Bab 15. Yang Dilakukan Orang Dewasa

1549 Words
Katakanlah Bella belum mempunyai perasaan mendalam pada Ivan, namun kenyataannya berbeda dari yang ia pikirkan. Baru saja Ivan mengacuhkan dirinya, perasaan Bella bagai di cabik-cabik sakit rasanya hingga berhasil membuatnya menangis. Bahkan pelukan dan permintaan maaf Ivan seakan menjadi obat luka di hatinya yang terasa hangat dan manis. Ivan sendiri merasa lega karena Bella sudah tidak marah malah bergelayut manja dalam pelukannya. Ivan terkekeh geli sendiri membayangkan apa yang baru saja mereka lakukan. “Kamu tahu, kita baru menikah sehari, terus udah bertengkar. Dan sekarang aku baru mengerti kata orang tua, dalam pernikahan kalau habis bertengkar terus baikan, suasananya jadi tambah romantis. Tambah berasa makin dekat dan makin belajar saling mengenal.” Bella memukul lengan Ivan masih memperlihatkan bibir cemberutnya. “Aku enggak ngerasa nambah romantis kok. Kamu itu ngeselin kalau lagi ngambek, terus aku itu mudah nangis kalau merasa ada yang marah sama aku. Apalagi bikin aku kesel.” “Berarti aku bener kalau kamu cengeng dong.” “Tuh, kan.” Bella menyebikkan lagi bibirnya. Baru saja Ivan meminta maaf, tapi sudah membuatnya kesal lagi. Namun tidak menyadari kalau rajukannya barusan terlihat manja dan menggemaskan di mata Ivan. Ivan tertawa sambil merekatkan pelukannya, kemudian menjauhkan tubuh Bella untuk berbicara. “Iya, maaf yah. Kita mau ngapain sekarang? Bikin anak belom boleh.” Ucap Ivan dengan polosnya membuat wajah Bella merona. “Mau keluar aja jalan-jalan ke mana gitu, biar kamu ngak bosan.” “Nanti ada yang ngenalin kamu. Lupa kalau belum boleh ketahuan.” “Hem, Kok status kita itu suami istri sah, tapi rasanya kayak kawin lari yah.” “Kan kamu yang setuju persyaratan aku sebelum kita nikah.” “Iya, Ella sayangku. Kita ngobrol saja, cerita-cerita dari hobi, kerjaan, cerita tentang anak-anak kita.” Bella mengerutkan dahinya menatap Ivan. “Anak kita?” Ivan mengangguk. “Josh dan Jess sekarang anak aku juga, berarti aku enggak salah dong aku bilang anak kita.” “Oh, begitu.” “Iya, begitu, Hun.” “Ayo deh, mulai kamu yang cerita sekarang.” Pagi ini mereka menghabiskan waktu mengobrol tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan di kantor, makanan kesukaan dan paling banyak membahas tentang anak-anak. Terlebih Ivan yang lebih banyak bertanya tentang Josh dan Jess, mulai dari tanggal ulang tahun, makanan favorit, hobi, apakah mereka punya alergi dan sederetan pertanyaan lain yang membuat Bella takjub dengan perhatian yang diberikan Ivan. Setelah makan siang, Bella ijin untuk pergi ke mall terdekat untuk membeli pakaian yang nyaman di pakai sampai besok mengingat pakaian yang ditaruh di koper miliknya serba kekurangan bahan. Sebelum berangkat, Ivan memberikan sebuah kartu blackcard ke tangan Bella. Membuat wanita itu tercengang. “Pin nya tanggal lahir, bulan dan tahun kelahiran kamu.” Bella terkejut saat mendengar pin yang diberikan Ivan. Bagaimana mungkin Ivan bisa mengetahui tanggal ulang tahunnya. Kalau sudah begini bukankah mereka benar-benar sudah seperti suami istri betulan. “Sebenarnya, aku bisa memakai uangku sendiri.” Jawab Bella. “Hunny, mulai sekarang, semua yang ada padaku itu juga milik kamu. Bahkan, kalau kamu mau tinggal di rumah saja dan shopping setiap hari, suamimu ini masih sanggup. Kamu dan anak-anak menjadi tanggung jawabku mulai sekarang.” Bella menyeringai nakal, merasa dirinya begitu dimanja. "Oke, kalau gitu aku pakai uang kamu buat belanja. Jangan nyesel yah kalau sampai aku kalap." Tawanya terlihat seperti wanita materialistis yang sedang berusaha untuk memoroti uang suaminya sendiri. Bukannya takut, Ivan malah terkekeh. "Asal kamu ingat punya suami, selalu kasih aku morning kiss dan tidur dipeluk aku. Itu bayarannya." Bella memutar jengah bola matanya. "Hais, baiklah, Pak Suami. Aku pergi dulu, 3 jam lagi aku balik." “Jangan lupa beli gaun cantik buat makan malam.” “Apa perlu sampai beli gaun segala? Aku cuma mau cari baju santai sama baju tidur aja.” “Ngakpapa, beli saja. Pasti dipakai kok.” Ivan mengisi waktu luangnya selama Bella berbelanja dengan membuka laptopnya bekerja kembali. Tentu saja ia tidak membiarkan Bella begitu saja berbelanja dengan tenang. Malam harinya, Ivan menyiapkan candle light dinner di kamar mereka. Saat Bella pergi ke mall, Ivan mengirim pesan lagi untuk membeli sebuah pakaian yang cocok untuk perjamuan makan malam. Awalnya Bella merasa senang karena sudah lama ia tidak belanja ke mall. Namun rasa bahagianya harus memudar karena sikap posesif Ivan. Suaminya itu menghubungi Bella mencari tahu keberadaannya setiap jam. Tentu saja proses mencari pakaian yang tadinya menurut keinginan Bella, akhirnya ia membeli beberapa pakaian di tiap butik yang di beritahu Ivan, karena Ivan sudah menghubungi pemiliknya. Akibat perbuatannya, Ivan mendapat hadiah tatapan sengit dari Bella saat dirinya balik kembali ke hotel dengan beberapa shopping bag belanjaannya. Sedangkan Ivan hanya memberikan cengiran sambil mengeluarkan jurus rayuannya agar makan malam yang direncanakannya tidak gagal. “Aku cuma khawatir sama kamu, takut ada yang macam-macam sama istri aku. Habisnya kamu sendirian di luar sana aku jadi khawatir. Kebetulan yang mau kamu cari aku kenal semua sama pemilik butik di sana, biar ngak makan waktu langsung aku kasih tahu ke kamu aja belinya di mana. Aku bermaksud bantuin kamu shopping loh. Jarang kan ada suami yang mau repot bantuin istri belanja. Tadinya malah aku mau kamu ke butik tas buat ambil satu atau dua tas yang kamu suka.” “Yah, tapi, enggak telepon sampai tiap jam juga. Gimana mau cari bajunya kalau aku enggak bisa rileks karena harus laporan terus. Istri apa sekretaris sih.” “Iya, iya. Sekarang mandi, dandan yang cantik sama dress yang tadi kamu ambil di butik Ibu Wina yah. Nanti kita makan malam, pokoknya kamu belum boleh keluar dari kamar sebelum aku kasih tahu.” Bella masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri, berdandan tipis, karena dirinya bukan penyuka makeup tebal. Anugerah Tuhan yang sudah diberikan di wajahnya juga tidak memerlukan usaha lebih untuknya dalam merias diri. Cukup memakai bedak, perona pipi dan mata. Bella ingin keluar menuju ruang di depan kamar tidur, ia mendengar suara orang lain dan suara Ivan. Tangannya sudah memegang pegangan pintu ruang pembatas antara kamar tidur dan ruang tamu yang sengaja ditutup Ivan. Meskipun didera rasa penasaran namun diurungkan kembali. “Kalau aku buka nanti Ivan ngambek lagi, lagian kejutan apaan sih. Terus kok ada orang lain, dia manggil orang hotel buat apa.” Bella memundurkan langkahnya saat mendengar Ivan mengucapkan terima kasih dan menutup pintu masuk hotel mereka. Lalu terdengar ketukan pintu. “Ella, aku masuk yah.” “Iyah.” Ivan masuk lalu menutup kembali pembatas ruangan itu sambil menatap kagum pada Bella. Gaun hitam di atas dengkul berlengan dengan potongan square neck di bagian leher membuat Bella nampak sexi di mata Ivan. Seringai nakal terbit di bibirnya. “Kok aku bosan yah.” Mata Bella terbelalak, pikirnya melihat reaksi Ivan ia akan mendapatkan perkataan memuji, sayangnya bukan pujian yang ia dapatkan dari Ivan, tapi justru kata-kata tidak menyenangkan. “Mak.. Maksud kamu?” “Iya, aku bosan sama kamu.” Maju selangkah mendekati Bella, lalu berbisik di telinganya. “Karena kamu selalu tampil cantik dengan riasan ataupun tanpa riasan. Aku bosan terus-terusan khawatir kalau istriku pergi sendirian. Kenapa sih mesti cantik kayak gini.” Bella memukul bahu Ivan dengan kesal tapi senang, terlihat dari wajahnya yang sedang tersipu saat ini. “Aku pikir kenapa tadi. Kamu tuh ahli bikin mood orang naik turun yah.” Protes Bella mengulum senyumannya. “Ayo, makan malamnya udah siap.” Kemudian Ivan membuka lebar pintu penghubung kamar mereka. Bella memperhatikan tatanan di meja makan mereka, segaris senyum kembali tersirat di bibir itu. “Ini, kamu semua yang menatanya?” “Yah bukanlah. Tapi aku yang meminta service di hotel ini untuk menyiapkannya waktu kamu mandi tadi. Makanya aku minta kamu jangan keluar dulu.” Ivan mengaku jujur. “Oh, pantesan aku di suruh mandi lamaan terus dandan. Ternyata demi ini semua.” “Hem iyah. Kamu suka? Sebentar aku matiin lampunya biar nambah romantis.” Ivan mematikan lampu ruang makan, membiarkan beberapa lampu kecil menyala di sekitaran ruangan tersebut agar suasana romantis yang di harapkan berhasil. “Suka enggak?” Tanya Ivan sambil memeluk Bella dari belakang. “Ehm, suka. Asal nanti kamu jangan salah ambil makanan saking remangnya lampu di sini. Di terangin juga ngak masalah atau, nyalain lagi beberapa lampu nya.” “Oke, My boss.” Ivan menyalakan lampu yang menyorot hanya di meja makan mereka saja. Saat mereka menikmati suasana makan malam romantis, tiba-tiba Bella meletakkan sendok dan garpunya ke meja. Ia ingin mengucapkan sesuatu, tapi diurungkan karena merasa tidak enak akan merusak suasana yang sudah di buat Ivan untuknya. Terlebih lagi ia tidak ingin merusak senyuman yang sedari tadi menghiasi wajah pria tampan itu. Setelah selesai makan, Bella memberanikan diri menanyakan apa yang ada di pikirannya. “Ivan. Ehm, kamu enggak punya rencana buat melakukan sesuatu setelah ini, kan?” Menyipitkan tatapannya menyeringai pada Bella, Ivan mengerti apa maksud dari ucapan ambigu Bella. “Kalau aku punya rencana lain, memang kamu bakalan marah? Kita kan sudah suami istri. Wajar dong, kalau aku merencanakan hal-hal wajar untuk usia kita apalagi dengan istriku sendiri.” Tubuh Bella menegang seketika. Ivan yang melihat sikap Bella hanya menggedikan bahu, beranjak dari duduknya kemudian berjalan menghampiri Bella. Membungkukkan tubuhnya dan berbisik di telinga Bella dengan posisis berdiri di belakang Bella. “Sudah siap dengan rencanaku yang lain? Rencana yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.” “Hah, ehm, kamu, mau ngapain?” Tanya Bella dengan risau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD