Bella membulat dengan ucapan Ivan barusan.
Jess menarik kecil baju pengantin yang dipakai Bella.
“Boleh kan, Mami?”
“Iy..Iya.” Jawab Bella dengan terpaksa, terjebak dalam situasi ini.
“Yeay, Papi Ivan! Kita punya papi lagi.” Teriak Josh dan Jess berbarengan.
Miranda ikut menimpali momen bahagia ini.
“Kalau begitu kalian juga jadi cucu Oma.”
“Kan panggilnya tetap Oma. Jadi kita punya dua oma yah.” Jawab Josh.
Setelah Bella dan Ivan selesai dengan fitting pakaian pengantin mereka, giliran para mami dan dua bocah ikut fitting.
Tentu saja melihat Josh dan Jess tertawa girang membuat suasana semakin menyenangkan karena Jess belum pernah merasakan memakai gaun princess impiannya. Ivan meminta agar gaun yang dipakai Jess sekarang nantinya akan di rombak menyerupai gaun ballgown cinderela kesukaan Jess. Sedangkan Josh akan memakai model tuxedo yang sama dengan yang dipakai Ivan.
Sudah di putuskan kalau pernikahan mereka hanya di hadiri oleh mereka saja sebagai saksi di prosesi nanti.
Tadinya Miranda masih ingin mengajak Sintia dan kedua calon cucunya pergi ke mall untuk makan siang, namun di tolak oleh Bella dengan alasan anak-anaknya harus istirahat karena besok akan sekolah.
Ivan memesan makanan ke rumah Bella, mereka akan makan siang bersama di sana lalu pulang. Idenya terbesit agar sang mami tidak merasa kecewa. Bahkan Miranda sudah berhasil memaksa Sintia ikut pindah ke rumah mereka yang mulai direnovasi besok
Setelah selesai makan siang, Ivan dan Miranda hendak pamit pulang, namun Jess merengek minta ditemani Ivan sebentar lagi. Bella sendiri terkejut dengan sikap manja Jess yang berlebihan kepada Ivan.
“Jess mau sama Papi Ivan. Jess masih kangen sama Papi Ivan.”
“Jess, Papi Ivan harus pulang dulu, anak manis enggak boleh memaksa yah.” Rayu Bella.
Ivan yang selalu terpedaya oleh rengekan Jess, mengangkat gadis kecil itu dalam gendongannya.
“Gini deh, mulai besok, Papi Ivan bakalan ketemu sama Josh dan Jess setiap sore. Tapi Jess harus janji dulu harus selalu nurut sama Mami. Oke?”
Jess mengangguk, tapi masih menyandarkan kepalanya di bahu Ivan. Merasa tidak tega, dan Ivan bisa melihat kalau Jess sudah mengantuk dari mata sendunya. Naluri Ivan bergerak,ia duduk kembali, masih dengan posisi Jess bersandar di bahunya.
Perasaan Bella menghangat melihat interaksi Ivan dengan putrinya. Selama ini Jess mulai sulit untuk di ajak tidur siang, namun kehadiran Ivan membuat putrinya mengeluarkan sisi manja yang selama ini selalu ia dapatkan dari Jackson.
Benar saja, tidak sampai sepuluh menit, terdengar bunyi nafas teratur dari Jess yang sudah tertidur pulas. Perlahan Ivan berdiri sambil menggendong Jess, membawanya ke dalam kamar lalu membaringkannya di ranjang. Ivan mengecup kening Jess untuk pamit.
“See you tomorrow, Jess.”
“I love you, Papi Ivan.” Membuat Ivan terperangah sejenak mematung sambil memperhatikan raut wajah anak laki-laki itu dalam cahaya remang.
Ternyata Jess mengigau, Ivan tersenyum sambil mengusap lembut kepala Jess yang akan menjadi putrinya nanti.
“Papi juga sayang sama Jess. I love you more, Jess.” Kemudian pulang bersama Miranda.